Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan industri keramik nasional, khususnya tableware dan glassware, masih menghadapi tingkat utilisasi yang rendah akibat gempuran produk impor yang terus meningkat. Menurutnya, perlunya penguatan daya saing dan langkah strategis agar sektor ini dapat memaksimalkan kapasitas produksinya serta mempertahankan posisi di pasar domestik.
“Kedua subsektor industri ini, menurut pandangan kami, memiliki struktur industri yang kuat, berbasis sumber daya lokal, dan memiliki potensi pasar yang terus berkembang,” kata Menperin saat membuka acara Pameran Industri Ceramic Tableware dan Glassware (Twinfest 2025) di Gandaria City, Jakarta, Jumat (12/12).
Industri keramik tableware dalam negeri memiliki kapasitas terpasang sebesar 250 ribu ton, dengan utilisasi sekitar 52 persen. Menurut Agus, angka tersebut masih rendah disebabkan karena gempuran produk keramik dan gelas kaca impor di pasar domestik.
“Melihat Ketua Asaki (Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia) yang terus mengangguk saat saya menyinggung banjir impor, saya dapat menyimpulkan bahwa rendahnya angka utilisasi ini karena memang gempuran dari produk-produk impor masih terasa mengganggu industri dalam negeri kita,” tuturnya.
Secara rinci, pangsa pasar industri keramik tableware telah mencapai angka 78 persen. Namun, jika diperhatikan, tingkat konsumsi keramik per kapita di Indonesia dinilai masih sangat rendah. Untuk itu, Menperin menilai hal tersebut perlu menjadi perhatian agar semakin banyak rumah tangga di tanah air menggunakan produk berbasis keramik.
Selain itu, subsektor glassware atau kemasan kaca dalam negeri memiliki kapasitas produksi mencapai 740 ribu ton per tahun, dengan utilisasi di angka 51 persen, serta pangsa pasar domestik sekitar 65 persen. Kinerja ekspor industri ini sepanjang 2024 mencapai USD 97 juta atau 128 ribu ton (22 persen dari total produksi), dengan negara tujuan utama adalah Filipina, Brasil, dan Vietnam.
“Permintaan pasar domestik dan pasar ekspor produk keramik dan kaca yang terus tumbuh, menunjukkan peluang pengembangan industri keramik, tableware dan glassware, nasional sangat prospektif. Namun demikian, di saat yang sama kita harus waspada terhadap penetrasi bahkan lonjakan impor produk sejenis di waktu mendatang,” ujar Menperin.
Untuk itu, Kemenperin terus berupaya menghadirkan berbagai kebijakan strategis untuk menjaga iklim usaha dan investasi di sektor keramik tableware dan glassware.
Kebijakan strategis ini meliputi beberapa langkah yaitu penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib pada produk keramik untuk melindungi industri nasional dari banjir produk impor yang tidak memenuhi standar mutu, kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sebesar USD 7 per MMBTU, sertifikasi Produk Halal sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2024, dan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
“Ini bukan soal keramik, tapi kemarin kami mendapatkan laporan bahwa ditemukan masuknya produk kabel impor tidak ber-SNI, bahkan produk impor ilegal tidak ber-SNI itu masuk ke dalam meja pemerintah,” tegasnya.
Agus meminta kepada seluruh pelaku industri melaporkan setiap dugaan penyimpangan agar pemerintah khususnya Kemenperin dapat melakukan penindakan. Dia juga mengajak pelaku industri dalam negeri khususnya sektor keramik dan kaca untuk memperkuat dan memperluas langkah korporasi strategis, melalui adopsi teknologi terbaru untuk meningkatkan riset dan pengembangan produk, serta inovasi desain produk, sebagai panduan arah pengembangan teknologi industri, serta akselerasi transformasi industri manufaktur.
"Untuk memperkuat daya saing industri keramik, tableware dan glassware, Kemenperin telah menginisiasi Peta Jalan Making Indonesia 4.0, yang pelaksanaannya juga mencakup industri keramik, tableware dan glassware. Transformasi ini dilakukan melalui empat langkah, yaitu efisiensi proses produksi dan upgrade teknologi, penerapan green technology, modernisasi pabrik dengan digitalisasi, serta inovasi desain orisinal yang mengangkat identitas Indonesia," tambahnya.




