jpnn.com, JAKARTA PUSAT - Ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) berubah menjadi tempat penuh haru dan emosi pada Rabu (10/12) sore.
Dua karyawan PT Wana Kencana Mineral (WKM), R membacakan pembelaan (pledoi) yang selama berbulan-bulan mereka simpan dalam hati di hadapan majelis hakim.
BACA JUGA: 2 Karyawan PT WKM Dituntut 3,5 Tahun Bui, Kuasa Hukum Kembali Singgung Kriminalisasi
Keduanya bukan pejabat tinggi, bukan pula pemegang saham perusahaan tambang.
Keduanya hanyalah pekerja lapangan yang sehari-hari berurusan dengan pagar batas, patok koordinat dan medan tambang yang keras.
BACA JUGA: Tuntutan Jaksa di Sidang 2 Karyawan PT WKM Disebut Tidak Waras dan Sarat Kejanggalan
Namun sore itu, mereka tetap teguh menyampaikan satu hal, pemasangan patok di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) bukanlah tindak kriminal, melainkan upaya mencegah maraknya ilegal mining di Halmahera Timur.
Pembacaan pledoi dimulai Marsel yang menyebut jika dirinya hanya menjalankan tugasnya tanpa punya maksud seperti yang dituduhkan jaksa penuntut umum (JPU).
BACA JUGA: Sidang Sengketa Tambang Nikel, Terdakwa Ungkap Ada Aktivitas Penambangan Lain di IUP PT WKM
Pledoi pun dilanjutkan Awwab yang menyatakan jika dirinya punya kewajiban sebagai kepala teknik tambang (KTT) menjaga batas wilayah IUP agar tidak menjadi sasaran penambangan ilegal.
“Sudah enam bulan kami dipenjara. Kami harus masuk rutan tanpa mengetahui kesalahan kami. Kami memasang patok di wilayah kami sendiri untuk mencegah illegal logging dan illegal mining oleh pihak lain. Pledoi ini suara hati saya untuk mencari keadilan,” kata Awwab.
Dalam pledoi itu, Awwab dan Marsel meminta majelis hakim menyatakan mereka tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa.
Mereka memohon untuk dibebaskan dari seluruh tuntutan hukum, atau setidaknya dilepaskan dari segala dakwaan (onslag van recht vervolging), dipulihkan harkat dan martabatnya, serta dapat kembali bekerja sebagaimana sebelum perkara ini bergulir.
“Atau apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya,” pinta Awwab.
Sebelumnya, JPU menuntut keduanya dengan hukuman tiga tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dakwaan tersebut berkaitan dengan pelanggaran hukum atas pemasangan patok yang memenuhi unsur pelanggaran dalam UU Kehutanan dan ketentuan dalam UU Cipta Kerja karena mengganggu kegiatan PT Position.
JPU juga memasukkan unsur 'menciptakan konflik dan memperkeruh situasi nasional' dalam pertimbangannya.
Terkait pledoi ini, kuasa hukum PT WKM OC Kaligis dan Rolas Sitinjak mengkritik proses hukum kasus ini.
Kaligis menegaskan tuduhan terkait penambangan liar bukan berasal dari pihaknya, melainkan temuan resmi Gakkum Kehutanan.
“Yang mengatakan penambangan liar bukan saya, tetapi penyidik Gakkum Kehutanan. Mengapa pemasangan patok di IUP sendiri dikriminalisasi, sementara dugaan illegal mining justru terkesan dilindungi?” ujar Kaligis seusai persidangan.
“Kami bahkan telah melaporkan dugaan illegal mining oleh PT Position ke Komisi XII DPR," imbuhnya.
Sementara itu, Rolas Sitinjak menyoroti tidak adanya barang bukti utama dalam persidangan.
“Patok yang disebut sebagai barang bukti tidak pernah diperlihatkan. Bagaimana mungkin membuktikan tindak pidana tanpa menunjukkan barang buktinya? Semua orang di persidangan tidak pernah melihatnya," tutur Rolas.
Ditambahkannya, Awwab dan Marcel adalah korban kriminalisasi.
Kedua pekerja lapangan itu justru sedang menjalankan tugas negara secara tidak langsung, yaitu menjaga batas wilayah IUP agar tidak menjadi sasaran penambangan ilegal.
“Mereka ini pahlawan, bukan kriminal. Mereka menjaga aset negara. Dalam hukum minerba, mineral adalah milik negara dan pengelola yang diberi IUP berkewajiban melindungi wilayahnya,” tandas Rolas.
Sidang sengketa tambang nikel ini akan berlanjut pada agenda replik pada Kamis (11/12). (mrk/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

:strip_icc()/kly-media-production/medias/2402782/original/073499800_1541610817-AWAN_HUJAN_2-Muhamad_Ridlo.jpg)

