FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kembali mengenang pesan moral yang diwariskan mertuanya, Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo.
Dikatakan SBY, almarhum dikenal sebagai sosok prajurit yang memegang teguh kesetiaan terhadap negara, apa pun situasi yang terjadi.
Pesan itu disampaikan SBY saat berziarah ke makam Sarwo Edhie di TMP Kalibata, Selasa (9/12/2025).
Ia menceritakan bagaimana sang mertua selalu berada di barisan menjaga Tanah Air, bahkan ketika menghadapi ajakan-ajakan politik yang berpotensi mengguncang negara.
SBY menuturkan, Sarwo Edhie pernah didatangi pihak-pihak yang tidak puas terhadap pemerintah dan diminta ikut dalam sebuah gerakan. Namun responsnya langsung tegas.
“Jawaban beliau singkat dan tegas, apapun yang terjadi ini negara kita. Kalau ingin memberi masukan kepada pemerintah, sampaikan dengan cara yang baik, bukan dengan melawan,” ujar SBY dikutip pada Jumat (12/12/2025).
Lanjut SBY, keyakinan itu lahir dari kesadaran Sarwo Edhie bahwa Indonesia dibangun dari pengorbanan rakyat, pejuang, dan tentara sejak awal kemerdekaan.
“Beliau berpesan, sekalipun suatu saat pemimpin dianggap tidak lurus, jangan pernah membenci negaramu. Dengan segala kekurangannya, ini adalah negara kita,” lanjutnya.
SBY menegaskan, pesan tersebut menjadi pedoman moral yang selalu diingatnya.
“Beliau mengajarkan bahwa kritik itu boleh, nasihat itu perlu, tetapi jangan pernah mengkhianati negara yang kita dirikan dan kita perjuangkan bersama,” tegas SBY.
Tak hanya meninggalkan teladan moral, Jenderal Sarwo Edhie juga memiliki rekam jejak panjang dalam menjaga keutuhan NKRI.
SBY menyinggung kembali peran sentral sang mertua saat jajak pendapat Papua yang digelar PBB, sebuah momen bersejarah yang menentukan masa depan provinsi itu.
“Waktu jajak pendapat di Papua yang diselenggarakan PBB, almarhum menjabat sebagai Pangdam Cendrawasih. Tugas beliau menjaga stabilitas dan kelancaran jalannya proses penentuan sikap rakyat Papua,” SBY menuturkan.
Di luar Papua, Sarwo Edhie tercatat berada di berbagai operasi militer penting sejak 1945.
Ia terjun langsung di medan pertempuran, termasuk dalam Palagan Ambarawa, salah satu titik balik perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
“Pada masa itu dunia sempat meragukan keberadaan Indonesia sebagai negara. Tapi melalui perlawanan rakyat dan tentara, termasuk di Palagan Ambarawa, dunia mulai membuka mata dan akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia pada 1949,” ungkapnya.
Sepanjang karier militernya, Sarwo Edhie lebih banyak berdinas di satuan elit RPKAD yang kini dikenal sebagai Kopassus dan terlibat dalam berbagai operasi besar seperti Operasi Trikora dan Dwikora.
(Muhsin/fajar)


:quality(80):format(jpeg)/posts/2025-12/12/featured-a2a9c8d2e9396bc51858eb19735ce21b_1765496975-b.jpg)

