Tak Ada ASI, Bayi di Pengungsian Aceh Tamiang Bertahan dengan Air Tajin

katadata.co.id
1 jam lalu
Cover Berita

Di tengah deretan tenda pengungsian yang berdiri di atas Jembatan Kualasimpang, tangis seorang bayi baru lahir pecah. Usianya belum genap sebulan, tetapi hidupnya sudah dimulai dengan ujian berat, mulai dari kehilangan rumah hingga bertahan hanya dengan seteguk air tajin setelah banjir bandang menyapu Desa Sukajadi, Kabupaten Aceh Tamiang.

Nenek bayi tersebut, Desi (45) mengingat hujan mulai turun pada 21 November dan tak berhenti selama empat hari. Pada malam pertama, angin bertiup kencang sebelum air masuk ke rumahnya pada 22 November. Meski sudah mendapat kabar debit Sungai Tamiang naik, ia dan warga lain memilih bertahan di rumah.

“Saya masih bertahan karena tidak pernah melihat air setinggi itu. Kami akhirnya mengevakuasi diri ke pinggir jalan sebelum mengungsi ke lantai dua ruko depan Kantor Bupati Aceh Tamiang,” kata Desi, Kamis (11/12).

Namun, air meluap dan menghanyutkan bonggolan bonggolan kayus besar yang menghancurkan rumah-rumah kayu di sempadan sungai. Satu-satunya akses dari Medan menuju Aceh Tamiang tertutup longsor. Material yang pernah menimbun jalan itu masih terlihat sepanjang sekitar 200 meter. 

Kondisi Desa Tramiang yang luluh lantah terhanyut banjir (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.)

 

Di sepanjang jalur menuju Kantor Bupati, truk-truk tangki tampak saling bertumpuk akibat tingginya genangan air. Garis bekas banjir masih terlihat mendekati genting rumah dan ruko.

Bayi Baru Lahir Bertahan dengan Air Tajin

Di tengah kondisi itu, keluarga Desi harus bertahan dengan kondisi tak biasa. Dia baru saja menyambut cucu pertama pada 18 November 2025. Ketika banjir datang, bayi itu baru berusia empat hari.

Beruntung salah satu keluarga Desi, Suhaibah (38) memiliki rumah toko atau ruko dua lantai. Desi beserta seluruh keluarganya pun mengungsi di lantai dua ruko. Namun selama tiga hari pertama, mereka harus menghuni tempat itu bersama dengan dua keluarga lainnya.

Suhaibah juga yang berenang sekitar dua kilometer melawan arus banjir untuk mencari air tajin. Pasalnya, kejadian banjir tersebut membuat ibu sang bayi, Sri Novota Rizky (20) tertekan dan kelaparan hingga sulit mengeluarkan air susu ibu (ASI).

“Selama tiga hari pertama, cucu Desi hanya menangis. Tapi ada orang baik di pengungsian yang memberi air tajin dan bubur. Itu yang menyelamatkan tiga keluarga kami,” kata Suhaibah.

Sri Novita Rizki (20), ibu sang bayi, mengatakan anaknya kini kerap demam. Ia belum mendapatkan perawatan medis setelah harus mengungsi hanya dua hari pasca melahirkan.

Kondisinya memang lebih baik dibanding ketika ia harus berpuasa tiga hari tanpa makanan. Namun bayinya masih membutuhkan popok dan minyak telon agar tidak mudah sakit.

“Saya sempat mengalami pendarahan. Belum ada dokter anak yang memeriksa bayi saya. Tapi sekarang kami bisa dapat obat kalau bayinya demam,” katanya.

Mengungsi di Tenda

Warga Sukajadi sempat terisolasi hingga 25 November 2025. Selama tiga hari setelah banjir setinggi tiga meter merendam wilayah itu pada 22 November, mereka kehilangan akses terhadap air bersih dan pangan.

Desi dan keluarganya pun pindah ke tenda pengungsian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang berdiri di atas Jembatan Kualasimpang.  Mayoritas warga Desa Sukajadi yang dihuni 2.200 penduduk itu memenuhi tenda pengungsian itu, karena rumahnya rata dengan tanah dan berubah menjadi hamparan lumpur.

Sementara itu, beberapa warga masih tampak menyusuri bekas desa mereka, berupaya menyelamatkan apa pun yang tersisa dari timbunan lumpur. Kondisi tersebut menyebabkan banyak warga kesulitan mendapatkan makanan.

Kondisi dapur darurat di Tamiang Aceh (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.)

Salah satu petugas yang menjaga pangan hasil bantuan,Eka Rosdiana, mengatakan kerap menolak beberapa orang yang datang ke pos yang dijaganya untuk meminta minyak goreng, mi instan, maupun susu bubuk. Eka menyampaikan dirinya harus memastikan seluruh kebutuhan pangan warga Desa Sukajadi terpenuhi sebelum memberikan pagan bantuan ke orang lain.

Eka menilai kebutuhan pangan Desa Sukajadi kini sudah cukup, walaupun akses terhadap protein hanya dari sarden kaleng dan telur ayam. Karena itu, jenis bantuan yang sangat dibutuhkan Desa Sukajadi saat ini adalah tangki penyimpanan air bersih, toilet portable, selimut, dan kasur. Sebab, Desa Sukajadi hanya mendapatkan air bersih antara tiga sampai empat hari sekali.

"Saat ini kami kekurangan air bersih karena tidak memiliki tangki air bersih. Untuk menyimpan air, kami hanya bisa memanfaatkan ember kecil," kata Eka.

 (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.)

 

Meski bantuan mulai berdatangan, kehidupan warga Sukajadi masih jauh dari rasa aman. Mereka masih membutuhkan berbagai dukungan agar mampu bertahan dan perlahan merajut kembali masa depan, termasuk bagi seorang bayi baru lahir, yang sejak hari-hari pertamanya harus berjuang di tengah keterbatasan.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Air Mata Pramono di Balik Tragedi Mobil MBG Tabrak Puluhan Siswa
• 1 jam lalukompas.com
thumb
Bikin Kejutan, Skateboarder 11 Tahun asal Indonesia Tembus Babak Final SEA Games 2025
• 6 menit lalutvonenews.com
thumb
Tayang Hari Ini di Netflix, Intip Cerita Seru dari Para Pemeran Film ‘Lupa Daratan’
• 11 jam lalubeautynesia.id
thumb
Sempat Tegaskan Putus, Ari Lasso Kembali Mesra dengan Dearly Joshua
• 20 jam laluintipseleb.com
thumb
Kemenperin Dorong Penguatan Standardisasi dan Layanan Industri
• 21 jam lalutvrinews.com
Berhasil disimpan.