JAKARTA, KOMPAS — Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menegaskan keabsahan jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi yang disandang Suhartoyo. Tidak ada temuan pelanggaran terkait pengangkatan sosok itu sebagai ketua. Adapun persoalan keabsahan status mengemuka kembali dari sejumlah pemberitaan beberapa waktu terakhir.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna merasa perlu segera mengambil tindakan terkait beredarnya pemberitaan yang mempertanyakan status ketua yang tengah dijabat Suhartoyo, baik melalui media sosial maupun media massa.
Dorongan itu, jelas Palguna, dipengaruhi tidak adanya pelanggaran yang kemudian membuatnya harus melakukan pemeriksaan lanjutan. Lebih kurang satu bulan lamanya, ia bersama timnya mencermati berbagai pemberitaan terkait isu keabsahan tersebut.
Tidak ditemukan adanya pelanggaran terhadap Sapta Karsa Utama (etik) yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Dr Suhartoyo, SH, MH sehingga tidak terdapat alasan untuk meregistrasi persoalan tersebut.
”Majelis Kehormatan mencermati secara saksama pemberitaan dimaksud hingga saat ini. Namun, tidak ditemukan adanya pelanggaran terhadap Sapta Karsa Utama (etik) yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Dr Suhartoyo, SH, MH sehingga tidak terdapat alasan untuk meregistrasi persoalan tersebut. Maksudnya, informasi yang diperoleh dari pemberitaan tadi,” kata Palguna, di Kantor Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (11/12/2025).
Berbagai pemberitaan itu, sebut Palguna, menggunakan hasil putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT yang diajukan hakim konstitusi Anwar Usman. Dalam gugatannya, Anwar mempersoalkan Keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023 tentang Pengangkatan Ketua MK Masa Jabatan 2023-2028 tertanggal 9 November 2023.
Keputusan MK itu yang kemudian mengangkat Suhartoyo menjadi Ketua MK menggantikan Anwar. Itu merupakan tindak lanjut dari perintah Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/11/2023 yang juga memberhentikan Anwar sebagai Ketua MK akibat pelanggaran etik berat yang dilakukannya.
”Terdapat upaya yang dilakukan secara sengaja untuk menyesatkan alur penalaran yang tertuang dalam amar putusan PTUN Nomor 604/G/2024/PTUN.JKT dengan cara melepaskannya dari konteks yang tertuang dalam pertimbangan hukum putusan PTUN yang dimaksud sehingga jabatan Ketua MK yang tengah dijabat Suhartoyo menjadi seolah-olah tidak sah,” kata Palguna.
Palguna menjelaskan, sebagian gugatan Anwar memang dikabulkan seiring dikeluarkannya putusan PTUN. Salah satu yang dikabulkan termasuk membatalkan Keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023 yang mengangkat Suhartoyo sebagai Ketua MK. Tetapi, ada amar putusan lainnya yang tidak menerima permohonan Anwar untuk dikembalikan kedudukannya sebagai Ketua MK.
Di sisi lain, lanjut Palguna, MK juga sudah menindaklanjuti putusan PTUN itu dengan mengeluarkan Keputusan MK Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pengangkatan Ketua MK masa jabatan 2023-2028. Isi keputusan itu termasuk memberhentikan Anwar sebagai Ketua MK, mencabut Keputusan MK Nomor 12 Tahun 2023 tentang pengangkatan Ketua MK masa jabatan 2023-2028 tertanggal 9 November 2023, dan menetapkan Suhartoyo sebagai Ketua MK masa jabatan periode 2023-2028.
Secara substansi, lanjut Palguna, hakim-hakim MK juga telah bermufakat dalam rapat pleno untuk mengangkat ketua baru. Alhasil, pengadilan tidak bisa menerima permohonan Anwar yang meminta dipulihkan atau dikembalikan kedudukannya selaku Ketua MK seperti semula.
”Tidak benar opini yang menyatakan bahwa melalui keputusan itu, Dr Suhartoyo, SH, MH mengangkat dirinya sendiri serta pada saat yang sama tidak terdapat alasan untuk secara hukum meragukan keabsahan Dr Suhartoyo, SH, MH sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi masa jabatan 2023-2028,” kata Palguna.
Pemberitaan yang mempersoalkan keabsahan status ketua Suhartoyo mencuat setelah kedatangan praktisi hukum, Muhammad Rullyandi, ke Mahkamah Konstitusi, November lalu. Ia mengirimkan surat terbuka ke Sekretariat Jenderal MK.
Surat itu menjadi bentuk kritiknya atas tidak sahnya jabatan Ketua MK yang disandang Suhartoyo. Argumentasinya didasarkan putusan PTUN Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT. Kebetulan ia juga menjadi saksi ahli yang didatangkan dalam persidangan itu.
Bahkan, sebut Rullyandi, Suhartoyo menetapkan dirinya sendiri sebagai Ketua MK melalui Keputusan MK Nomor 8 Tahun 2024. Menurut dia, pemilihan ketua mesti melalui rapat pleno ulang. Pasalnya, surat keputusan pengangkatan Suhartoyo yang diperintahkan oleh MKMK sudah lebih dahulu dicabut. Pihaknya juga menyebut Suhartoyo tidak menjalani pengambilan sumpah sebelum memangku jabatan ketua sebagaimana UU MK.
”Saya minta mereka mundur karena sudah membiarkan Ketua MK ini tetap bersidang sebagai Ketua MK. Bagaimana keabsahan keputusan-keputusannya? Makanya, saya minta mereka harus mundur sebagai hakim MK maupun Ketua MK,” kata Rullyandi, saat dihubungi secara terpisah.




