jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (PP HIMMAH), Abdul Razak Nasution meminta kepada Presiden Prabowo Subianto mengevaluasi kinerja Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhy.
Dia juga meminta Presiden memerintahkan Jaksa Agung dan Kapolri memeriksa Menhub Dudy Purwaghandi dan mantan Menhub Budi Karya Sumadi atas dugaan keterlibatan dalam operasional tiga bandara yang disebut sebagai “bandara siluman”.
BACA JUGA: Palmeera Lounge: Terminal 2F Bandara Soetta Kini Punya Layanan âKelas Surgaâ
Menurut Razak, tiga bandara khusus yakni Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali (Sulawesi Tengah), Sultan Syarief Haroen Setia Negara (SSHSN) di Pelalawan (Riau), dan Weda Bay di Halmahera Tengah (Maluku Utara) diduga beroperasi tanpa pengawasan negara dan membuka celah bagi penyelundupan manusia serta lalu lintas barang tanpa proses bea cukai.
Dia menilai situasi tersebut telah berlangsung sejak era Budi Karya dan justru dilegalkan oleh Menhub Dudy Purwagandhy melalui regulasi terbaru.
BACA JUGA: Setelah Menjelaskan Kasus Bandara IMIP, Luhut Membantah Terkait PT Toba Pulp Lestari
“Ini bukan isu kecil. Dugaan penyelundupan manusia, barang, hingga potensi ancaman keamanan nasional tidak boleh dibiarkan. Budi Karya dan Dudy wajib dimintai pertanggungjawaban,” ujar Razak dalam siaran persnya, Kamis (11/12).
Dia menyebut ketiga fasilitas udara itu dikendalikan korporasi besar tanpa keterlibatan penuh otoritas negara.
BACA JUGA: Oh Ternyata, Ini Penyebab Bandara IMIP Morowali Tak Ada Petugas Imigrasi dan Bea Cukai
Menurutnya, kondisi tersebut bertentangan dengan UU No. 1/2009 tentang Penerbangan, yang mengamanatkan seluruh bandar udara—termasuk milik swasta—harus berada di bawah kontrol negara karena merupakan objek vital strategis.
“Bandara tanpa bea cukai, tanpa Imigrasi, tanpa otoritas penerbangan adalah anomali. Itu membuka ruang bagi black market, pergerakan orang tanpa kontrol, bahkan kegiatan ekonomi bawah tanah. Ini bukti buruknya tata kelola di Kementerian Perhubungan,” ujarnya.
Razak menyebut Bandara IMIP Morowali dan Sultan Syarief Haroen Setia Negara (Riau) sebagai kasus paling serius.
Razak menduga banyak tenaga kerja asing yang masuk ke kawasan tersebut tanpa dokumen memadai. “Ini sangat fatal. Negara harus tegas, bukan kalah oleh oligarki,” katanya.
Dia menilai kebijakan Menhub Dudy Purwagandhi yang menerbitkan Kepmenhub No. KM 38/2025, yang mengizinkan tiga bandara korporasi melayani penerbangan internasional, sebagai langkah yang mengabaikan aspek keamanan negara.
Meski pemerintah kemudian memperbaruinya melalui KM 55/2025, yang hanya mempertahankan Bandara Sultan Syarief Haroen Setia Negara sebagai bandara internasional dalam kondisi tertentu.
“Pemerintah justru memberi legitimasi kepada bandara korporasi yang sebelumnya diduga tidak terawasi. Di mana posisi negara di situ? Mengapa tebang pilih? Menhub sejatinya juga memberlakukan regulasi yang sama terhadap Bandara Sultan Syarief Haroen Setia Negara, tidak menjadikannya bandara internasional demi kepentingan negara yang lebih luas,” tegasnya.
Dia menilai Menhub Dudy lebih berpihak pada kepentingan pebisnis besar dan oligarki daripada kepentingan strategis negara.
PP HIMMAH juga mendesak pemerintah melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh bandara khusus, terutama yang berada di kawasan industri besar seperti IMIP, Weda Bay, dan Sultan Syarief Haroen Setia Negara di Pelalawan Riau.
Razak menilai koordinasi Kementerian Perhubungan dengan sektor pertahanan dan keamanan negara harus diperkuat agar tidak terjadi kesenjangan pengawasan seperti yang ia duga berlangsung selama enam tahun terakhir.
“Semua pejabat yang membiarkan bandara ‘siluman’ beroperasi tanpa kontrol negara harus diselidiki dan ditindak,” pungkas dia. (cuy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan




