JAKARTA, KOMPAS – Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve memangkas suku bunga acuan di Amerika serikat sebesar seperempat poin persentase menjadi 3,5-3,75 persen. Keputusan diambil melalui pemungutan suara atau voting oleh Federal Open Market Committee (FOMC) dalam rapat di Washington DC, Amerika Serikat, 10 Desember 2025.
Pemangkasan suku bunga acuan tersebut adalah kali ketiga yang dilakukan oleh The Fed pada 2025. Tingkat suku bunga saat ini adalah yang terendah dalam tiga tahun terakhir. ”Keputusan The Federal Reserve menurunkan suku bunga bukan perkara mudah. Ini adalah keputusan sulit. Tapi kami harus membuat keputusan,” kata Gubernur The Fed, Jerome Powell menjawab pertanyaan wartawan usai pertemuan FOMC, mengutip Reuters.
Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve memangkas suku bunga acuan di Amerika serikat sebesar seperempat poin persentase menjadi 3,5-3,75 persen.
Keputusan tidak mudah yang dimaksud merujuk pada risiko naiknya inflasi dan melemahnya pasar tenaga kerja. Secara normatif, risikonya naiknya inflasi biasanya memberi tekanan kepada bank sentral untuk menaikkan suku bunga acuan atau tetap mempertahankan suku bunga acuan ketika tingkatnya sudah tinggi. Sementara, melemahnya pasar tenaga kerja biasanya mendorong bank sentral untuk menurunkan suku bunga acuan.
Tarik-menarik dua variabel tersebut membuat alot jalannya rapat FOMC. Ini tecermin dari keputusan yang diraih tidak dengan kesepakatan tetapi lewat pemungutan suara. FOMC terdiri dari 12 anggota, meliputi tujuh anggota Dewan Gubernur, Presiden Fed New York, dan empat presiden Fed regional.
Merujuk siaran pers yang dipublikasikan The Fed, sembilan anggota mendukung pemangkasan seperempat poin persentase suku bunga acuan. Seorang anggota menentang keputusan karena berpendapat tingkat pemangkasan yang lebih tepat adalah 1/2 poin persentase. Sementara dua anggota lainnya lebih memilih mempertahankan suku bunga acuan di tingkat sebelumnya.
”Indikator-indikator yang ada menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi telah berkembang pada kecepatan yang moderat. Pertumbuhan lapangan kerja melambat tahun ini dan tingkat pengangguran meningkat hingga September. Indikator terbaru konsisten dengan perkembangan tersebut. Inflasi meningkat dibandingkan awal tahun dan tetap berada pada level yang relatif tinggi,” kata The Fed dalam siaran persnya.
FOMC berkomitmen mendukung pertumbuhan lapangan kerja yang maksimal dan inflasi sebesar 2 persen dalam jangka panjang. Ketidakpastian terkait prospek ekonomi tetap tinggi. Komite juga mencermati risiko pada kedua sisi mandat gandanya dan menilai bahwa risiko penurunan terhadap pekerjaan meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
”Dalam konteks itu dan mempertimbangkan pergeseran risiko, Komite memutuskan untuk menurunkan kisaran target suku bunga federal funds sebesar 1/4 poin persentase menjadi 3-1/2 hingga 3-3/4 persen. Dalam mempertimbangkan sejauh mana dan waktu penyesuaian tambahan terhadap kisaran target suku bunga federal funds, Komite akan menilai dengan cermat data yang masuk, prospek yang terus berkembang, serta keseimbangan risiko,” sebut FOMC.
Selanjutnya, FOMC menyatakan akan terus memantau implikasi informasi baru terhadap prospek ekonomi. FOMC siap menyesuaikan sikap kebijakan moneter jika diperlukan apabila muncul risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan FOMC. Penilaian FOMC akan mempertimbangkan berbagai informasi, termasuk kondisi pasar tenaga kerja, tekanan inflasi dan ekspektasi inflasi, serta perkembangan keuangan dan internasional.
FOMC menilai bahwa saldo cadangan telah menurun ke tingkat yang memadai dan akan memulai pembelian surat utang pemerintah AS berjangka pendek sesuai kebutuhan untuk menjaga pasokan cadangan yang memadai secara berkelanjutan.
Menyusul keputusan pemangkasan suku bunga tersebut, investor langsung bereaksi. Sebagaimana dikutip dari AFP, mereka menjual aset dollar AS dalam volume yang besar sehingga membuat euro dan poundsterling melonjak ke level tertinggi dalam beberapa bulan terakhir. Yen yang selama ini tertekan juga ikut menguat.
Pasar obligasi atau surat utang juga sumringah setelah The Fed mengumumkan akan membeli obligasi pemerintah jangka pendek senilai 40 miliar dollar AS. Langkah The Fed ini akan menambah likuiditas dan memberi dukungan pada pasar.
“Saya kira sebagian besar pelaku pasar berharap akan ada pengulangan sentimen hawkish seperti yang kita lihat pada pertemuan FOMC di Oktober. Namun kali ini nadanya jelas berbeda, komentarnya berbeda, pembelian T-bill mendukung, dan hasil voting juga tidak se-hawkish yang diperkirakan semua orang. Bagi saya, ini adalah lampu hijau bagi aset berisiko untuk reli hingga akhir tahun,” kata Tony Sycamore, analis pasar di IG.
Ini adalah lampu hijau bagi aset berisiko untuk reli hingga akhir tahun.
Turunnya suku bunga acuan di AS membuat biaya pinjaman bank turun dan imbal hasil surat utang pemerintah jangka pendek AS turun. Dampaknya, investor mencari alternatif aset dengan imbal hasil lebih tinggi sehingga terjadi arus modal keluar dari aset safe-haven (obligasi jangka pendek pemerintah AS, dollar AS) ke aset berisiko.
Aset berisiko adalah instrumen investasi yang nilainya bisa naik-turun cukup tajam. Misalnya adalah saham, obligasi korporasi berimbal hasil tinggi, mata uang pasar berkembang, dan komoditas tertentu.
Implikasinya, saham berpotensi naik, terutama sektor yang sensitif suku bunga. Obligasi yang menawarkan imbal hasil tinggi akan menarik investor. Aset-aset keuangan di negara berkembang, termasuk Indonesia, dapat mengalami arus modal masuk.





