FAJAR, MAKASSAR — Keterlambatan pembayaran honorarium Pendamping Manajemen Operasional (PMO) dan Business Assistant (BA) untuk November 2025 kembali menimbulkan kekecewaan di kalangan tenaga lapangan.
Meski mekanisme pembayaran seharusnya dilakukan pada awal bulan berikutnya, hingga pertengahan Desember sebagian PMO masih belum menerima haknya. Kondisi ini memunculkan sorotan terhadap kinerja Dinas Koperasi Sulawesi Selatan sebagai pihak pelaksana di daerah.
Dalam keterangan internal yang beredar, Dinas Koperasi Sulsel menyampaikan bahwa proses pengajuan supplier ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dilakukan pada 1–2 Desember 2025, lalu di-approval pada 3 Desember. Pengajuan pembayaran sendiri sudah diajukan sejak 4 Desember dan diklaim sesuai petunjuk pelaksanaan dari kementerian. Namun demikian, fakta di lapangan menunjukkan bahwa penyelesaian administrasi oleh dinas jauh dari kata tuntas.
Sejumlah hambatan baru diketahui muncul setelah berkas beberapa PMO dan BA ditolak berulang kali oleh KPPN karena adanya data yang sudah terdaftar di satker lain. Kendala teknis itu sebenarnya dapat diantisipasi bila Dinas Koperasi melakukan verifikasi lebih awal, sebab pengecekan supplier merupakan syarat mendasar sebelum masuk ke proses SPM dan SP2D. Keterlambatan ini memperpanjang proses pencairan dan merugikan para tenaga lapangan yang bergantung pada honor tersebut.
Sementara itu, dinas menyebut bahwa kewenangan pencairan berada sepenuhnya di tangan KPPN dan alasan keterlambatan disebabkan oleh antrean ribuan dokumen akhir tahun. Namun, praktisi administrasi keuangan menilai bahwa narasi tersebut tidak menghapus tanggung jawab dinas. Dalam mekanisme pembayaran LS Langsung Tipe 6 — yang seharusnya menjadi jalur tercepat — satker memiliki kewajiban memastikan data penerima lengkap dan tidak bermasalah agar KPPN dapat memprosesnya tanpa penolakan.
Kondisi ini semakin diperparah dengan kenyataan bahwa PMO di sejumlah provinsi lain telah menerima honor tepat waktu. Adapun di Sulsel, kegagalan memastikan kesiapan dokumen justru menjadi penyebab utama keterlambatan. Mekanisme yang melibatkan LS Bendahara ataupun TUP juga menambah risiko molornya pembayaran apabila bendahara tidak sigap atau tidak melakukan pengecekan sejak awal.
Sejumlah PMO provinsi mengaku telah berupaya meminta kejelasan dari pihak Dinas Koperasi Sulsel, namun hingga kini belum ada kepastian. Bahkan, beberapa sumber menyebutkan bahwa dua pejabat PMO provinsi — yang sewajarnya memberikan informasi — tidak memberikan keterangan jelas terkait mandeknya pembayaran ketika ditanya oleh tenaga lapangan.
Pada akhirnya, meskipun dinas menutup penjelasannya dengan permohonan agar situasi ini dimaklumi, para PMO dan BA menilai bahwa keterlambatan pembayaran adalah bentuk kelalaian manajemen yang seharusnya tidak terjadi.
Mereka berharap ke depan proses verifikasi supplier, pengajuan pembayaran, dan koordinasi dengan KPPN dapat dilakukan lebih cepat, akurat, dan transparan sehingga hak tenaga lapangan tidak lagi tertunda. (edy)


/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2025%2F12%2F12%2Fb877fdd7-0cf4-3dc9-a223-ca3eb4c73368_heic.jpg)

/https%3A%2F%2Fcdn-dam.kompas.id%2Fimages%2F2025%2F10%2F03%2F5e85d81aa8f33176ee2566784e8ef75d-AP25275807377974.jpg)
