MerahPutih.com - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi atau KDM, buka suara terkait penetapan Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam penyalahgunaan wewenang di lingkungan Pemerintah Kota Bandung.
Ia meminta seluruh pihak untuk mengikuti seluruh prosedur hukum yang kini tengah berjalan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung.
“Kita ikuti semua prosedur hukum. Semua orang harus taat dan kedudukan sama di mata hukum,” kata KDM di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/12).
Politisi Partai Gerindra tersebut menegaskan bahwa dirinya tidak berwenang memecat Erwin. Menurutnya, proses tersebut harus mengacu pada putusan pengadilan.
“Pemecatan bukan kewenangan gubernur. Itu akan berproses di pengadilan dan menunggu keputusan hukum tetap,” ujarnya.
Baca juga:
Wakil Wali Kota Bandung Erwin dan Anggota DPRD Awang Resmi Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa
Sebelumnya, Kejari Kota Bandung menetapkan Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi pemerasan di lingkungan Pemerintah Kota Bandung.
Selain Erwin, Kejari Bandung juga menetapkan Rendiana Awangga alias Awang—anggota DPRD Kota Bandung yang dikenal dekat dengan Wali Kota Bandung—sebagai tersangka dalam perkara yang sama.
“Berdasarkan dua alat bukti yang cukup, telah ditingkatkan status penyidikan umum ke penyidikan khusus. Menetapkan dua tersangka, yaitu saudara E, Wakil Wali Kota Bandung aktif,” ujar Kepala Kejari Kota Bandung, Irfan Wibowo, di Bandung, Rabu (10/12).
Baca juga:
Ramai Dana Pemprov Jabar Mengendap di Bank, Dedi Umumkan Posisi Kas Umum Daerah Tiap Pekan
Penyidik menduga Erwin dan Awang menggunakan jabatannya untuk meminta paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa. Paket proyek tersebut diduga diarahkan untuk menguntungkan pihak tertentu yang memiliki afiliasi dengan kedua pejabat tersebut.
“Adapun yang bersangkutan diduga menyalahgunakan kekuasaan meminta paket barang dan jasa, paket pekerjaan yang menguntungkan secara hukum pihak terafiliasi,” kata Irfan.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pasal tersebut mengatur penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat negara untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara. (Pon)




:strip_icc()/kly-media-production/medias/5441193/original/007702100_1765456996-1000704896.jpg)