Triputra Agro Persada Group (TAPG) melalui unit operasionalnya, PT Sukses Karya Mandiri (SKM), terus memperluas model kemitraan sawit berbasis satu atap dengan petani rakyat di Kabupaten Sukamara dan Lamandau, Kalimantan Tengah. Skema ini memungkinkan petani menyerahkan pengelolaan kebunnya kepada koperasi dan perusahaan, sementara mereka menerima hasil dalam bentuk Sisa Hasil Usaha (SHU) rutin setiap bulan.
Di Desan Laman Baru, Kecamatan Permata, Kecubung, Kabupaten Sukamara, wilayah yang termasuk ring 1 operasi TAPG, koperasi Plasma Jati Sejahtera menjadi wadah utama para petani yang bergabung dalam pola ini.
Berdasarkan data perusahaan, total areal yang dikelola mencapai 282,43 hektare, seluruhnya ditanami pada 2017-2018 dan kini terbagi dalam 47 blok dengan standar populasi 124 pokok per hektare. Operasional sehari-hari dijalankan oleh 39 tenaga kerja.
Estate Manager PT SKM Syahrial Purba mengatakan model kemitraan satu atap diminati karena mengurangi risiko kegagalan kebun akibat keterbatasan modal dan kemampuan teknis petani.
"Sistem satu atap ini dari buka lahan sampai panen itu tanggung jawab kami, PT SKM. Kewajiban perusahaan bangun kebun petani, kewajiban petani menjual hasilnya ke kita dan tunggu SHU tiap bulan," kata Syahrial di koperasi, Rabu (10/12).
Petani Terima SHU Bersih Setiap BulanDalam skema kemitraan atap, petani tidak lagi mengurus kebun secara langsung. PT SKM bertanggung jawab penuh atas standar budidaya, mulai dari pemupukan, perawatan tanaman, panen, hingga pemasaran hasil panen. Sebaliknya, petani berkewajiban menjual seluruh TBS mereka kepada perusahaan.
SHU menjadi bentuk pendapatan yang diterima anggota setiap bulan setelah dikurangi biaya operasional kebun.
“Biaya pupuk itu yang paling besar, hampir 30 persen dari total biaya produksi. Tapi intinya, petani menerima SHU bersih setiap bulan,” jelas Syahrial.
Pada 2025, SHU Plasma Jati Sejahtera Januari-Februari: Rp 7.503.057,69, Maret-April: Rp 6.230.866,81, Mei-Juni: Rp 6.934.244,04, Juli-Agustus: Rp 5.611.033,95, dan September-Oktober: Rp 4.067.436,91
SHU bersih yang diterima anggota petani rata-rata berkisar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per hektare, tergantung performa blok dan periode panen. Salah satu anggota koperasi, Indra Ayu, mengaku kini menikmati pendapatan yang lebih stabil setelah kebunnya masuk skema satu atap.
“Sekarang saya bisa menerima Rp 2 juta per dua hektare dari SHU," katanya.
Indra Ayu menjadi contoh bagaimana skema satu atap memberi kepastian pendapatan bagi petani yang sebelumnya kesulitan mengelola kebun secara mandiri.
Target Produksi 26 Juta Ton per HektareKebun plasma mulai memasuki masa menghasilkan (TM) pada 2022. Estate Manager PT SKM Syahrial Purba mengatakan produktivitas awal menunjukkan tren positif.
“Di tahun menghasilkan pertama (TM 1), plasmanya sudah tembus 14 ton per hektare per tahun. Tahun ini target kami 23,5 ton, dan 2026 bisa mencapai 26 ton per hektare,” ujar Syahrial saat ditemui di lokasi kebun, Rabu.
Proyeksi tersebut selaras dengan tren peningkatan Yield per Hektare (YPH) yang ditampilkan dalam data internal, yaitu 14,26 ton (2022), 20,46 ton (2023), 20,19 ton (2024), hingga proyeksi 21,37 ton (2025). Sementara itu, total produksi tonase meningkat dari 3.479 ton pada 2022 menjadi 6.122 ton pada 2025.
Selain kebun yang sudah menghasilkan, PT SKM juga mencatat progres pengembangan areal baru. Pada 2025, perusahaan telah menyelesaikan land clearing dan penanaman baru seluas 7,70 hektare sebagai bagian dari rencana ekspansi plasma.
Skema kemitraan berlangsung dalam satu siklus 25 tahun. Pada fase awal, perusahaan melakukan pembukaan lahan, penyediaan bibit, hingga pembangunan infrastruktur. Biaya-biaya tersebut masuk dalam perhitungan usaha dan akan dikembalikan melalui potongan hasil panen.
“Petani tidak perlu memikirkan teknis kebun. Standarnya mengikuti standar perusahaan, sehingga performanya bisa maksimal,” kata Syahrial.
Plasma Jati Sejahtera menggunakan bibit LonSum 100 persen, dengan jenis tanah mineral yang ideal untuk pertumbuhan sawit. Topografi lahan terdiri dari 41 persen datar dan 59 persen berbukit, sehingga mempengaruhi akses panen dan pola perawatan.





