Mengintip Soal Penyakit Radang Usus, Mulai dari Gejala hingga Penyebabnya

herstory.co.id
1 hari lalu
Cover Berita
HerStory, Jakarta —

Yayasan Gastroenterologi Indonesia (YGI) menegaskan bahwa Inflammatory Bowel Disease (IBD) kini menjadi ancaman kesehatan yang kian relevan di tengah perubahan gaya hidup modern, setelah kasusnya menunjukkan tren peningkatan dan dampaknya mengganggu rutinitas harian masyarakat.

Dalam edukasi media di Jakarta, awal Desember, YGI bersama Kementerian Kesehatan RI dan PT Takeda Indonesia menyampaikan bahwa penyakit radang usus kronis ini dapat memengaruhi produktivitas, aktivitas sosial, hingga kesejahteraan psikologis pasien.

IBD, yang mencakup Kolitis Ulseratif dan Penyakit Crohn, ditandai peradangan jangka panjang pada saluran cerna. Kondisi ini kerap muncul dengan gejala umum seperti diare, nyeri perut, mudah lelah, demam, hingga penurunan berat badan tanpa sebab.

Karena gejalanya menyerupai keluhan pencernaan ringan, banyak pasien terlambat mencari pertolongan medis sehingga penyakit berkembang dan mengganggu kualitas hidup sehari-hari.

Ketua YGI, Prof. dr. H. Abdul Aziz Rani, SpPD, K-GEH, mengatakan bahwa edukasi publik diperlukan untuk meningkatkan kewaspadaan.

“Gejala IBD yang menyerupai keluhan pencernaan ringan sering membuat pasien tidak menganggap kondisinya serius. Hal ini membuat banyak pasien datang dalam kondisi yang sudah lebih berat,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa YGI berupaya menjadi jembatan informasi bagi masyarakat dan pendamping pasien dalam mengelola penyakitnya.

Dari sisi pemerintah, Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., menjelaskan bahwa peningkatan kasus berhubungan erat dengan perubahan gaya hidup.

“Studi regional menunjukkan insidens IBD sekitar 0,7–1 per 100.000 penduduk per tahun. Angka ini menjadi peringatan bahwa IBD perlu mendapat perhatian serius,” katanya.

Menurut dia, pemerintah memperkuat fasilitas kesehatan dalam diagnosis, layanan terapi, dan penyediaan informasi yang akurat.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterohepatologi, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, MMB, SpPD, K-GEH, FACP, FACG, menyebutkan bahwa terapi IBD kini beragam, termasuk obat simptomatik hingga terapi biologis.

“Mendeteksi IBD lebih awal memungkinkan pasien mencegah terjadinya komplikasi,” ujarnya.

Dampak IBD terhadap rutinitas sangat nyata. Pasien harus menyesuaikan pola makan, aktivitas, dan ritme kerja untuk menghindari kekambuhan. Pejuang IBD, Steven Tafianoto Wong, menggambarkan bagaimana gejala yang ia kira keluhan ringan ternyata mengubah kesehariannya.

“Saya harus belajar menyesuaikan banyak hal: mulai dari pola makan, aktivitas, sampai ritme kerja,” katanya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Kemenkum Paparkan Capaian Kinerja 2025
• 9 jam lalurepublika.co.id
thumb
Rekaman CCTV Inara Rusli, Denny Sumargo: Oh, Gua Lihat...
• 9 jam laluintipseleb.com
thumb
Iperindo Minta Pemerintah Beli Kapal Produksi Lokal, Ini Alasannya
• 10 jam laluidxchannel.com
thumb
Pesan Tersirat Banjir Sumatera: Ketika Manusia Tidak Pernah Sadar dengan ‘Cukup’
• 19 jam lalukumparan.com
thumb
Daftar Kota dengan Transportasi Publik Terbaik di Dunia 2025, Ada Jakarta?
• 2 jam laluviva.co.id
Berhasil disimpan.