Teori Paradixia, Terobosan Baru Atur AI ala Doktor Muda dari Bali

viva.co.id
23 jam lalu
Cover Berita

Denpasar, VIVA — Teori PARADIXIA, sebuah kerangka regulasi kecerdasan buatan berbasis nilai Pancasila, resmi diperkenalkan Efatha Filomeno Borromeu Duarte dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor Fakultas Hukum Universitas Udayana, Jumat, 12 Desember 2025.

Konsep ini menjadi tawaran baru untuk mengisi kekosongan hukum dalam pengaturan Artificial intelligence (AI) di Indonesia.

Baca Juga :
Aktris Film Dewasa Bonnie Blue Divonis Denda Rp 200 Ribu karena Langgar Lalu Lintas
Ekspansi Gudang Pintar Berbasis AI Jadi Senjata Baru Perang Efisiensi Logistik di Indonesia

Efatha, yang juga kader Pemuda Katolik Komda Bali Bidang Riset dan Teknologi, meraih gelar Doktor Ilmu Hukum setelah mempertahankan disertasi berjudul Hakekat Pengaturan Robot dan Kecerdasan Buatan di Indonesia. 

Seiring meningkatnya pemanfaatan AI di sektor publik, pendidikan, keuangan, dan keamanan, PARADIXIA disebut berpotensi menjadi dasar penyusunan regulasi nasional yang lebih komprehensif.

“Kerangka ini menggabungkan aspek etika, akuntabilitas, dan kedaulatan digital, menjadikannya relevan bagi pembuat kebijakan,” kata Efatha dikutip Sabtu, 13 Desember 2025.

Ia lulus dengan IPK 3,89 dan menjadi doktor ke-168 Fakultas Hukum Universitas Udayana. Ketua sidang, Prof. Dr. I Putu Sudarma Sumadi, S.H., SU., menilai gagasan tersebut relevan dengan kebutuhan nasional menghadapi perkembangan teknologi digital.

PARADIXIA disusun dari sembilan elemen yaitu, Pancasila Ethic, Anthropocentric Law, Reflexive Humanity, Algorithmic Accountability, Digital Sovereignty, Informational Justice, eXistential Intelligence, Integrity of Ethics, dan Accountability Civilization.

Kerangka ini menegaskan tiga prinsip utama, yakni AI harus berlandaskan nilai Pancasila, manusia tetap menjadi pengendali keputusan krusial, dan pengembang wajib transparan serta bertanggung jawab atas risiko algoritma.

Efatha juga menawarkan model tanggung jawab berjenjang (tiered liability) yang disesuaikan dengan tingkat risiko teknologi. Risiko tinggi diatur melalui strict liability, risiko sedang dengan presumed liability, dan risiko rendah berbasis negligence. Model ini dinilai memberikan peta tanggung jawab yang lebih jelas dan adaptif.

Penguji eksternal, Prof. Dr. Jimmy Pello, S.H., MS., menilai PARADIXIA sebagai kontribusi signifikan bagi pengembangan hukum teknologi Indonesia. Ia menyebut kerangka tersebut mampu menjawab risiko AI sekaligus memberikan arah bagi pembentukan kebijakan jangka panjang.

Sementara promotor, Prof. Dr. Drs. Yohanes Usfunan, S.H., M.Hum., menambahkan bahwa teori itu memperkuat sintesis antara hukum positif, teori hukum, dan filsafat hukum, yang menjadi pilar utama pendidikan doktoral Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Baca Juga :
Pesan Tegas Dankodiklat TNI di Tarkorna XV: Kader Wajib Jaga Persatuan dan Setia pada Pancasila
Geger Organisasi Australia Ini Tuding 3 Objek Wisata di Bali Menyiksa Gajah
Purbaya Beberkan Uji Coba TradeAI Tambahan Penerimaan Negara Sebesar Rp1,2 Miliar

Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Polisi Upayakan Ganti Rugi Korban WO Ayu Puspita: Maksimalkan Penelusuran Aset
• 8 jam lalukumparan.com
thumb
Paksu dan Bunda Merapat: Tren Kuliner Makin Cerdas di 2026, Perangkat Dapur Digital Jawab Kebutuhan Masak Praktis dan Sehat
• 2 jam lalutvonenews.com
thumb
Mahmoud Abbas Desak Italia Mengakui Negara Palestina demi Solusi Dua Negara
• 11 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Mensesneg Pastikan Penanganan Korban Bencana Sumatra Terus Dipercepat
• 10 jam lalutvrinews.com
thumb
Sejumlah pohon tumbang di Jakut saat hujan diserta angin kencang
• 22 jam laluantaranews.com
Berhasil disimpan.