jpnn.com, JAKARTA - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan membantah isu keterlibatan atau kepemilikan dirinya di PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Adapun Luhut terseret polemik dari PT TPL yang diketahui adalah perusahaan penghasil bubur kertas yang diduga berkontribusi sebagai pemicu banjir bandang di wilayah Pulau Sumatra.
BACA JUGA: Pembelaan Luhut soal Polemik Bandara IMIP Morowali, Sttt Ada Peran Jokowi
“Sehubungan dengan beredarnya berbagai informasi yang simpang siur di media sosial maupun ruang publik, kami sampaikan informasi tersebut adalah tidak benar,” kata Juru Bicara Luhut, Jodi Mahardi dikutip Jumat (5/12).
Jodi menyatakan Luhut tidak memiliki, terafiliasi, maupun terlibat dalam bentuk apa pun, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan Toba Pulp Lestari.
BACA JUGA: Luhut Senggol Menkeu Purbaya Soal Uang Titipan
“Setiap klaim yang beredar terkait kepemilikan atau keterlibatan beliau merupakan informasi yang keliru dan tidak berdasar,” ujar Jodi.
Dia menyampaikan, Luhut sebagai pejabat negara konsisten mematuhi seluruh ketentuan perundang-undangan yang mengatur transparansi, etika pemerintahan, dan pengelolaan potensi konflik kepentingan.
Menurut Jodi, Luhut selalu terbuka terhadap proses verifikasi fakta dan mendorong publik untuk merujuk pada sumber informasi yang kredibel.
Karena itu Jodi mengimbau seluruh pihak untuk lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi yang tidak terverifikasi.
Selain itu, masyarakat juga diminta untuk mengutamakan etika dalam ruang digital, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan disinformasi.
“Untuk memastikan akurasi dan mencegah penyebaran informasi palsu, kami mempersilakan media maupun publik untuk melakukan klarifikasi langsung kepada pihak kami apabila diperlukan,” kata Jodi.
Sekadar informasi, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara menilai tujuh perusahaan bertanggung jawab atas bencana banjir bandang dan longsong di Tapanuli dan sekitarnya sejak Selasa (25/11/2025). Aktivitas perusahaan itu dinilai telah merusak hutan.
Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Rianda Purba menyebut tujuh perusahaan yang diduga memicu kerusakan hutan, yakni PT Agincourt Resources (tambang emas Martabe), PT NSHE (PLTA Batang Toru), PT Pahae Julu Micro-Hydro Power, PT SOL Geothermal Indonesia, PT Toba Pulp Lestari, PT Sago Nauli Plantation, dan PTPN III Batang Toru Estate.
"Semua beroperasi di atau sekitar Batang Toru, habitat orangutan Tapanuli, harimau Sumatera, dan satwa dilindungi lain," kata Rianda.
Rianda memerinci, kerusakan adanya perusahaan itu meliputi hilangnya ratusan hektare tutupan hutan, sedimentasi sungai, fluktuasi debit air, degradasi koridor satwa, hingga alih fungsi lahan menjadi perkebunan eukaliptus dan sawit. Aktivitas industri ini memicu banjir bandang dan longsor.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul



