Kementerian ESDM Ingatkan Pentingnya Manajemen Risiko di Perusahaan Migas

bisnis.com
7 jam lalu
Cover Berita

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan perhatian serius terhadap penerapan manajemen risiko di perusahaan yang bergerak di sektor minyak dan gas bumi (migas).

Faktor mitigasi terhadap risiko menjadi hal penting yang tidak boleh diabaikan guna mencegah bahaya pada operasional di sektor energi.

Sekretaris Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM Muhammad Rizwi JH menekankan bahwa manajemen risiko merupakan hal yang serius karena berkaitan dengan keselamatan dan keberlanjutan operasi perusahaan.

“Beberapa faktor penting yang harus dilakukan mulai dari identifikasi, evaluasi dan pengendalian berbagai risiko yang dapat membahayakan keselamatan operasional harus menjadi perhatian,” kata Rizwi dalam sebuah diskusi, Rabu (10/12/2025).

googletag.cmd.push(function() { googletag.display("div-gpt-ad-parallax"); });

Menurut Rizwi, kemajuan sistem informasi saat ini diikuti oleh risiko-risiko baru di sektor energi, sehingga perlu kolaborasi untuk membangun sistem siber yang aman dan mendorong kemandirian teknologi nasional.

Dalam era digital yang terus berkembang pesat, imbuhnya, keamanan informasi menjadi hal krusial. Ancaman seperti serangan cyber dapat menimbulkan dampak merusak, maka penting melakulan pendekatan terstruktur dan terukur.

Pada diskusi tersebut, turut hadir sebagai pembicara Direktur Manajemen Risiko PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk., Eri Surya Kelana dan Vice President Risk Strategy & Governance PT Pertamina International Shipping (PIS) Nico Dhamora.

Di PGN sendiri, kata Eri, perseroan terus memperkuat kelangsungan bisnis melalui penerapan Business Continuity Management System (BCMS) untuk menjawab tantangan industri gas bumi. Menurut Eri, penerapan BCMS memungkinkan PGN untuk mengidentifikasi dampak risiko bisnis, menyusun strategi mitigasi, serta mengembangkan prosedur pemulihan yang efektif demi memastikan layanan optimal kepada pelanggan.

“BCMS ini diaktifkan ketika terjadi major issue yang mengancam kelangsungan bisnis perusahaan. Untuk pelaksanaannya, ada 55 BCP [Bussiness Continuity Plan],” ujarnya. 

Eri menambahkan, sebagai perusahaan energi yang mengelola infrastruktur gas bumi nasional, PGN berkomitmen meningkatkan ketahanan operasional melalui BCMS.  Sejak 2022, emiten berkode saham PGAS itu telah mengadopsi sistem ini dan memperoleh sertifikasi ISO 22301:2019 pada 2024 & 2025, yang menjadi bukti standar internasional dalam pengelolaan kelangsungan bisnis.

Eri mengungkapkan bahwa PGN selalu mengidentifikasi risiko-risiko yang terjadi pada saat pembangunan maupun pengelolaan infrastruktur gas bumi, termasuk yang berlokasi di lepas pantai karena bersinggungan dengan ekosistem laut seperti Pipa SSWJ (South-Sumatera-West-Java).

Baca Juga : 4 Dekade Industri Migas RI: Perlu Kebijakan Harga BBM Rasional

Dari identifikasi risiko, PGN dapat memitigasi risiko yang mungkin terjadi pada bisnis yang memiliki tingkat hazard cukup tinggi. Sistem manajemen risiko juga dapat mengurangi dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif dari aktivitas operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Selain BCMS, Eri menjelaskan bahwa perusahaan juga memiliki berbagai perangkat manajemen risiko lainnya, seperti operational risk, project & counterparty risk, contingency plan, strategic risk, stress testing dan emerging risk report. Monitoring juga terus dilakukan secara rutin untuk melihat pengelolaan risiko, termasuk terkait dengan aspek HSSE.

“Manajemen risiko berperan penting dalam memastikan berjalannya operasional perusahaan sebagai backbone infrastruktur gas bumi nasional. Dengan risiko yang semakin kompleks, kami memperkuat risk intelligence agar PGN tetap tangguh, adaptif, dan berkelanjutan,” kata Eri.

Setali tiga uang, Nico Dhamora menyebut bahwa Pertamina International Shipping telah melakukan transformasi manajemen risiko dari fungsi pendukung menjadi penggerak strategis melalui penguatan infrastruktur, digitalisasi kontrol, dan internalisasi budaya risiko.

“Kadang-kadang ketika terjadi krisis, semua menjadi panik, jadi harusnya ada culture. Jadi kalau ada krisis, ada tata kelolanya,” kata Nico.

Selain itu, ujarnya, PIS memiliki karakteristik yang berbeda dengan perusahaan lain. Dalam penggunaan digitalisasi tidak hanya melihat dari sisi data. “Jadikan sebagai early warning. Di PIS kapalnya ada yang di luar Indonesia. Kita harus tahu posisi kapal di mana,” tuturnya.

Nico mengungkapkan manajemen risiko tidak hanya melibatkan upaya internal, tetapi juga melibatkan kolaborasi dengan berbagai pihak eksternal. PIS terus berkomunikasi dengan regulator, pemasok, dan klien untuk memastikan bahwa setiap tahap operasional memenuhi standar yang telah ditetapkan.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Jalan Raya Kalibata Ditutup Pasca-pengeroyokan 2 Mata Elang, Brimob Berjaga
• 8 jam lalukompas.com
thumb
Kemenhut Kaji Longsoran Luar Biasa di 2 DAS Agam–Padang, Kondisi Kawasan Konservasi Ikut Dipantau
• 17 jam laluliputan6.com
thumb
Jadwal Timnas Indonesia U-22 di SEA Games 2025, Indra Sjafri Wajib Bawa Garuda Muda Menang
• 4 jam lalutvonenews.com
thumb
Kapolri Tinjau Posko Pengungsian di Aceh Tamiang
• 18 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Mobil Boks Bawa MBG Tabrak Siswa SDN 01 Kalibaru: 19 Orang Luka, 1 Masuk ICU
• 21 jam lalukumparan.com
Berhasil disimpan.