Washington, VIVA – Pemerintah Amerika Serikat (AS) berencana memperketat pengawasan terhadap turis atau wisatawan asing yang masuk tanpa visa dengan mewajibkan penyerahan data riwayat media sosial akun email, serta riwayat keluarga sebelum mendapat izin perjalanan ke AS.
Rencana itu tertuang dalam pemberitahuan yang diterbitkan di Federal Register pada Rabu, yang menyebutkan bahwa Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan Amerika Serikat (CBP) mengusulkan pengumpulan data media sosial hingga lima tahun terakhir dari pelancong negara-negara peserta Program Bebas Visa.
Kebijakan ini akan diterapkan melalui Sistem Elektronik Otorisasi Perjalanan (ESTA), yang selama ini digunakan warga dari lebih dari 40 negara—terutama di Eropa dan Asia—untuk masuk ke AS tanpa visa selama maksimal 90 hari untuk keperluan wisata atau bisnis.
- White House
Selain data media sosial, pelancong juga akan diminta menyerahkan nomor telepon yang digunakan dalam lima tahun terakhir, alamat email selama 10 tahun, metadata foto elektronik, hingga data lengkap anggota keluarga, termasuk tempat lahir dan nomor telepon mereka.
Saat ini, formulir ESTA hanya meminta data dasar seperti nama orang tua dan alamat email aktif.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan kebijakan ini tidak akan mengganggu sektor pariwisata, ketika ditanya dalam sebuah acara di Gedung Putih, apakah ia khawatir langkah tersebut dapat memengaruhi pariwisata ke AS.
"Kita menginginkan keselamatan, kita menginginkan keamanan, kita ingin memastikan kita tidak membiarkan orang yang salah masuk ke negara kita," kata Trump dilansir AP, Kamis, 11 Desember 2025.
Masyarakat memiliki waktu 60 hari untuk memberikan komentar tentang perubahan yang diusulkan sebelum diberlakukan, demikian bunyi pemberitahuan tersebut.
CBP menekankan dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu bahwa aturan tersebut belum diberlakukan dan belum difinalisasi.
"Tidak ada yang berubah dalam hal ini bagi mereka yang datang ke Amerika Serikat. Ini bukan aturan final, ini hanyalah langkah pertama dalam memulai diskusi untuk memiliki opsi kebijakan baru guna menjaga keamanan rakyat Amerika," kata badan tersebut dalam sebuah pernyataan.
"Departemen terus-menerus meninjau bagaimana kami memeriksa mereka yang datang ke negara ini, terutama setelah serangan teroris di Washington DC terhadap Garda Nasional kami tepat sebelum Thanksgiving," bunyi pernyataan tersebut.




