Menjelang akhir tahun, Indonesia mengalami kondisi atmosfer dan laut yang paling aktif. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat bahwa bulan Desember hingga Februari sebagai jalur 'padat merayap' di mana kondisi ini dapat memicu potensi cuaca ekstrem. Fenomena ini dipengaruhi oleh sistem cuaca bekerja bersmaan, mulai dari monsun Asia hingga pengaruh slklon tropis yang muncul di belahan selatan.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, mengungkapkan bahwa kondisi atmosfer berskala global, regional, dan lokal masih aktif dan bisa memicu cuaca.
Guswanto mengungkapkan dalam keterangan resminya, Kamis (4/12) "Dalam hal ini, gelombang Rossby Ekuator, Gelombang Kelvin, dan Madden-Julian Oscillation (MJO) masih berkontribusi pada dominasi hujan yang terjadi di banyak wilayah Indonesia".
Memasuki Desember, ia menjelaskan bahwa angin monsun yang bergerak dari Asia menuju Australia mulai menguat. Di wilayah seperti Laut China Selatan dan perairan sekitar Natuna, kecepatan angin sudah melampaui 18 km/jam.
Sementara itu, beberapa laut dalam di Indonesia, termasuk Selat Karimata hingga Laut Banda, masih mencatat angin yang bergerak lebih pelan. Puncak monsun diperkirakan terjadi pada Januari, saat monsun Asia mencapai kekuatan tertinggi. Pada periode ini, angin kencang menyebar di banyak perairan Indonesia dengan kecepatan lebih dari 18,5 km/jam. Kondisi tersebut membuat laut lebih bergelora dan meningkatkan potensi gelombang yang dapat melampaui 1 meter.
Memasuki Februari, monsun biasanya mulai melemah. Meski begitu, kondisi laut belum sepenuhnya stabil, terutama di kawasan yang langsung berbatasan dengan samudra lepas.
Fenomena Alam yang Mempengaruhi CuacaSelain angin monsun, gelombang alun atau swell yang berasal dari Samudra Hindia dan Pasifik berkontribusi terhadap peningkatan tinggi gelombang di perairan Indonesia. Terutama di wilayah barat Sumatra, selatan Jawa hingga Nusa Tenggara Timur (NTT), serta Papua, gelombang alun ini dapat mengganggu aktivitas nelayan dan pelayaran.
BMKG menegaskan bahwa kondisi atmosfer di Indonesia tidak hanya dipengaruhi satu faktor. Selain ENSO dan IOD yang terjadi secara tahunan, ada juga gelombang atmosfer seperti MJO, Kelvin, dan Rossby yang bergerak dalam skala mingguan. Dinamika harian seperti angin darat–laut, serta fenomena lintas wilayah seperti Cold Surge dan Borneo Vortex, ikut membentuk kondisi cuaca.
Struktur kepulauan Indonesia yang berlapis dengan banyak celah, pegunungan, dan lembah membuat aliran angin jarang bergerak lurus. Angin sering berbelok mengikuti bentuk permukaan bumi, sehingga pola angin dan gelombang bisa berbeda dari satu wilayah ke wilayah lain.
Dengan ribuan pulau dan ratusan pegunungan, topografi Indonesia menyebabkan angin membentuk jalurnya sendiri. Belokan angin di antara pulau, bukit, dan lembah inilah yang memunculkan variasi cuaca dan gelombang yang sangat beragam.




