Bisnis.com, CIREBON —Industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning) menunjukkan pemulihan signifikan sepanjang 2025.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut capaian tersebut menjadi momentum penting bagi BPR untuk memperluas akses pembiayaan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), terutama setelah terbitnya Peraturan OJK (POJK) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan UMKM.
Kepala OJK Kantor Regional 2 Jawa Barat, Darwisman, mengatakan kinerja 18 BPR di wilayah Cirebon hingga Oktober 2025 berada pada tren positif. Sektor yang sebelumnya tertekan oleh tingginya kredit bermasalah itu kini menunjukkan perbaikan struktural, baik dari sisi profitabilitas maupun kualitas aset.
“Per Oktober 2025, laba 18 BPR di wilayah Cirebon mencapai Rp66,37 miliar. Tahun sebelumnya, pada periode yang sama, industri ini masih merugi Rp35,49 miliar. Ada lonjakan yang luar biasa, menandakan BPR kembali ke jalur pertumbuhan,” ujar Darwisman dalam paparan kinerja di Cirebon, Kamis (11/12/2025).
Selain perbaikan laba, aset BPR di Cirebon juga tumbuh 9,77%, meski penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) menunjukkan perlambatan. Penyaluran kredit pun mengalami sedikit penurunan, seiring kehati-hatian manajemen bank dalam menjaga kualitas kredit.
Salah satu indikator penting, yaitu rasio kredit bermasalah (NPL), kini berada di posisi 5,28%, lebih rendah dari rata-rata NPL BPR Jawa Barat yang berada di sekitar 6,35%. Darwisman menyebut posisi ini cukup menggembirakan, karena industri BPR di Cirebon sempat berada dalam tekanan cukup berat dalam dua tahun terakhir.
Baca Juga
- OJK Ungkap Kerugian Penipuan Digital di Sumsel Tembus Rp107 Miliar dalam Setahun
- Catatan OJK Soal Kaburnya Dana Investor Asing dari Pasar Obligasi RI
- OJK Ungkap 103.613 Debitur Terdampak Banjir di Aceh, Sumut, dan Sumbar
“Kualitas aset mulai stabil. Tantangannya adalah menjaga tren ini agar tidak kembali mengarah pada tekanan. Karena itu, kami mendorong BPR memperkuat tata kelola, manajemen risiko, dan transformasi digital,” jelasnya.
Darwisman menilai terbitnya POJK 19/2025 akan menjadi momentum besar bagi BPR untuk meningkatkan agresivitas pembiayaan UMKM.
Aturan baru tersebut memberikan keleluasaan bagi BPR untuk merancang kemudahan akses kredit, mulai dari penyederhanaan layanan, pemangkasan proses administrasi, hingga inovasi skema pembiayaan yang lebih relevan dengan kebutuhan sektor usaha.
Menurutnya, masing-masing BPR nantinya akan memasukkan inovasi tersebut dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) 2026, dan akan dikonsultasikan secara langsung dengan OJK sebelum diterapkan.
“Esensinya adalah memberikan terobosan tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian. BPR harus memikirkan bentuk kemudahan apa yang paling cocok untuk UMKM daerahnya, tapi tetap dalam koridor tata kelola dan manajemen risiko,” ujar Darwisman.
OJK juga mulai mendorong BPR menerapkan skema pembiayaan ekosistem (close loop ecosystem financing). Skema ini memastikan seluruh rantai nilai UMKM—dari pemasok, produksi, distribusi, hingga pembeli atau offtaker—berada dalam satu ekosistem tertutup yang terjamin permintaannya.
Model ini dinilai mampu menekan risiko kredit bermasalah karena produk UMKM sudah memiliki pasar yang jelas sebelum pembiayaan dikucurkan.
“Kalau seluruh rantai nilai terkunci, risiko NPL turun drastis. UMKM tahu barangnya akan diserap pasar, BPR tahu arus kas debitur lebih terjaga. Ini yang sedang kami dorong untuk sektor pertanian, perikanan, perdagangan, kerajinan hingga ekonomi kreatif,” papar Darwisman.
Tidak hanya pemasaran lokal, produk UMKM yang terlibat dalam ekosistem juga akan diarahkan membuka akses ke luar wilayah CIU Majakuning bahkan hingga pasar ekspor.
Darwisman menegaskan perbaikan kinerja BPR sepanjang 2025 harus menjadi landasan penguatan pembiayaan sektor produktif, bukan hanya menjaga stabilitas jangka pendek.
Ia berharap sinergi BPR di CIU Majakuning akan meningkatkan jumlah UMKM yang dibiayai, baik dari sisi jumlah entitas maupun nominal kreditnya.
“Dengan kinerja yang kembali positif dan dukungan regulasi baru, BPR diharapkan mampu menjadi motor pembiayaan ekonomi daerah. Fokusnya adalah UMKM yang sehat, tumbuh, dan berdaya saing,” tutupnya.





.jpeg)