FAJAR, MAKASSAR — Perwakilan Warga Haryanto menduga ada rekayasa administrasi pertanahan yang dilakukan oleh Pemprov Sulsel pada lahan tersebut.
Perolehan 500 hektare lahan sebagai aset pemerintah itu didapatkan dari hibah salah seorang pemangku adat yang ada di sana yang ditujukan untuk pembangunan kelapa sawit oleh Andi Hamid.
Ia menilai pengalihfungsian lahan menjadi Markas TNI tidak sejalan dengan semangat hibah lahan tersebut.
“Saya ingin bertanya kepada Kepala BKD, yang namanya hibah Pak, contoh gini. Saya hibahkan saya punya milik tanah untuk pembangunan rumah sakit. Kemudian di belakang hari ternyata bukan rumah sakit yang dibangun, tetapi lapangan sepak bola. Terus bagaimana posisi hibahnya? Jadi hibah, dia harus bersesuaian dengan kondisi awalnya untuk apa lahan itu dihibahkan, kalau itu adalah hibah,” tukasnya.
Ia juga menilai kejanggalan upaya ganti rugi tanah dan tanaman yang rencananya akan dilakukan kepada petani. Sebab, menurut ia, pada lahan yang dihibahkan tidak boleh ada transaksi di atasnya.
“Makanya kami menduga bahwa di situ ada rekayasa administrasi, manipulasi data yang dilakukan oleh pihak Pemprov,” bebernya.
Ia menegaskan bahwa masyarakat sama sekali tidak menolak adanya rencana pembangunan YON TP di desa Rampoang. Namun, ia tidak ingin ada manipulasi dokumen dalam penghibahan lahan tersebut kepada Kodam dan batal secara hukum. Ia menyebut itu dapat merugikan keuangan negara, TNI, dan masyarakat.
“Pertanyaan saya, siapa yang mau bertanggung jawab ketika pembangunan YON TP yang ada di desa Rampoang tersebut sudah terbangun, namun ternyata lahan tersebut terbukti direkayasa secara administrasi atau cacat hukum secara administrasi,” katanya.
Haryanto juga mengemukakan alasan masyarakat enggan meninggalkan lahan tersebut karena mereka sudah menguasai lahan itu puluhan tahun lamanya. Namun, sekarang lahan itu dihibahkan kepada Kodam dengan masih meninggalkan kecurigaan di benak masyarakat tekait kepastian status lahan tersebut.
Ia menilai adanya kejanggalan dalam penghibahan lahan dari orang yang bernama Opu Onang sebesar 500 hektare kepada pemprov karena dianggap sebagai pemangku adat di daerah tersebut.
“Artinya kalau ada hibah itu dilibatkan semua masyarakat, pemangku adat yang ada di situ, tapi itu tidak pernah terjadi. Sekarang saya mau minta sebentar berkas dari Pemprov terkait hibah Opu Onang kepada Pemprov sebesar 500 hektare, ingat ki bahwa hibah itu tidak boleh ada transaksi di atasnya,” tandasnya. (uca)





