Bagi banyak orang, masa pensiun selalu dibayangkan sebagai masa tenang. Setelah puluhan tahun bekerja, seseorang berhak menikmati hari tuanya dengan rasa aman. Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), bayangan itu bahkan lebih kuat: pensiun dipahami sebagai jaminan negara. Negara memenuhi janji, negara hadir, negara membayar, negara melindungi.
Tetapi di balik kepastian itu, ada satu pertanyaan sederhana yang jarang sekali diajukan secara jujur:
Ilusi yang Terlanjur MengakarSelama ini, tidak sedikit yang mengira bahwa Pensiun ASN sepenuhnya berasal dari tabungan pribadi yang wajib dipotong dari gaji setiap bulan selama masa kerja. Termasuk juga akumulasi kewajiban iuran dari pemerintah selaku pemberi kerja selama ini. Seolah-olah setiap Pegawai ASN sedang “menabung untuk dirinya sendiri”. Dan seakan-akan pemerintah juga sedang “membuat cadangan dana” untuk memenuhi janji dan kontrak sosial-moral membayar pensiun aparaturnya di masa depan.
Sayangnya, kenyataannya tidak sesederhana itu.
Dalam skema yang selama ini berjalan, porsi terbesar pembayaran Pensiun ASN tidak berasal dari dana iuran yang terakumulasi secara penuh, melainkan langsung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun berjalan. Ini merupakan konsekuensi dari pemerintah yang tidak menyetorkan iurannya selaku pemberi kerja setiap bulan ke dalam Dana Pensiun ASN selama ini.
Artinya sangat jelas:
Dan uang negara hari ini, pada hakikatnya, adalah:
Pajak para pekerja termasuk Pegawai ASN,
Pajak pelaku usaha dan korporasi,
PPN dari setiap transaksi rakyat termasuk Pegawai ASN,
Sumber daya alam yang dikonversi menjadi penerimaan negara.
Dengan kata lain, yang membayar pensiun ASN hari ini adalah seluruh rakyat Indonesia termasuk Pegawai ASN itu sendiri yang hidup hari ini.
Generasi yang Membiayai GenerasiInilah inti dari sistem yang dikenal sebagai pay-as-you-go. Sistem ini bekerja dengan logika sederhana:
Dalam sejarahnya, sistem ini pernah berjalan sangat stabil. Ketika:
Jumlah penduduk muda sangat besar,
Usia harapan hidup masih relatif pendek,
Pertumbuhan ekonomi tinggi,
Jumlah pensiunan masih sedikit.
Namun kondisi itu kini sudah berubah. Usia hidup manusia makin panjang. Jumlah pensiunan meningkat cepat. Sementara rasio pekerja terhadap pensiunan terus menyempit.
Akibatnya, terjadilah pergeseran diam-diam:
Generasi muda membiayai generasi tua,
Dalam skala yang semakin berat,
Tanpa pernah benar-benar diajak berdiskusi.
Ini bukan soal salah atau benar secara moral. Ini soal keseimbangan yang mulai terganggu secara struktural.
Ketika Pegawai ASN Muda Membayar Dua KaliDi titik ini, posisi Pegawai ASN muda menjadi unik—dan sebenarnya paling berat. Mereka melakukan dua hal sekaligus:
Membayar pensiun generasi sebelumnya melalui pajak dan anggaran negara, dan
Belum memiliki jaminan penuh bahwa sistem yang sama akan sanggup membayar pensiun mereka kelak.
Ini adalah bentuk beban ganda yang jarang disadari. Secara sederhana, mereka menjadi:
Penyokong masa lalu,
Tanpa kepastian penuh atas masa depan mereka sendiri.
Dalam jangka pendek, kondisi ini tidak menimbulkan gejolak. Tetapi dalam jangka panjang, ia berpotensi:
Menggerus kepercayaan terhadap sistem,
Mengubah cara pandang generasi muda terhadap negara,
Dan perlahan melemahkan nilai kontrak sosial-moral itu sendiri.
Ada satu asumsi yang sering dipegang teguh: negara tidak mungkin gagal memenuhi kontrak sosial-moral untuk membayar kewajiban pensiun kepada aparaturnya. Secara politik, pernyataan ini terasa meyakinkan. Tetapi secara fiskal negara, kenyataannya jauh lebih kompleks.
Negara hanya bisa membayar tanpa kendala, sejauh:
Penerimaan pajak cukup,
Utang masih terkendali,
Pertumbuhan ekonomi berjalan sesuai harapan,
Dan prioritas anggaran negara tidak terlalu tertekan.
Ketika salah satu dari faktor ini terganggu, maka belanja-belanja negara jangka panjang, termasuk pensiun, akan segera menjadi sumber tekanan utama. Sejarah dunia menunjukkan, saat krisis datang, yang pertama kali dipertanyakan selalu belanja sosial jangka panjang: pensiun, subsidi, dan jaminan.
Artinya, anggapan bahwa pembayaran pensiun oleh negara “pasti aman selamanya” adalah sebuah optimisme yang perlu diuji dengan realitas fiskal negara.
Pensiun ASN dan Rakyat yang Tak Pernah Menjadi Pegawai ASNDi sinilah dimensi keadilan publik menjadi penting. Sebab pembayar Pensiun ASN bukan hanya Pegawai ASN itu sendiri. Di dalamnya juga ada:
Petani,
Nelayan,
Buruh,
UMKM,
Pekerja informal,
Semua warga negara yang membayar pajak secara langsung maupun tidak langsung.
Bagi mereka, Pensiun ASN bukan sekadar isu aparatur, melainkan bagian dari:
Pertarungan negara dalam mengelola anggaran,
Memilih antara belanja hari ini atau kewajiban masa lalu,
Menentukan apakah ruang fiskal negara masih cukup untuk generasi mendatang.
Itulah sebabnya, membicarakan Pensiun ASN termasuk juga pensiun Aparatur Negara lainnya tidak pernah bisa dilepaskan dari kepentingan rakyat keseluruhan.
Kita Tidak Sedang Mencari Kambing HitamPenting untuk ditegaskan: persoalan ini bukan kesalahan para pensiunan, bukan pula kesalahan Pegawai ASN aktif. Mereka semua hanya berada di dalam sistem yang diwarisi dari kebijakan negara masa lalu.
Yang perlu kita benahi bukan manusianya, melainkan arsitektur sistemnya. Sistem yang lahir di era demografi lama, tetapi kini dipaksa bertahan di dunia yang telah berubah.
Bangsa yang dewasa tidak saling menyalahkan. Ia duduk, membaca tanda zaman, lalu membenahi ulang fondasinya dengan tenang dan berani. Untuk masa depan yang jauh lebih baik.
Menata Ulang Cara Membayar, Bukan Menghapus HakTransformasi Sistem Pensiun ASN bukan berarti memutus perlindungan. Justru sebaliknya:
Yang perlu dibenahi bukan: Hak Pensiun, melainkan:
Cara kita membiayai hak itu,
Cara kita membagi beban antargenerasi,
Cara kita memastikan keadilan fiskal negara tetap terjaga.
Jika hari ini kita berani menata ulang dengan kepala dingin, maka:
Negara tidak tercekik kewajiban jangka panjang,
Pegawai ASN tidak kehilangan kepastian hak yang dijanjikan negara kepadanya,
Dan rakyat keseluruhan tidak dibebani secara diam-diam dalam jangka panjang.
“Saat Pegawai ASN pensiun, siapa yang sebenarnya membayar?”
Pertanyaan ini tidak lagi bisa dijawab dengan asumsi dan kebiasaan masa lalu. Ia harus dijawab dengan data, kesadaran generasi, dan keberanian politik bernegara.
Kita boleh tidak sepakat tentang jalan keluar. Tetapi satu hal yang tak bisa disangkal:
Dan justru karena kita peduli pada martabat Pegawai ASN sebagaimana yang dijanjikan negara, keberlanjutan negara, dan keadilan bagi rakyat keseluruhan, maka pertanyaan ini layak dibicarakan dengan kepala tegak—bukan disembunyikan.
----- AK20251211-----
JaminanPensiun (#2): Semuanya berupa gagasan, pemikiran, dan harapan masa depan. Untuk menggugah kesadaran literasi terhadap hal-hal yang menjadi kepentingan publik. Gunakan artikel ini secara bijak dan seperlunya. Komunikasi: [email protected].





