Grid.ID - Dedi Mulyadi hentikan sementara izin perumahan di Bandung Raya. Pihak real estate lalu peringatkan efeknya.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi diketahui telah mengeluarkan Surat Edaran Edaran Nomor 177/PUR.06.02.03/DISPERKIM. Surat ini ditunjukkan untuk memberhentikan sementara izin perumahan di seluruh Kabupaten dan Kota Jabar, salah satunya Bandung Raya.
"Yang pertama adalah fokus di Bandung Raya dan wilayah lain, termasuk Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, yang ruang wilayah terbukanya sudah mulai sangat menyempit," kata Dedi Mulyadi, dilansir dari Kompas.com.
"Jangan dipaksakan dibangun rumah-rumah di daerah rawa-rawa, di daerah persawahan," lanjutnya.
Dedi menjelaskan bahwa kebijakan ini akan berlaku hingga seluruh daerah merampungkan revisi tata ruang. Dia menambahkan bahwa terdapat opsi yang lebih realistis untuk rumah yang dibangun di Bandung Raya.
"Tata ruangnya diubah menjadi kawasan hijau. Setelah ruangnya itu, mereka bisa membangun lagi. Rumahnya harus mulai vertikal kalau di Bandung Raya itu," ujar Dedi Mulyadi.
Adapun, Dewan Pimpinan Daerah Real Estate Indonesia (DPD REI) Jawa Barat menyayangkan kebijakan tersebut. Menurutnya, pemberhentian sementara izin pendirian perumahan ini dilakukan terlalu tergesa-gesa tanpa kajian menyeluruh dan komunikasi dengan pelaku industri.
Ketua DPD REI Jawa Barat, Norman Nurdjaman, mengaku terkejut dengan munculkan surat edaran tersebut. Dia menilai kebijakan itu diduga berkaitan dengan kekhawatiran pemerintah terhadap bencana alam yang terjadi di sejumlah daerah di Sumatra.
“Kalau bicara bencana, kondisi alam tiap daerah itu berbeda. Di Aceh seperti apa, di Sumatera Utara seperti apa. Jangan serta-merta semua perizinan perumahan di stop,” ujar Norman.
Norman mempertanyakan alasan penghentian izin yang difokuskan di wilayah Bandung Raya itu. Dia mengatakan bahwa tak semua wilayah di kawasan tersebut memiliki tingkat kerawanan yang sama.
“Cimahi relatif aman, Kota Bandung juga pada prinsipnya aman. Mungkin yang perlu perhatian lebih Bandung Barat. Tapi kenapa semuanya disamaratakan?” katanya.
Dia juga mengingatkan bahwa sekitar empat bulan lalu Pemerintah Provinsi Jawa Barat sempat menerapkan moratorium izin tambang. Kebijakan itu berdampak besar terhadap ketersediaan material bengunan, seperti tanah uruhan, pasir, batu.
“Akibatnya sekarang bahan bangunan jadi langka dan mahal, bahkan bisa naik sampai dua kali lipat. Ini sudah kami rasakan sejak beberapa bulan terakhir,” jelas Norman.
DPD REI Jabar mengungkapkan bahwa mereka telah menerima surat dari DPD REI Banten yang meminta dukungan untuk mengatur pertemuan dengan Gubernur Jawa Barat. Permintaan ini muncul karena pasokan material alam untuk wilayah Tangerang Selatan dan sekitarnya banyak berasal dari Bogor serta Parung Panjang, yang kini ikut terdampak penghentian izin tambang.
Sementara itu, Norman menekankan bahwa sektor perumahan memiliki efek berganda yang sangat luas, memengaruhi sekitar 187 sektor industri lainnya. Dampak tersebut mencakup industri bahan bangunan, aluminium, besi, furnitur, elektronik, hingga berbagai UMKM yang menjadi penopang kegiatan pembangunan.
“Kalau perumahan distop, jangan hanya dilihat dari satu sisi bencana alam. Ini seperti keputusan yang panik. Dampaknya luas sekali ke banyak industri dan tenaga kerja,” katanya.
Di lapangan, kebijakan pemberhentian sementara izin perumahan di Bandung Raya dan wilayah lain ini telah menimbulkan keresahan di kalangan pengembang. Banyak dari mereka yang proses izinya sudah berjalan sebagian terpaksa berhenti mendadak, padahal investasi sudah dikeluarkan.
“Ada yang uangnya dari kredit bank, sedangkan bank nggak mau tahu, cicilan dan bunga tetap jalan. Sementara izinnya distop, rumah nggak bisa dijual, cash in nggak ada,” ujar Norman.
Tak hanya itu, pengembang juga masih harus menanggung biaya operasional, mulai dari gaji karyawan hingga biaya profesional kantor. Melansir dari TribunJabar.id, Norman menyebut pihaknya saat ini masih mendata jumlah pengembang yang terdampak langsung oleh kebijakan tersebut. (*)
Artikel Asli

