Aspal di simpang empat Rampal di Kota Malang, Jawa Timur, Selasa (9/12/2025) sore, masih basah oleh air hujan saat sejumlah relawan dari Jaringan Solidaritas Kemanusiaan menggalang donasi dari perempatan jalan. Sembari membawa keranjang tempat menaruh donasi, mereka memekikkan kata sumbangan untuk bencana Sumatera.
Ini merupakan kali pertama Jaringan Solidaritas Kemanusiaan (Jausan) mengumpulkan sumbangan dari pengguna jalan di Malang. Sedangkan relawan Jausan lainnya di Jember sudah memulainya sejak dua hari sebelumnya.
Ketua Umum Jausan, Jafar, mengatakan relawan turun ke jalan di berbagai kota. Selain Jember dan Malang, ada juga Probolinggo, dan Pasuruan. Semuanya ada di Jawa Timur. Nantinya, dana yang terkumpul akan langsung mereka kirim ke daerah terdampak bencana di Aceh.
Menurut Jafar donasi yang masuk akan disalurkan melalui tim Jousan yang ada di daerah bencana dan didistribusikan oleh tim sendiri. Adapun lima orang tim telah berangkat ke Aceh sejak Jumat (5/12) pekan lalu.
Menurut Jafar anggota timnya berada di wilayah Aceh timur, di sekitar Aceh Tamiang dan Langsa. Mereka memetakan kebutuhan dan lokasi serta berkoordinasi dengan posko induk, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan SAR Nasional, dan lainnya.
“Mereka ikut membantu assessment, distribusi logistik dan distribusi air bersih. Itu paling mendesak meski baru saja, 30 menit lalu, saya dapat informasi kondisi logistik di sana menumpuk di jalan poros, belum bisa optimal didistribusikan ke pelosok akibat sebagian jalan belum bisa diakses. Butuh beberapa jam jalan kaki,” ujarnya.
Jausan bukan satu-satunya komunitas yang menggalang donasi untuk bencana alam Sumatera. Di wilayah Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, sejumlah relawan dari beberapa komunitas juga mengumpulkan donasi. Bukan saja untuk korban bencana di Sumatera, tetapi mereka juga menyalurkan untuk korban erupsi Gunung Semeru di Lumajang.
Pengumpulan donasi secara masif dilakukan Minggu (7/12) di simpang tiga Gondanglegi. Kegiatan yang berlangsung sejak pagi sampai malam itu diramaikan oleh pertunjukan musik, kostum cosplay, hingga bershalawat bersama di Masjid setempat.
Sejumlah pihak terlibat di dalamnya, mulai dari organisasi di internal Nahdlatul Ulama (NU), seperti Ansor, Banser, Muslimat, dan Fatayat. Ada juga Parade Kostum Pesona Gondanglegi dengan tampilan menarik, Radio Antarpenduduk Indonesia (Rapi), dan komunitas relawan lainnya.
Ketua Pelaksana Penggalangan Dana, Arief Araya, mengatakan kegiatan ini didasari rasa keprihatinan terhadap musibah yang terjadi, baik di Lumajang maupun Sumatera. Banyak korban membutuhkan uluran tangan antarsesama.
“Teman-teman punya gagasan, terutama pihak penyelenggara Lazisnu Gondanglegi Wetan menginisiasi komunitas-komunitas sekitar. Akhirnya kita koordinasi dan semua sepakat untuk bergerak. Sebagai bentuk kepedulian,” ucapnya.
Menurut Arief kegiatan itu tak hanya berhenti satu hari itu saja namun berlanjut beberapa hari ke depan. Namun, kegiatan lanjutan tidak lagi di jalanan melainkan pengumpulan donasi ke instansi-instansi. Donasi yang dikumpulkan tak hanya berupa uang tetapi juga barang lainnya, namun bentuknya apa masih dikoordinasikan.
Arief membenarkan selama satu hari penggalangan dana pada Hari Minggu diperoleh dana total Rp 52 juta lebih. Dana itu akan dialokasikan untuk korban bencana di Semeru dan Sumatera.
Bentuk kepedulian terhadap sesama tidak hanya diwujudkan dalam bentuk penggalangan dana. Ada juga pihak yang menggelar makan gratis, seperti yang dilakukan salah satu rumah makan di Jalan Candi Trowulan, Kelurahan Mojolangu, Kota Malang.
Hingga Selasa (9/12), kegiatan makan gratis bagi mahasiswa dan warga Aceh di Malang yang keluarganya terdampak bencana itu masih terus berlangsung. Mahasiswa dan warga yang ingin makan tinggal datang dan menunjukkan kartu tanda penduduk kepada pegawai warung.
“Masih. Namun, mereka belum terlihat pagi ini. Mungkin agak siangan. Yang saat ini makan masih pelanggan umum,” ucap salah satu pegawai di warung itu.
Sebelumnya, pemilik warung Siti Hajnia mengatakan makan gratis diadakan sebagai upaya untuk meringankan beban mereka yang terdampak bencana. Makan gratis ini diberikan di dua warung di kota Malang dan dua lainnya di Yogyakarta. Kegiatan itu dilakukan sejak 29 November sampai batas waktu belum ditentukan.
Tak hanya makan gratis, melalui warung lain yang ada di Jalan Candi Panggung, juga masih di wilayah Kelurahan Mojolangu, Siti juga mengalokasikan semua pendapatan yang diperoleh pada Jumat (5/12) untuk donasi bagi warga terdampak bencana di Aceh. Warung di Jalan Candi Panggung itu menyuguhkan sejumlah menu khas Aceh.
“InsyaAllah nanti langsung saya sampaikan ke posko. Ada tempat khusus yang kita sudah cek di sana. Harapannya memang tidak di satu daerah saja karena, kan, banyak banget daerah yang terdampak. Jadi nanti kita ada dua posko yang kita sebar karena memang mereka ini punya wilayah jangkauan yang berbeda-beda,” ucap Siti yang berasal dari Bireuen.
Menurut Siti korban terdampak bencana di Sumatera membutuhkan banyak bantuan lantaran daerah yang terdampak banyak sekali. Bahkan mereka yang tidak terdampak juga mengalami kesulitan menenuhi kebutuhan pokok lantaran akses jalan masih belum sepenuhnya normal.
Sementara itu, setelah beberapa hari mengumpulkan sumbangan, khususnya pakaian layak pakai, komunitas Sedekah Jumat Penuh Cinta (Sejuta) Perumahan Chandra Kirana Regency di Singosari, Kabupaten Malang, berhasil mengumpulkan sekitar 450 kilogram (kg) pakaian dan beragam kebutuhan, seperti pembalut, pempres, hingga makanan kecil dan susu.
“Kemarin dikirim melalui JNE 120 kg + 200 kg ke Posko Bencana Sumatera, dan 117 kg lainnya dikirim melalui kargo ke Aceh. Sisanya sekitar 170 kg akan dikirim melalui JNE, Rabu (10/12), ke Posko Bencana Sumatera. Sisanya masih banyak yang belum disortir karena tidak semua layak disumbangkan,” ucap Penanggung Jawab Komunitas Sejuta Anis Safitri.
Sumbangan yang terkumpul berasal dari warga kompleks dan luar kompleks. Selain pakaian layak pakai, komunitas ini juga memerima donasi berupa uang yang kemudian dibelanjakan dalam wujud barang, seperti makanan kecil, sandal, pempres, dan pakaian dalam.
Begitulah, rasa peduli warga terhadap mereka yang terdampak bencana cukup besar. Tak hanya para relawan yang turun langsung ke daerah terdampak, namun juga warga biasa yang tinggal di luar daerah. Dengan segala upaya mereka mencoba ikut meringankan beban saudara-saudara yang tertimpa musibah.





