Peneliti Hutan UGM Ungkap Penyebab Banjir Bandang Sumatera

fajar.co.id
3 hari lalu
Cover Berita

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Dr. Ir. Hatma Suryatmojo, dosen dan peneliti Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, mengurai bahwa struktur geomorfologi Sumatera membuat wilayah ini memang rentan terhadap luapan besar saat hujan turun.

Lereng-lereng terjal dari Aceh hingga Lampung mengalirkan air langsung ke dataran rendah, sementara kipas vulkanik menjadi area yang kini banyak ditempati masyarakat. Jalur alami ini mempercepat aliran dan membawa material dalam jumlah besar ketika intensitas hujan meningkat.

“Dengan pola seperti itu, hujan deras pasti membawa material dalam jumlah besar dan kecepatan tinggi,” ujarnya dikutip dari situs resmi UGM, Senin (8/12).

Menurut Hatma, banjir bandang yang membawa kayu-kayu dan sedimen itu tidak bisa dilepaskan dari kondisi ekologis yang kian menurun.

Pembukaan lahan di daerah hulu, pemukiman yang merangkak naik ke dataran tinggi, serta perubahan fungsi hutan memperbesar limpasan permukaan. Ketika hutan hilang, kemampuan tanah menahan air ikut runtuh dan debit puncak tak lagi dapat dikendalikan.

“Para pihak yang menjadi kontributor dosa ekologis itu sudah saatnya berhenti,” tegas dia.

Ia menegaskan bahwa secara alami hutan memiliki kemampuan besar untuk menahan air hujan. Bahkan dalam kondisi ideal, hingga sepertiga air dapat tertahan di tajuk dan lebih dari separuh meresap ke dalam tanah sebelum mencapai permukaan. Ketika tutupan hutan berkurang, seluruh volume air bergerak serentak menuju sungai dan mempercepat terjadinya banjir.

“Neraca airnya pasti berubah dan debit puncaknya meningkat drastis,” ungkap Hatma.

Sementara itu, Gandar Mahojwala, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Yogyakarta menyampaikan BMKG telah menyatakan bahwa 17 November telah dideteksi Pusat Tekanan Rendah (Low Pressure Area).

Dalam pers rilis BMKG telah menegaskan pentingnya pemerintah daerah untuk mulai waspada atas potensi bencana hidrometeorologi. Tanggal 21 November 2025, BMKG menyatakan bahwa Pusat Tekanan Rendah telah menjadi Bibit Siklon. Kedua informasi ini menunjukkan bahwa peringatan dini sudah cukup menjelaskan adanya potensi bencana, namun tidak dilakukan aksi merespon peringatan dini yang serius oleh pemerintah.

“Sebagaimana telah dijelaskan oleh WALHI Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh di media, bahwa bencana ini ada penyebab non-alamnya. Pemicu utamanya bukan alam semata, tapi karena kerentanan yang disebabkan oleh perusahaan-perusahaan yang merusak daya dukung dan daya tampung lingkungan,” jelasnya.

“Ini menegaskan bahwa tidak ada yang namanya Bencana Alam. Istilah Bencana Alam seolah membuat kambing hitam bencana ada pada alam. Padahal, proses terjadinya bencana sangat dipengaruhi dari kerentanan yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan yang menguasai luas lahan yang besar,” sambung Gandar. (Pram/fajar)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Pengendali Borong Saham INKP Rp350 Miliar, Ini Tujuannya
• 14 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
Ibu Prada Lucky Menangis, Tuntutan 12 Tahun Penjara pada Lettu Ahmad Faisal Sesuai Harapan | BERUT
• 49 menit lalukompas.tv
thumb
Demi Allah! Aura Kasih Bantah Operasi Plastik Bagian Hidung
• 17 jam laluinsertlive.com
thumb
GoTo Biayai Iuran BPJS TK-Kesehatan Mitra Driver, Dimulai dari Surabaya
• 22 jam lalumediaindonesia.com
thumb
BRI Super League: Thom Haye Terpukau Atmosfer GBLA, Fokus Persib Kini Tertuju pada Laga Berat Kontra Malut United
• 2 jam lalubola.com
Berhasil disimpan.