Di tengah hamparan gitar yang terbuat dari kayu, Aruma memilih untuk menciptakan sesuatu yang baru. Sebagai seorang musisi sekaligus mahasiswi Jurusan Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB pada saat itu, ia ingin menciptakan alat musik yang lebih personal sekaligus menjadi proyek tugas akhirnya.
Perempuan bernama asli Nidewi Aruman ini pertama kali dikenal lewat lagu “Muak” pada 2024. Setahun berselang, namanya kembali menjadi perbincangan setelah dirinya memperkenalkan gitar yang dibuat dari karuun, lembaran rotan yang umumnya dipakai untuk furnitur.
Dalam perbincangannya bersama kumparanWOMAN, pelantun lagu Muak itu mengungkapkan bahwa material tersebut sempat akan dihentikan produksinya. Dari situlah muncul tekad untuk memberi “kehidupan baru” pada karuun melalui sebuah instrumen musik.
“Karuun ini kurang dieksplor, jadi sempat mau di-stop produksi. Aku mencari sesuatu supaya material ini bisa dilihat dan menjadi sesuatu yang baru,” tuturnya.
Aruma bawa misi sustainable dalam pembuatan gitar dari rotanSelain untuk memenuhi tugas akhir dan menghidupkan kembali material karuun, Aruma menyisipkan pesan sustainable dalam pembuatan gitarnya. Ia berupaya mencari cara agar pembuatan gitar tidak menebang terlalu banyak pohon.
“Kalau gitar terbuat dari kayu itu artinya ada pohon yang ditebang, nah berbeda kalau rotan. Dia tumbuhnya lebih cepat dan tidak perlu ditebang,” ungkapnya
Selain dari sisi keberlanjutan, Aruma merasa rotan jauh lebih ringan ketimbang kayu. “Gitar yang biasa itu kayak berat ya, terus kalau rotan ini jauh lebih ringan. Jadi, lebih ke inovasi baru. Namun, bukan berarti aku tidak suka dengan jenis gitar dari kayu,” tambahnya.
Nada gitar rotan yang lahir dari pemikiran panjangGitar ciptaan Aruma ini menghasilkan nada yang warm dan smooth, cocok untuk musik folk yang menjadi selera musiknya. “Jadi bikin gitar ini juga agak personal sebagai aku yang seorang musisi,” ungkapnya.
Meski demikian,menciptakan nada sempurna bukan perkara mudah. Aruma harus bekerja sama dengan dua pengrajin sekaligus: pengrajin rotan dan pengrajin gitar. Ia mengatakan perlu keduanya karena masing-masing punya spesialisasi yang berbeda.
“Dalam pembuatan gitar ini, aku tidak hanya fokus pada desain. Aku juga melakukan tes akustik di laboratorium ITB, dengan bantuan salah satu dosen fisika untuk memastikan kualitas suaranya,” ceritanya.
Proses ini menuntut perhitungan matang. Suara yang merdu tidak datang begitu saja. Setiap lekukan rotan dan tiap detail desain harus diperhitungkan. “Sebagai musisi, selain desain yang dilihat, kualitas suara tetap yang utama,” tambahnya.
Proyek tugas akhirnya memakan waktu satu tahun. Aruma sempat mengalami penolakan desain dari dosen, sehingga harus merevisi dan mempertahankan konsepnya. Meski penuh tantangan, kerja kerasnya terbayar. Ia berhasil meraih predikat tugas akhir terbaik di angkatannya dengan nilai A.
Aruma belum ingin menjual gitarnya karena masih butuh pematangan produkMeski berhasil menciptakan gitar rotan dengan desain unik dan kualitas suara memikat, Aruma belum berniat menjual karyanya ke pasaran. Baginya, gitar bukan sekadar alat musik biasa, tapi juga membawa tanggung jawab besar. Karena sebuah gitar bisa membawa musisi ke panggung besar maupun ruang rekaman profesional.
“Gitar punya panggung yang besar, ke ruang rekaman, sehingga kualitasnya harus terjamin. Aku merasa belum siap untuk menjual produk ini,” ungkapnya jujur.
Selain alasan kualitas, Aruma mengaku masih perlu waktu untuk memahami seluk-beluk dunia bisnis. Ia menyadari bahwa menjual gitar bukan hanya soal desain atau akustik, tapi juga soal tanggung jawab dan manajemen produk. Oleh karena itu, untuk saat ini, gitarnya hanya digunakan sendiri saat manggung.
Baca juga: Gaya Model Asal Indonesia Albana Herdafa saat Debut di Milan Fashion Week





