MESKI wakil rakyat Endipat Wijaya telah menyampaikan permintaan maaf secara personal kepada kreator konten Ferry Irwandi, berlanjutnya kemarahan publik tetap dapat dipahami. Para pejabat negara pun semestinya menangkap pesan di balik kemarahan itu, yakni ada kesalahan mendasar yang memicunya.
Kegeraman masyarakat bukan semata pembelaan terhadap kreator konten Ferry Irwandi, melainkan juga pembelaan terhadap solidaritas rakyat. Ketika Endipat membandingkan triliunan rupiah anggaran negara dengan Rp10,3 miliar yang dihimpun oleh Ferry serta miliaran rupiah lain dari para kreator konten untuk membantu korban banjir di Sumatra, ia tidak hanya mengecilkan arti gerakan solidaritas tersebut, tetapi juga menunjukkan kekeliruan logika. Baca juga: Aksi Komeng Hibur Warga di Pengungsian Agam
Sesat pikir itu terlihat jelas ketika ia menilai seolah-olah rakyat sedang berlomba dengan negara hanya karena aksi mereka lebih viral. Cara pandang demikian bukan hanya keliru, melainkan juga ironis mengingat ia merupakan wakil rakyat yang semestinya memahami perbedaan antara kewajiban negara dan partisipasi sukarela masyarakat.
Dalam situasi darurat bencana seperti saat ini, sikap seperti itu sama kontraproduktifnya dengan tindakan Mirwan MS yang baru saja diberhentikan sementara dari jabatan Bupati Aceh Selatan. Keduanya, dengan cara masing-masing, merugikan semangat gotong royong nasional dalam proses pemulihan pascabencana.
Ke depan, segala bentuk ego lembaga atau ego pejabat harus dikesampingkan. Sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat ialah prasyarat mutlak keberhasilan penanganan bencana. Kolaborasi bukan pilihan, melainkan keniscayaan.
Terkait dengan gerakan penggalangan dana publik, dapat dipahami keinginan pemerintah untuk memastikan akuntabilitas dan penyaluran dana yang tepat. Itulah yang terbaca dari imbauan Menteri Sosial Saifullah Yusuf pada Rabu (10/12) mengenai perlunya perizinan bagi kegiatan pengumpulan dana. Baca juga: Editorial MI: Awasi dan Kelola Distribusi Bantuan
Namun, patut kita ingatkan agar ketentuan perizinan sebagaimana tertuang dalam Permensos 8/2021 tentang Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang tidak malah menjadi hambatan. Dalam kondisi kedaruratan seperti sekarang, Kemensos semestinya mengambil inisiatif membuat mekanisme tambahan yang mempermudah proses perizinan tanpa mengurangi aspek pengawasan.
Pada akhirnya kita perlu memahami bahwa setiap aksi solidaritas tidak hanya layak didukung, tetapi juga justru harus terus ditumbuhkan. Kedermawanan masyarakat Indonesia, yang telah diakui dunia, ialah modal sosial penting untuk mempercepat pemulihan daerah-daerah terdampak bencana, dari Sumatra Barat, Sumatra Utara, hingga Aceh. Solidaritas rakyat ialah kekuatan bangsa.



/https%3A%2F%2Fcdn-dam.kompas.id%2Fimages%2F2025%2F12%2F09%2F09cc8c20672538af7c6b992733e754b1-010.jpeg)
