Jaringan Internet yang Melegakan Hati

Tangis Sendi Nova (34) pecah. Air matanya menetes. Mata kanannya tajam menatap layar telepon seluler, sedangkan tangan kirinya menyeka air mata menggunakan kerudung coklatnya. Pemandangan itu terjadi saat perempuan warga Rusip Antara, Aceh Tengah, tersebut melakukan panggilan video dengan keluarganya di Takengon, Aceh Tengah, Aceh, Jumat (12/12/2025).

Sejak bencana terjadi, Sendi tidak pernah mengetahui kabar keluarganya karena listrik dan jaringan seluler di tempat tinggalnya masih lumpuh hingga saat ini. Ia menempuh medan yang ekstrem untuk mengejar mobil sukarelawan yang menyediakan internet satelit agar bisa menghubungi keluarganya.

Selain Sendi, kerinduan yang membuncah kepada keluarga juga dirasakan Hamdani. Sebagaimana Sendi, tangis juga pecah saat pria 44 tahun tersebut berhasil menghubungi keluarganya di Takengon. Sejak pertama bencana terjadi, Hamdani juga tidak mengetahui kabar kerabatnya.

Sendi dan Hamdani tidak sendiri. Ada ribuan orang yang bernasib sama setelah banjir bandang dan tanah longsor menerjang Provinsi Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Keluarga-keluarga ini terputus komunikasinya dengan kelurga karena padamnya listrik dan putusnya jaringan internet. Jalan darat pun banyak yang putus.

Sukarelawan harus berjibaku dengan medan yang ekstrem. Mobil berpenggerak 4×4 dan sepeda motor trail menjadi kendaraan yang bisa menjangkau wilayah terisolasi tersebut. Bahkan, di beberapa titik, kendaraan harus ditarik alat berat untuk bisa melewati jalan.

Ketika relawan bencana satu persatu mulai bisa menjangkau kawasan terisolir, mereka disambut suka cita warga. Bukan hanya kebutuhan dasar seperti makan, minum, dan pakaian yang mereka nantikan, tetapi juga apakah mereka bisa mengisi daya bateri telepon dan menumpang jaringan internet.

Bisa saling berbagi kabar dengan keluarga di tengah situasi yang serba sulit menjadi salah satu penghibur para penyintas bencana. Mereka bisa saling menguatkan untuk bisa menjalani hidup yang penih keterbatasan ini.