Tahun Penuh Kelabu, Mampukah Ketum PSSI Erick Thohir Meloloskan Indonesia di Piala Dunia 2030?

harianfajar
3 hari lalu
Cover Berita

FAJAR, MAKASSAR – Tahun 2025 tampaknya menjadi fase gelap dalam perjalanan sepak bola Indonesia, khususnya pada level kelompok usia. Kegagalan Timnas Indonesia U-22 di SEA Games 2025 kembali menegaskan bahwa regenerasi skuad Garuda belum berada pada rel yang ideal—sebuah sinyal bahaya bagi proyek besar PSSI di bawah Erick Thohir: lolos ke Piala Dunia 2030.

Evaluasi kekuatan sebuah negara dalam sepak bola modern bukan hanya diukur dari performa tim senior, tetapi dari fondasi tim kelompok usia. Kekuatan U-22 sebagai tulang punggung masa depan menjadi indikator paling jujur. Dan SEA Games, yang selama ini menjadi panggung eksplorasi talenta muda, justru menghadirkan kenyataan pahit.

Di ajang ini, pelatih Indra Sjafri diberikan keleluasaan penuh untuk membangun tim. Ia diberi ruang mencari talenta terbaik di klub-klub Liga 1 dan Liga 2, termasuk menyeleksi pemain naturalisasi untuk memperkuat komposisi skuad. Bahkan, PSSI sampai meliburkan kompetisi demi menjaga fokus Garuda Muda mengejar target medali emas.

Namun seluruh dukungan, strategi, dan harapan itu runtuh begitu saja.

Kandasnya Misi Garuda Muda

Harapan Indonesia untuk melaju ke semifinal SEA Games 2025 berakhir tragis. Meski menutup laga terakhir Grup C dengan kemenangan 3-1 atas Myanmar pada Jumat (12/12), hasil tersebut tak cukup untuk membuat Garuda Muda menjadi runner-up terbaik.

Indonesia kalah produktivitas gol dari Malaysia. Malaysia mencetak empat gol dan kebobolan tiga, sementara Indonesia hanya mampu mencetak tiga gol dan kebobolan dua.

Padahal, secara permainan, Indonesia sebenarnya mengawali laga terakhir itu dengan intensitas tinggi. Di Stadion 700th Anniversary, Chiang Mai, Thailand, para pemain langsung menekan sejak menit awal demi mengejar kemenangan dengan margin besar.

Banyak Peluang, Minim Eksekusi

Indonesia memperoleh peluang pertama pada menit keempat melalui Rayhan Hannan yang menerima umpan Mauro Zijlstra. Namun bola masih melebar tipis. Myanmar kemudian membalas lewat serangan balik, namun pertahanan Garuda Muda masih sigap.

Peluang kembali hadir di menit ke-17 melalui Toni Firmansyah, tetapi sepakan bola liarnya masih menyamping.

Justru kelengahan di lini belakang membuat Indonesia tertinggal lebih dulu. Menit ke-29, Min Maw Oo mencetak gol memanfaatkan transisi cepat setelah menerima umpan Zaw Win Thein. Bola ditembakkan ke pojok kanan gawang tanpa bisa ditepis Daffa Fasya. Indonesia tertinggal 0-1.

Garuda Muda sempat mengancam lewat Mauro Zijlstra di pengujung babak pertama, namun dua peluangnya masih digagalkan kiper Myanmar.

Gol penyama baru hadir di masa injury time babak pertama. Tendangan penjuru Dony Tri Pamungkas gagal diamankan kiper Myanmar, dan Toni Firmansyah mencocor bola liar untuk mengubah kedudukan menjadi 1-1.

Dramatis, Tapi Tetap Tak Cukup

Memasuki babak kedua, Indonesia mempertahankan dominasi. Kadek Arel, Ivar Jenner, dan Dony Tri bergantian menebar ancaman. Tetapi penyelesaian yang buruk berulang kali membuat kesempatan sia-sia.

Zijlstra sempat mendapat peluang emas namun bola hanya mengenai mistar pada menit ke-72.

Gol kedua baru lahir di menit ke-89 lewat Jens Raven setelah memanfaatkan sundulan Muhammad Ferarri. Raven kembali mencetak gol di injury time untuk membuat skor menjadi 3-1—namun tetap tak cukup menyelamatkan Indonesia dari tersingkirnya mereka di fase grup.

Pertanyaan Besar untuk Proyek Besar Erick Thohir

Kegagalan ini menghadirkan tanda tanya besar: Apakah Indonesia benar-benar siap mengejar target lolos ke Piala Dunia 2030?

Selama ini, Erick Thohir menegaskan bahwa penguatan ekosistem pemain muda menjadi fondasi utama membangun masa depan tim nasional. Namun kenyataan terbaru justru menunjukkan bahwa kualitas tim kelompok usia belum stabil. Sistem talent ID belum efektif, kompetisi usia muda belum berjalan ideal, dan ketergantungan pada beberapa pemain naturalisasi makin terlihat.

SEA Games bukan turnamen utama sepak bola Asia. Namun kegagalan di ajang ini menunjukkan betapa rentannya kedalaman skuad penerus Garuda.

Jika generasi U-22 saja belum mampu menembus semifinal kompetisi level Asia Tenggara, bagaimana mungkin Indonesia menembus level global hanya dalam lima tahun ke depan?

Erick Thohir tentu masih punya waktu untuk memperbaiki fondasi besar yang sedang dibangun. Namun tahun ini menjadi alarm keras: regenerasi harus dibenahi, kompetisi usia muda harus diperkaya, dan struktur pembinaan harus diperkuat.

Piala Dunia 2030 mungkin masih dalam jangkauan optimisme, tetapi realitas di lapangan mengisyaratkan hal lain.

Starting XI Indonesia vs Myanmar

Indonesia U-22 (4-3-3):
Daffa Fasya; Frengky Missa, Kadek Arel, Kakang Rudianto, Robi Darwis; Toni Firmansyah, Ivar Jenner, Rayhan Hannan; Dony Tri, Mauro Zijlstra, Rafael Struick.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Satgas PKH Buka-Bukaan Pola Dibalik Tambang Ilegal: Ada Pemodal Besar!
• 9 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
Pemkot Samarinda-IKN bersiap buka penerbangan Samarinda-Kuala Lumpur
• 22 jam laluantaranews.com
thumb
Gugat Cerai Ridwan Kamil, Viral Ungkapan Lawas Atalia Praratya, Ngaku Siap Mundur Jika Suami Selingkuh
• 10 jam lalugrid.id
thumb
Minggu Kedua Desember, Harga Minyak Sepekan Turun Lebih dari 4%!
• 23 jam laluwartaekonomi.co.id
thumb
NU-Muhammadiyah Dinilai Terlau Dekat dengan Kekuasaan, Ini Dampaknya
• 18 jam lalumediaindonesia.com
Berhasil disimpan.