KRISIS lingkungan yang terjadi hari-hari ini, telah mencapai tahap mengancam eksistensi planet bumi dan penghuninya. Secara terang dan jelas, kerusakan sistem yang menopang kehidupan manusia mengalami kerusakan dan kehancuran total.
Seperti ledakan besar (the great distruption), lingkungan hidup dan alam Indonesia mengalami kerusakan yang kian parah. Di mana-mana kita saksikan, pembabatan hutan (baik untuk kepentingan bisnis maupun untuk memperluas area pertanian).
Sebagai contoh, di Kabupaten Bima, Kota Bima, dan Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, ada aktivitas penebangan pohon di pegunungan yang menyebabkan daerah itu mengalami bencana banjir tiap tahun. Pembalakan terjadi secara masif dan sistematis.
Ditambah lagi dengan perluasan area pertambangan yang ada di wilayah tersebut, tanpa pengawasan dan kajian dampak lingkungan yang serius dari Pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi NTB dan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Akibat aktivitas tambang yang dilakukan PT. STM di wilayah itu, menyebabkan banjir mulai menerjang rumah dan pemukiman warga. Padahal, sebelumnya daerah di sekitar area tambang itu belum pernah mengalami banjir.
Namun, yang lebih mengherankan, Pemerintah setempat tidak pernah melarang atau membatasi area pembabatan gunung itu dan justru memperluas area pertambangan meliputi wilayah Bima dan Dompu secara diam-diam.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=banjir sumatera, bencana sumatera&post-url=aHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8xMS8xMzE3NDY5MS9rb25zdGl0dXNpLWVrb2xvZ2lzLWRhbi1rZWRhdWxhdGFuLWxpbmdrdW5nYW4=&q=Konstitusi Ekologis dan Kedaulatan Lingkungan§ion=Nasional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Baca juga: Endipat Wijaya Vs Ferry Irwandi: Membangun Kolaborasi, Bukan Kompetisi
Dan hari-hari ini, Pemerintah Provinsi NTB sedang gencar-gencarnya memberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Koperasi tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan.
Praktisnya, gunung-gunung di tiga kabupaten/kota di NTB itu mengalami operasi eksploitasi total, dan pembabatan secara sistemik oleh warga. Pada akhirnya daerah Bima dan Dompu kehilangan pohon sebagai sumber kehidupan.
Kerusakan akibat pembabatan hutan dan gunung menyebabkan bencana seperti banjir, erosi dan sedimentasi sungai dan danau, tanah longsor, krisis air (kualitas dan kuantitas) yang mengakibatkan bencana, kelaparan, dan penyakit.
Hal itu juga yang terjadi di wilayah Sumatera (meliputi: Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh) yang terkepung banjir dan tanah longsor, menyebabkan kematian, kerugian dan krisis sosial dan ekonomi.
Semua bermula dari “ketamakan manusia”, yang mengeksploitasi hutan demi raup keuntungan sesaat tanpa memperhatikan lingkungan dan masa depan.
Ketamakan yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan itu telah diperingatkan dalam Al-Quran Surah Ar-Rum: 41: “telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia”.
Akibat kerusakan itu, Allah SWT memberikan satu peringatan—agar mereka merasakan sebagian dari perbuatan mereka supaya mereka kembali ke jalan yang benar.
Peringatan itu dapat berbentuk bencana seperti banjir, tanah longsor, krisis air dan sebagainya. Bahkan pada tahap tertentu mengancam masa depan umat manusia.
Kini, akibat kebijakan izin eksploitasi dalam bidang pertambangan, izin perluasan kebun sawit, pembalakan hutan yang dilakukan oleh mereka yang memiliki kekuasaan dan uang, hutan-hutan semakin menyempit, keberadaan satwa dilindungi kian punah, pohon-pohon sebagai sumber mata air dan kehidupan kian langka.
Kondisi ini menuntut kita untuk menjadikan alam bukan hanya “diciptakan untuk manusia”. Alam tidak hanya dipandang sebagai nilai instrumental yang hanya dijadikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain.
Alam harus dipandang sebagai nilai intrinsik di mana nilai suatu benda diperuntukan untuk tujuan benda itu sendiri, terlepas dari apakah benda tersebut juga berguna sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain.
Dengan demikian, kepemilikan nilai intrinsik pada suatu benda memunculkan “prima facie” kewajiban moral langsung bagi pelaku moral untuk melindunginya atau setidaknya mencegah kerusakannya.
Baca juga: Menguras Hutan Lalu Berkhotbah tentang Pembangunan





