Bisnis.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak alias Ditjen Pajak (DJP) menargetkan penerimaan pajak tahun 2025 di angka Rp2.005 triliun. Hal itu berarti bahwa terjadi pelebaran shortfall yang sebelumnya hanya dipatok di angka Rp2.079 triliun.
Informasi yang dihimpun Bisnis, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto telah mengeluarkan instruksi kepada seluruh kepala kantor wilayah dan jajaran direktur di DJP supaya mengejar penerimaan pajak hingga Rp2.005 triliun. Instruksi itu disampaikan pada tanggal 6 Desember 2025.
Persoalannya, dalam rapat pimpinan terbatas yang berlangsung di Bogor akhir Oktober 2025, para kakanwil hanya mampu berkomitmen pencapaian target penerimaan pajak di angka Rp1.947,2 triliun. Artinya masih terjadi selisih sebesar Rp57,8 triliun.
Untuk itu, dalam waktu yang hanya tersisa 20 hari, otoritas pajak akan menyasar penerimaan dari sejumlah sektor mulai dari pajak orang kaya, sawit, hingga tunggakan pajak dari sektor batu bara.
Adapun sasaran utamanya adalah misinvoicing ekspor Sawit-POME/Fatty Matter, penyelesaian tunggakan pajak WP Minerba pemohon RKAB, penyelesaian tunggakan pajak wajib pajak atau WP High Wealth Individuals.
Soal sawit dan batu bara, DJP telah mengumpulkan para pelaku usaha beberapa waktu lalu. Sementara itu, untuk wajib pajak super kaya, otoritas pajak setidaknya sudah berkali-kali menyampaikan akan mengejar kepatuhannya.
Baca Juga
- Survei OECD: Warga RI Malas Bayar Pajak Karena Duit Pajak Dikorupsi
- Purbaya Beri Keringanan Pajak buat Aksi Korporasi BUMN 3 Tahun ke Depan
- Alasan di Balik Guyuran Insentif Pajak untuk Dunia Usaha saat Tax Ratio RI Tergerus
Bimo sendiri tidak menjawab perntanyaan Bisnis saat dikonfirmasi tentang pencapaian target Rp2.005 triliun, termasuk rencananya mengoptimalkan penerimaan pajak dari sawit dan batu bara. Dia mengirimkan pertanyaan Bisnis kepada Direktur Pelayanan, Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli.
Rosmauli menuturkan bahwa angka target penerimaan dan seluruh langkah pengawasan wajib pajak dilaksanakan sesuai ketentuan yang ditetapkan pemerintah melalui mekanisme resmi APBN.
“Secara prinsip, penguatan monitoring dan pengendalian risiko dilakukan secara rutin terhadap seluruh sektor untuk memastikan penerimaan negara dikelola secara akuntabel dan profesional,” ujar Rosmauli kepada Bisnis, Kamis (11/12/2025).
Kantongi DataDirektur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto memaparkan bahwa otoritas pajak telah mengantongi data modus pelanggaran ekspor terbaru. Selain itu, DJP mengidentifikasi dugaan praktik penghindaran pajak lainnya seperti under-invoicing dan penggunaan faktur pajak Tidak Berdasarkan Transaksi Sebenarnya (TBTS) atau faktur fiktif.
Bimo mengimbau para "raja sawit" tersebut untuk memanfaatkan kesempatan ini dengan melakukan pembetulan secara sukarela sebelum otoritas melangkah ke ranah penegakan hukum (gakkum).
"Dalam kesempatan sosialisasi ini, kami mengimbau Bapak-Ibu untuk segera melakukan pembenahan secara sukarela sebelum DJP melakukan langkah penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang terindikasi tidak patuh," kata Bimo.
Bimo memastikan pengawasan akan dilakukan secara profesional dan proporsional tanpa menghambat aktivitas ekonomi, demi memperkuat tata kelola industri sawit yang lebih transparan dan akuntabel.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa langkah pemerintah, termasuk operasi gabungan Kemenkeu-Polri yang membongkar penyelundupan produk turunan CPO pada awal November 2025, dilakukan untuk memastikan kegiatan usaha berjalan sesuai koridor hukum sekaligus mengamankan penerimaan negara.
Dalam pertemuan yang dihadiri sekitar 200 pelaku usaha yang mewakili 137 Wajib Pajak strategis sektor sawit di Kantor Pusat DJP pada Jumat (28/11/2025), Purbaya meminta para pengusaha untuk terbuka jika menghadapi kendala di lapangan.
"Kalau ada kesulitan atau masalah apa pun, laporkan ke saya. Kita bereskan. Yang jelas, kita ingin industri sawit ini tetap menjadi tulang punggung industri Indonesia," tegasnya, pekan lalu.
Purbaya, yang hadir secara mendadak dalam agenda tersebut, menekankan bahwa kebijakan fiskal ke depan akan diarahkan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkeadilan, namun tetap menuntut kontribusi maksimal bagi kas negara.
"Sebenarnya saya tidak dijadwalkan hadir, ini mendadak. Kata Pak Bimo [Dirjen Pajak] tadi, kalau Pak Menteri datang semoga pendapatan pajaknya bisa meningkat banyak," ujarnya.

/https%3A%2F%2Fcdn-dam.kompas.id%2Fphoto%2Fori%2F2025%2F12%2F11%2F5eb181c7-d8a8-3dea-ab91-ce9f2033e259.jpg)



