Kaltim Targetkan Cetak Sawah 22.000 Hektar di 2026, Petani Harap Ladang Bergilir Dikembangkan

kompas.id
12 jam lalu
Cover Berita

BALIKPAPAN, KOMPAS - Pemerintah menargetkan program cetak sawah seluas 22.000 hektar di Provinsi Kalimantan Timur pada 2026. Warga berharap swasembada pangan tak hanya mencetak sawah baru, tapi juga mengembangkan potensi lokal, termasuk padi ladang yang dijalankan masyarakat dayak sejak lama.

Wakil Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Seno Aji mengatakan, dia telah bertemu Direktur Jenderal Lahan dan Irigasi Pertanian Kementerian Pertanian Hermanto di Kota Samarinda pada Selasa, 9 Desember 2025. Mereka membahas program cetak sawah yang telah dijalankan dan akan dilanjutkan pada 2026.

“Jika program cetak sawah 22.000 hektare dapat dijalankan optimal, saya yakin Kaltim mampu mewujudkan swasembada pangan, khususnya beras, pada 2026,” kata Seno, Kamis (11/12/2025).

Itu merupakan rencana untuk tindak lanjut program yang telah dijalankan pada 2025. Hermanto mengatakan, Kementan dan Pemprov Kaltim juga membahas percepatan penyelesaian program cetak sawah 2025. Semula, cetak sawah di Kaltim ditargetkan 1.800 hektar pada 2025 dan direlaksasi menjadi 1.300 hektare.

Untuk target di 2026, kata Hermanto, proses penanaman bisa mulai dilakukan awal tahun. “Kami berharap pekan depan kerja sama sudah disepakati. Awal 2026 mulai tanam dan Maret sudah panen,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

Harapan warga

Cetak sawah ini merupakan salah satu program pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mewujudkan swasembada pangan nasional. Itu tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan, Peningkatan, Rehabilitasi, Serta Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi untuk Mendukung Swasembada Pangan

Pada 16 Mei 2025, Kementan, Kementerian Pekerjaan Umum, serta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menandatangani surat kesepakatan bersama mendukung Inpres tersebut. Fokus utama kerja sama ini ialah optimalisasi pemanfaatan lahan dan peningkatan infrastruktur irigasi di 13 provinsi prioritas, termasuk Kaltim.

Persoalannya, sebagian masyarakat di Kaltim tidak terbiasa menanam padi dengan sistem sawah irigasi. Sejumlah masyarakat dayak yang tinggal jauh dari sungai memanfaatkan hujan sebagai sumber air dan menanam padi di lereng-lereng.

Mereka menyebutnya sebagai padi gunung dan menerapkan sistem ladang bergilir. Mereka tak menggunakan pestisida dan hanya memanfaatkan arang dari sisa pembakaran lahan terbatas. Panennya setahun sekali.

”Kami berharap sistem pertanian ini juga dikembangkan, misalnya dengan membuat opsi lain tanpa berpindah lahan, tapi kesuburan tanah tetap bagus,” kata Jumadi (61), peladang padi gunung di Kabupaten Paser.

Baca JugaMembakar Lahan dan Berpindah, Cara Berladang Warga Dayak yang Ditekan Zaman

Sebab, selama ini warga menyuburkan tanah hanya dengan membakar lahan. Cara yang telah dilakukan turun-temurun itu kerap terhalang oleh pemerintah.

Warta (46), petani lain, bercerita, warga kerap dihampiri polisi hutan saat membakar lahan. Radar panas terdeteksi petugas. Mereka diminta menghentikan proses pembakaran lahan, proses utama penyuburan tanah dalam sistem ladang bergilir.

Padahal, warga sudah punya cara dalam membakar lahan agar api tak menjalar ke mana-mana. Mereka membuat batas ladang dengan lahan lain sehingga tak terjadi kebakaran.

“Kalau tidak bakar lahan, kami tidak makan, karena padi tidak subur. Toh kami juga tidak diberi alternatif lain, hanya dilarang,” kata Warta.

Ia berharap swasembada pangan dikuatkan di tingkat petani tradisional sesuai dengan karakteristik lahan yang ada di Kaltim. Warga pun meminta agar pertanian keluarga didukung untuk dikembangkan, bukan hanya mencetak sawah baru.

Baca JugaPangan Lokal Wakatobi, Tidak Ada Nasi Bukan Masalah Sama Sekali

Menurut catatan Food and Agriculture Organization (FOA), sekitar 93 persen petani Indonesia merupakan pertanian keluarga skala kecil. Mereka bercocok tanam di lahan seluas rata-rata 0,6 hektar. 

Memperkuat dan mengembangkan pertanian keluarga adalah langkah strategis. FAO mencatat, pertanian keluarga menghasilkan 80 persen pangan di kawasan.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Tiga Pesawat N219 PTDI Dibeli Perusahaan Swasta Bali
• 7 jam lalutvonenews.com
thumb
Ide Jahil Bawa Ernest Prakasa Keluar dari Zona Nyaman di Film Lupa Daratan
• 19 jam lalugrid.id
thumb
Mobil SPPG Seruduk Siswa SDN 01 Kalibaru, Wagub DKI: Tidak Ada Korban Jiwa
• 16 jam lalumetrotvnews.com
thumb
ChatGPT jadi aplikasi iPhone paling banyak diinstal di AS pada 2025
• 14 jam laluantaranews.com
thumb
Gempa Hari Ini M3,6 di Labuan Bajo, Getaran Dirasakan Kuat Skala IV MMI
• 13 jam lalurctiplus.com
Berhasil disimpan.