JAKARTA, KOMPAS.com - Di sebuah sudut Jakarta Timur, berdiri Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 9, sekolah berasrama yang menjadi rumah baru bagi puluhan remaja dari keluarga pra-sejahtera.
Bagi banyak dari mereka, inilah pertama kalinya menjalani hidup dengan rutinitas teratur, kedisiplinan ketat, dan dukungan penuh dari guru, wali asrama, serta para pekerja sosial.
Enam bulan berlalu, perubahan besar mulai terlihat.
Enam bulan mungkin terdengar singkat, tapi di SRMA 9 Jakarta Timur, disitulah masa ketika anak-anak belajar mengenali diri, membangun disiplin, dan menemukan harapan baru.
Baca juga: Kuburan Rumah Bekas Banjir di Aceh Tamiang: Dikelilingi Lumpur, Jadi Tak Layak Huni
Dari pagi yang dimulai sebelum azan hingga malam yang berakhir pukul sembilan, mereka belajar bahwa masa depan adalah soal usaha, bukan keberuntungan semata.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=indepth, Perubahan positif, sekolah rakyat menengah atas, Kedisiplinan Remaja, Dukungan Guru dan Wali Asrama&post-url=aHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8xMi8wOTA0MjAyMS9jZXJpdGEtc2F0dS1zZW1lc3Rlci1zaXN3YS1zcm1hLTktZHVsdS1rZXN1bGl0YW4tYmFjYS1raW5pLWJlcmFuaS1taW1waQ==&q=Cerita Satu Semester Siswa SRMA 9: Dulu Kesulitan Baca, Kini Berani Mimpi Kuliah§ion=Nasional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Di sekolah kecil berasrama ini, disiplin bukan hukuman melainkan pintu menuju kehidupan yang mungkin tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Guru Bimbingan Konseling di sekolah tersebut, Ika Indah Ngawarni, masih mengingat bagaimana gambaran anak-anak itu ketika pertama kali masuk.
Sebagian besar belum mampu memahami bacaan sederhana.
Ia menyebutnya sebagai proses membangun fondasi logika berpikir.
“Empat bulan pertama penuh latihan,” cerita Ika, Kamis (11/12/2025).
Selama dua kali seminggu, lanjut Ika, anak-anak mengikuti kegiatan literasi, membaca buku, belajar menganalisis isi, hingga menulis ulasan.
“Sekarang tinggal 20–30 persen yang masih kesulitan,” ujar Ika.
Bakat mereka pun mulai muncul. Setelah melalui tes DNA pemetaan minat-bakat, anak-anak menemukan potensi diri.
Ada yang menonjol di desain grafis, ada yang kuat di bahasa, ada pula yang berbakat kinestetik.



