Perubahan Iklim Perparah Bencana di Sumatra hingga Sri Lanka

bisnis.com
23 jam lalu
Cover Berita

Bisnis.com, JAKARTA — Sebuah studi yang dirilis Kamis (11/12/2025) menyebutkan bahwa badai mematikan pada akhir November 2025 di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Sri Lanka ‘diperkuat’ oleh meningkatnya suhu permukaan laut dan diperburuk oleh laju deforestasi yang tinggi.

Siklon Tropis Senyar tercatat telah menghancurkan berbagai wilayah di Asia Tenggara setelah terbentuk di Selat Malaka. Fenomena iklim langka tersebut memicu banjir dan longsor yang hingga saat ini menewaskan 1.200 orang, termasuk 969 korban di Pulau Sumatra. Dana pemulihan untuk memulihkan dampak kerusakan bencana ini ditaksir menembus US$3 miliar.

Sementara itu, Sri Lanka dilanda banjir dan tanah longsor akibat Siklon Tropis Ditwah, dengan jumlah korban tewas melampaui 600 orang dan kerugian ekonomi diperkirakan mencapai sekitar US$7 miliar.

Tim peneliti dari World Weather Attribution menyatakan bahwa selama lima hari dengan curah hujan paling intens, suhu permukaan laut di Samudra Hindia Utara tercatat 0,2 derajat Celsius lebih tinggi dibandingkan rata-rata 1991–2020, sehingga memperkuat badai dengan tambahan panas dan energi.

googletag.cmd.push(function() { googletag.display("div-gpt-ad-parallax"); });

Tanpa kenaikan 1,3 derajat Celsius pada suhu rata-rata global sejak era pra-industri, suhu permukaan laut di kawasan tersebut diperkirakan akan sekitar satu derajat lebih rendah pada akhir November.

Badai tropis memang lazim terjadi pada musim monsun. Meski para ilmuwan belum menemukan bukti bahwa perubahan iklim meningkatkan frekuensinya, mereka menegaskan bahwa kenaikan suhu laut membuat setiap peristiwa menjadi jauh lebih merusak.

Baca Juga

  • Suhu Bumi pada 2025 Diramal Cetak Rekor Terpanas Kedua dalam Sejarah
  • Mencari Penanggung Jawab Biaya Pemulihan Bencana Banjir Sumatra Rp51,82 Triliun
  • Satgas PKH Bidik Penguasaan 4 Juta Hektare Kebun Sawit dan Tambang di Kawasan Hutan

“Yang tidak normal adalah meningkatnya intensitas badai-badai ini dan bagaimana dampaknya terhadap jutaan orang serta merenggut ratusan nyawa,” ujar Sarah Kew, peneliti iklim di Royal Netherlands Meteorological Institute dan penulis utama studi tersebut, dikutip dari Reuters.

Para peneliti tidak dapat memastikan kontribusi tepat perubahan iklim terhadap kedua badai itu, tetapi mereka memperkirakan peningkatan curah hujan ekstrem yang terkait dengan kenaikan suhu global dapat mencapai 9–50% di Selat Malaka dan 28–160% di Sri Lanka.

Ilmuwan juga memperingatkan bahwa jumlah wilayah berisiko terdampak cuaca ekstrem makin banyak karena badai mulai terbentuk di lokasi-lokasi baru dan mengikuti lintasan yang berbeda.

Terbentuknya Senyar di Selat Malaka sendiri dianggap sangat tidak biasa karena berada di dekat wilayah ekuator atau khatulistiwa. Sebagian ilmuwan menyebut Senyar sebagai badai kedua yang tercatat pernah menghantam Malaysia dari arah barat.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Mobil MBG Tabrak Kerumuman Siswa SD, Data Pemprov DKI: Ada 21 Korban
• 21 jam laluidntimes.com
thumb
10 Perang Paling Mematikan 2025, dari Timur Tengah hingga Tetangga RI
• 3 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
Kegiatan Safari Sosialisasi Sidang Keliling dan E-Court 2025 di Jambi | MA NEWS
• 23 jam lalukompas.tv
thumb
Realitas Pagi Buta Para Pengguna KRL Jabodetabek: Antara Lelah, Harapan, dan Tuntutan Kerja
• 15 jam lalukompas.com
thumb
BINUS STINGERS Boys Raih Juara 3 Liga Mahasiswa Jakarta 2025
• 2 jam lalumediaapakabar.com
Berhasil disimpan.