Grid.ID - Mengawali karier sebagai komedian, Ernest Prakasa dikenal lewat film-filmnya yang kental dengan komedi. Ia berhasil membangun reputasi sebagai kreator yang mampu menghadirkan humor sekaligus pesan sosial. Namun film terbarunya, Lupa Daratan, menunjukkan sisi lain dari dirinya.
Proyek ini lahir dari apa yang Ernest sebut sebagai ‘ide jahil’ yang menggelitik. Ia menjelaskan, “Skenario film ini jadi salah satu skenario terunik yang pernah saya kerjakan. Biasanya saya menulis skenario yang berangkat dari keresahan, dari hal-hal yang cukup filosofis dan berat. Tapi film ini berangkat dari ide jahil yang cukup ringan dan menggelitik,” ujar Ernest ketika berada di acara Konferensi Pers film Lupa Daratan di Senayan Park, Jakarta, pada Rabu (10/12/2025).
Film ini berangkat dari pertanyaan sederhana tentang apa yang terjadi jika seorang aktor papan atas mendadak tidak bisa berakting. “Premisnya muncul dari pertanyaan, ‘Apa yang terjadi ketika seorang aktor papan atas tiba-tiba nggak bisa akting?’” ungkap Ernest.
Bagi Ernest, Lupa Daratan membuka ruang untuk ia keluar dari zona nyaman dan menjadi wadah untuk mengeksplor bentuk komedi. Jika di film-film sebelumnya ia menyiapkan karakter pendukung yang berfungsi melemparkan komedi, justru di film ini unsur drama dan komedi dipadukan menjadi satu kesatuan.
“Saya terbiasa menggunakan pola yang mirip di film-film sebelumnya, mungkin karena zona nyaman. Saya akan mengelilingi karakter utama dengan stand-up comedian sebagai pemeran pendukung. Mereka lah yang membantu menebar ranjau komedi di sekitar karakter utamanya. Jadi karakter utamanya lebih banyak di drama. That has been my formula,” terang Ernest.
Karena hal itu, di Lupa Daratan ini Ernest juga meninggalkan pola lamanya dalam meracik komedi. “Di film ini pendekatan komedi berubah banyak. Vino sebagai karakter utama, serta Dimi dan Iksan sebagai karakter-karakter yang paling dekat dengan Vino, juga banyak terlibat dalam komedi. Ini jadi sebuah kebaruan yang cukup signifikan dalam cara saya menggarap komedi,” paparnya.
Dalam proses pengerjaan, Ernest merasa jauh lebih bebas dibanding proyek sebelumnya. “Secara proses kreatif, saya merasa lebih bebas, lebih bisa berekspresi dengan berbagai cara, dan itu tercermin sampai produksinya,” katanya, menekankan kebebasan yang terasa hingga tahap produksi.
Kebebasan itu juga muncul lewat kolaborasi dengan kru baru yang belum pernah bekerja dengannya sebelumnya. Ia menyebut pengalaman ini ‘menyegarkan’ dan membuka banyak ruang untuk eksplorasi visual.
Ernest menekankan bahwa karakter aktor yang kehilangan kemampuan akting harus diperankan oleh aktor papan atas. “Aktor yang memerankannya harus seorang aktor papan atas Indonesia. Karena orang harus tahu kalau aktingnya bagus,” tegasnya. Akhirnya, pilihan jatuh pada Vino G. Bastian, yang ditempatkan dalam situasi sebagai dirinya sendiri.
Dalam soal komedi, Ernest mengungkap bahwa pendekatan di Lupa Daratan berbeda jauh dari film sebelumnya. “Salah satu kesalahpahaman umum tentang komedi adalah komedi berupaya untuk melucu. Padahal golden rule komedi justru adalah berupaya untuk tidak melucu,” jelasnya.
Komedi muncul dari keseriusan karakter utama menghadapi situasi yang justru lucu bagi penonton. “Kegagalan dia yang membuat itu menjadi lucu,” ujar Ernest, menyoroti karakter Vino yang menjadi sumber humor sekaligus simpati.
Dengan pendekatan baru, Ernest berharap Lupa Daratan memberi pengalaman menonton yang lebih luas. Film ini tidak hanya menghadirkan tawa, tetapi juga refleksi personal yang menyentuh.
Ernest menilai bahwa film ini memberinya ruang eksplorasi yang luas sebagai kreator. Perpaduan drama, humor, dan pesan universal membuat Lupa Daratan terasa segar dan berbeda dari karya-karyanya sebelumnya. (*)
Artikel Asli




