Tangerang, VIVA – Sejumlah dokter spesialis dermatologi dan venereologi mengingatkan masyarakat mengenai bahaya penggunaan krim pemutih instan yang tidak bertanggung jawab.
Peringatan ini disampaikan dalam sebuah Media Interview Session & Doctor Appreciation yang menghadirkan para dermatolog dan praktisi kesehatan kulit untuk memperkuat edukasi publik seputar pentingnya dermatocosmetics berbasis riset. Scroll untuk tahu lebih lanjut, yuk!
Salah satu yang menyoroti isu ini adalah Dokter spesialis dermatologi dan venereologi (Kulit dan Kelamin), Dr. Idrianti Idrus, SpDVE, yang menjelaskan bahwa banyak krim pemutih menawarkan hasil instan dengan cara yang berbahaya.
“Produk seperti itu membuat kulit tampak cepat putih karena terjadi over eksfoliasi. Pigmen ditekan secara agresif, kelenjar minyak dipaksa bekerja keras, sehingga kulit terlihat lebih cerah hanya sementara,” jelas dokter Idrianti di acara ISISPHARMA yang digelar Regenesis Indonesia, di Tangerang, baru-baru ini.
Efek jangka pendeknya bisa berupa iritasi, kemerahan, hingga munculnya pembuluh darah halus pada permukaan kulit. Tak jarang kondisi ini memicu jerawat berulang. Saat penggunaan dihentikan, flek atau hiperpigmentasi justru dapat memburuk dan berkembang menjadi kondisi okronosis.
Menurut Dr. Idrianti, bahaya yang lebih serius kerap terjadi pada penggunaan jangka panjang, terutama jika produk mengandung hidrokuinon atau merkuri.
“Ada laporan efek samping berat seperti gagal ginjal. Dan khusus bagi ibu hamil, bahan berbahaya ini dapat terserap ke dalam darah dan meningkatkan risiko cacat janin, termasuk gangguan pertumbuhan tulang dan otak,” tegasnya.
Edukasi Pentingnya Dermatocosmetics Berbasis Evidence
Selain isu krim pemutih, para dokter juga membahas permasalahan kulit yang sering ditemui pada masyarakat Indonesia seperti hiperpigmentasi, rosacea, hingga kulit atopik.
Dr. Sri Ellyani, SpDVE, menekankan pentingnya penggunaan bahan aktif dengan bukti klinis untuk menangani hiperpigmentasi secara tepat. Kemudian, Dr. Reiva Farah, SpDVE, menambahkan bahwa kulit atopik membutuhkan formula yang lembut namun efektif, terutama yang telah melalui uji klinis terstandar.
Dalam sesi lanjutan bertema “Why Science Matters: Choosing Dermatocosmetics with Proven Clinical Results,” tiga pembicara—dr. Litya Ayu, SpDVE, dr. Ayu Hanapi, dan dr. Indira Lisa, SpDVE—mengajak masyarakat lebih kritis dalam memilih produk perawatan kulit di tengah gempuran skincare baru.





