Bisnis.com, JAKARTA – Chief Economist PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede menilai fokus pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu diperkuat agar implementasi kebijakan relaksasi kredit bagi korban terdampak banjir di wilayah Sumatra tidak disalahgunakan.
Josua menyampaikan, OJK perlu memperkuat pengawasannya pada disiplin verifikasi, disiplin restrukturisasi, dan disiplin pelaporan.
“Agar implementasi kebijakan tidak disalahgunakan, fokus pengawasan OJK perlu diperkuat,” kata Josua kepada Bisnis, Jumat (12/12/2025).
Pada tahap verifikasi, Josua menyebut bahwa OJK perlu memastikan bank dan lembaga pembiayaan memiliki bukti terdokumentasi bahwa debitur benar terdampak, misalnya berbasis lokasi, sektor, dan tingkat kerusakan, serta dilakukan pencocokan dengan data pemerintah daerah dan otoritas kebencanaan.
Tanpa itu semua, lanjut dia, risiko debitur yang tidak terdampak ikut meminta restrukturisasi akan meningkat dan kualitas portofolio menjadi semu.
Kemudian pada tahap restrukturisasi, Josua menyebut bahwa OJK perlu menilai apakah skema keringanan disusun berdasarkan kemampuan bayar yang realistis dan rencana pemulihan usaha, bukan sekadar memperpanjang tenor untuk menunda pengakuan masalah.
Baca Juga
- Industri Jasa Keuangan Harus Perkuat Manajemen Risiko, Tak Sekadar Menyalurkan Kredit
- Bank Capital dan Bank Sampoerna Kerja Sama Penyediaan Kredit bagi Pensiunan
- OJK Relaksasi Kredit Korban Banjir, Ini Respons Bankir
“Ini penting karena sekalipun kualitas kredit dipertahankan, risiko gagal bayar tetap ada dan OJK sendiri menekankan perlunya pencadangan untuk mengantisipasi risiko tersebut,” tuturnya.
Selanjutnya dari sisi pelaporan dan pemantauan, OJK perlu menutup celah turunnya kualitas data dengan meminta pelaporan khusus yang lebih rinci untuk portofolio terdampak bencana, mengingat regulator memberi kelonggaran tenggat pelaporan bagi lembaga jasa keuangan terdampak.
Menurutnya, pengawasan berbasis data perlu dipadukan dengan pemeriksaan tematik di lapangan pada sampel bank dan lembaga pembiayaan di wilayah terdampak untuk mendeteksi pola yang tidak wajar, seperti restrukturisasi massal tanpa asesmen, pembiayaan baru yang pada praktiknya dipakai menutup kewajiban lama tanpa pemulihan usaha, atau pemecahan plafon agar terlihat memenuhi kriteria.
Dia meyakini dengan kombinasi verifikasi yang ketat, standar restrukturisasi yang berbasis kelayakan pemulihan, dan pelaporan rinci yang diuji lewat pemeriksaan tematik, kebijakan tiga tahun ini dapat tetap menjadi bantalan pemulihan ekonomi daerah tanpa berubah menjadi ruang penyimpangan.
Untuk diketahui, OJK menetapkan kebijakan pemberian perlakuan khusus atas kredit/pembiayaan kepada debitur yang terkena dampak bencana banjir dan longsor di Provinsi Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
Kebijakan yang ditetapkan pada Rapat Dewan Komisioner OJK ini berlaku dalam jangka waktu hingga tiga tahun sejak ditetapkan pada 10 Desember 2025.
“Pemberian perlakuan khusus itu dilakukan sebagai bagian dari mitigasi risiko agar bencana tidak berdampak sistemik, serta untuk mendukung percepatan pemulihan aktivitas ekonomi daerah,” tulis OJK dalam keterangannya, Kamis (11/12/2025).
Tata cara perlakuan khusus terhadap kredit atau pembiayaan perbankan, Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya (PVML) yang diberikan kepada debitur terdampak bencana mengacu pada POJK No. 19/2022 tentang Perlakuan Khusus untuk Lembaga Jasa Keuangan pada Daerah dan Sektor Tertentu di Indonesia yang Terkena Dampak Bencana (POJK Bencana).
Perlakuan khusus itu mencakup sejumlah sektor jasa keuangan, mulai dari kredit perbankan, pembiayaan multifinance, hingga asuransi.
Perlakuan khusus atas kredit/pembiayaan kepada debitur yang terkena dampak bencana mencakup:
- Penilaian kualitas kredit/pembiayaan berdasarkan ketepatan pembayaran (satu pilar) untuk plafon sampai dengan Rp10 miliar.
- Penetapan kualitas lancar atas kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi. Restrukturisasi dapat dilakukan terhadap pembiayaan yang disalurkan baik sebelum maupun setelah debitur terkena dampak bencana. Untuk Penyelenggara LPBBTI, restrukturisasi dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari pemberi dana.
- Pemberian pembiayaan baru terhadap debitur yang terkena dampak dengan penetapan kualitas kredit secara terpisah untuk kredit, pembiayaan, penyediaan dana lain baru (tidak menerapkan one obligor).





