PT Tripatra Bakal Bangun Pabrik SAF dari Limbah Cair Sawit

kumparan.com
12 jam lalu
Cover Berita

Anak perusahaan PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Tripatra Engineers and Constructors, berencana merambah pada bisnis bioavtur atau Sustainable Aviation Fuel (SAF), salah satunya dengan membangun pabrik SAF dengan bahan baku Palm Oil Mill Effluent (POME) atau limbah cair kelapa sawit.

Pengembangan SAF dari POME yang diusulkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS) dan Tripatra baru saja diakui oleh International Civil Aviation Organization (ICAO).

Pada November 2025, ICAO Council menyetujui dan menerbitkan nilai LCA Default Value untuk produk SAF berbahan baku POME, yang ditetapkan sebesar 18,1 gram CO₂/MJ.

Peneliti IPOSS, Dimas Haryo Pamungkas, mengatakan kajian produksi SAF tersebut dimulai dari pengumpulan POME dari setiap pabrik kelapa sawit yang melakukan recovery lapisan minyak dari limbah cair kelapa sawit.

Kemudian, lapisan minyak tersebut dikirim ke pabrik SAF. Dalam lingkup kajian tersebut, bahan baku rencananya diolah di pabrik yang tengah dikaji oleh Tripatra di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Sumatera Utara.

"Minyak yang sudah di-recovery itu kemudian dikirim ke pabrik SAF yang di Sei Mangkei, itu ke dalam scooping-nya kemudian dilakukan proses conversion di pabrik menjadi SAF," ujar Dimas saat konferensi pers, Kamis (11/12).

Dimas menjelaskan SAF yang dihasilkan dari pabrik akan dikirim ke fasilitas pengolahan atau kilang. Sejauh ini, kilang milik PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) yakni Kilang Cilacap merupakan satu-satunya kilang yang memproduksi SAF.

"Dikirim dulu ke fasilitas blending, yaitu pencampuran yang pada saat kajian ini kami menentukannya lokasinya dari (Kilang) Cilacap, yang kemudian itu akan didistribusikan ke bandara hasil blending-nya," ujar Dimas.

Dimas menjelaskan permintaan SAF diprediksi akan melonjak tinggi pada tahun 2050 secara global, mencapai 519 juta ton. Mandatori SAF sudah mulai diimplementasikan di berbagai negara, termasuk Indonesia sebesar 5 persen pada tahun 2030.

Sementara itu, kata Dimas, Indonesia memproduksi Tandan Buah Segar (TBS) sawit sebanyak 296 juta ton. Dengan asumsi rata-rata pabrik kelapa sawit mendapatkan 1 persen POME, maka potensi produksi POME bisa mencapai 2,5 juta ton.

"Jika ditambah dengan minyak jelantah atau used cooking oil, kemudian PFAD atau palm fatty acid distillate, maka SAF yang berpotensi dapat diproduksi di Indonesia itu dapat mencapai 2-3 juta kiloliter," ungkap Dimas.

Rencana Pabrik SAF dari POME

Head of Business Development, Green Energy & Chemicals Tripatra, Farras Wibisono, menjelaskan perusahaan kini tidak hanya bergerak di bidang Engineering Procurement Construction (EPC), tetapi juga merambah ke sektor bioenergi.

Farras menjelaskan perusahaan sedang mengembangkan proyek SAF dengan skala small to big, dengan menggunakan bahan baku POME dan minyak jelantah (used cooking oil) yang melimpah di Indonesia.

"Kita membangun ekosistem end to end, mulai dari bahan bakunya, kemudian juga offtaker, EPC-nya nanti kita akan eksekusi sendiri, dan kita juga saat ini sudah memiliki lisensi teknologi yang merupakan market leader di ukuran skala kecil pengembangan SAF," jelas Farras.

Rencananya, pabrik SAF milik Tripatra ini berkapasitas 100 ribu ton per tahun. Pabrik itu akan mengolah produk yang dihasilkan pabrik kelapa sawit (PKS) yang berada di sekitar pabrik Tripatra.

"Dari segi kapasitas yang kami kembangkan mungkin angkanya di bawah 100 ribu ton per tahun. Jadi memang ukurannya tidak terlalu besar kalau dibandingkan dengan beberapa pabrik SAF yang sudah ada di dunia," ungkap Farras.

Farras menghitung biaya produksi atau operational expenditure (OPEX) dari produksi SAF bisa 2,5 hingga 3 kali lipat lebih besar dari avtur konvensional. Hanya saja, perusahaan mengakali biaya yang besar ini dengan beban logistik yang rendah.

"Setidaknya pabrik yang kami kembangkan di kurang dari 100 ribu ton per tahun itu sudah ekonomis, karena kita bisa potong harga logistiknya. Jadi kekurangan kita di harga capex itu bisa kita kurangi, atau kita offset dengan logistiknya," ungkapnya.

Berdasarkan laman resmi Tripatra pada Agustus 2025 lalu, perusahaan mengkaji ekosistem SAF di KEK Sei Mangkei, Sumatera Utara, berkolaborasi dengan tim Deputi Konektivitas Berkelanjutan Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan dan para pemangku kepentingan lain.

Kegiatan tersebut bertujuan untuk memetakan potensi bahan baku POME, kesiapan infrastruktur, mekanisme distribusi, konektivitas, hingga regulasi pendukung untuk implementasi SAF secara nasional.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Peran Damkarmat Kian Strategis, Mendagri Keluarkan Surat Edaran
• 15 jam lalujpnn.com
thumb
Pemprov Jabar Genjot Kolaborasi Lewat NGO Summit 2025
• 12 jam laludetik.com
thumb
Xanana Gusmao soal Konflik Thailand-Kamboja: Ciptakan Ruang Dialog dan Diplomasi
• 11 jam lalukumparan.com
thumb
Kemenhub Kaji Pemberian Diskon Tiket Pesawat ke Aceh dan Sumatera
• 7 jam laluidxchannel.com
thumb
Polri Luncurkan Transformasi Teknologi untuk Ciptakan Kepolisian Modern dan Mandiri
• 3 jam lalupantau.com
Berhasil disimpan.