Kala Tongkat Syuriyah Membelah Laut Merah

detik.com
12 jam lalu
Cover Berita
Jakarta -

"Look for three things in a person: intelligence, energy, and integrity. If they don't have the last one, don't even bother." (Warren Buffett)

Saya bersaksi, butuh waktu bagi Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Miftachul Akhyar untuk merenung secara mendalam sebelum menandatangani surat Pemberitahuan Pelaksanaan Akademi Kepemimpinan NU Angkatan I, akhir Mei lalu. Senin (26/5/2025) malam, beliau sempat meminta pendapat kepada penulis melalui telepon, sebaiknya ikut bertanda tangan atau tidak.

Penulis tidak tahu apa yang sedang berkecamuk di dalam kalbu Kiai Miftah malam itu. Tapi, perkaranya sangat jelas. Berdasarkan Peraturan Perkumpulan NU tentang Kaderisasi yang ditetapkan sejak 22 Mei 2022, pelaksanaan Akademi Kepemimpinan Nasional NU (AKN NU) adalah domain Tanfidziyah.

Ketika Syuriyah diminta ikut bertanda tangan, tentu beliau layak bertanya-tanya, ada "Jebakan Bad Man" apa di balik permintaan itu. Yang jelas-jelas Kiai Miftah ucapkan malam itu adalah, beliau melihat beberapa narasumber AKN NU sepertinya bakal menimbulkan masalah.

Mendapat pertanyaan seberat itu, alhasil penulis hanya berani menjawab dengan memberikan telaah normatif: Kalau Kiai Miftah tidak bertanda tangan, maka itu adalah hak prerogatif beliau sebagai Rais Aam. Tapi, masalah ini akan menjadi "beban personal". Sebaliknya, kalau beliau memilih bertanda tangan, masalah ini akan beralih menjadi "beban Syuriyah" secara kelembagaan.

Pertanyaan Kiai Miftah sangat wajar diajukan. Sebab, jadwal yang dilampirkan dalam draf surat yang diajukan itu tidak dihasilkan dari forum rapat. Bahkan, silabus dan jadwal itu juga mengabaikan rumusan dan kesimpulan dua kali workshop yang digelar khusus untuk merancang kurikulum AKN NU sejak setahun sebelumnya.

Dan setelah merenung semalaman, pada Selasa (27/5/2025) pagi pukul 06.48 WIB, Kiai Miftah akhirnya memilih menandatangani surat dengan Nomor 3961/PB.01/A.I.01.03/99/05/2025 yang telah diajukan di platform Digdaya Persuratan sejak 22 Mei 2025 itu.

Hari itu juga, surat tersebut secara resmi menjadi "miqat" dari seluruh kontroversi AKN NU, serta berbagai "drama Korea" dan disinformasi yang disebarkan secara masif oleh para pendengung (buzzer) selama dua pekan terakhir.

Sekali Lagi, Bukan "Tarik Tambang"!!!

Sebagaimana telah penulis ungkap dalam artikel terdahulu (Kiai Miftah dan Supremasi Syuriyah, detikcom 28/11/2025), munculnya ontran-ontran ini sama sekali tidak disebabkan oleh "kutukan tambang". Tapi lebih tepat disebut sebagai "Kutukan AKN NU", sebagaimana secara konsisten disebutkan dalam semua dokumen resmi Syuriyah PBNU. Pendek kata, "geger gede" ini dipicu oleh pelaksanaan AKN NU yang kontroversial itu.

Saat memberikan keterangan pers, Sabtu (29/11/2025) petang, Rais Aam kembali menegaskan bahwa latar belakang dan dasar pertimbangan sebagaimana disebutkan dalam Risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU terkait pemberhentian Gus Yahya adalah benar-benar sesuai dengan fakta dan kondisi sebenarnya, serta tidak terdapat motif atau latar belakang lain selain daripada yang tercantum dalam Risalah Rapat.

Narasi "tarik tambang" dibangun sedemikian rupa dengan dukungan berbagai jaringan pendengung (buzzer) dimaksudkan untuk membelokkan dan mengaburkan substansi masalah yang sebenarnya. Berbagai distorsi informasi dan pemutarbalikan fakta dilakukan agar publik tidak memberikan perhatian atau menyadari substansi masalah yang menjadi concern utama Syuriyah: Bahaya di Balik Desain AKN NU!

Dengan nalar sederhana, sesuai ketentuan yang berlaku, Risalah Rapat Harian Syuriyah yang menyebut persoalan AKN NU sebagai pemicu pemberhentian Gus Yahya pasti akan diuji di Majelis Tahkim Nahdlatul Ulama. Merupakan sebuah kecerobohan jika Rais Aam PBNU sebagai Pimpinan Tertinggi Nahdlatul Ulama menandatangani dokumen tersebut hanya sebagai kamuflase atas tuduhan persekongkolan "tarik tambang" yang ditujukan kepada beliau.

Dengan nalar sederhana pula, kita patut mempertanyakan, kenapa Gus Yahya tidak menguji putusan Rapat Harian Syuriyah yang telah ditetapkan menjadi Keputusan Rapat Pleno itu ke Majelis Tahkim? Kenapa justru menjadikan jagat NU sebagai "medan perang" seperti di Suriah?

Pengingkaran demi pengingkaran yang dilakukan justru semakin menunjukkan argumen dan manuver yang kedodoran. Dimulai dari manuver menolak menerima Risalah Rapat yang diserahkan langsung oleh KH. Afifuddin Muhajir (21/11), mempersoalkan keabsahan Risalah Rapat dan klaim belum menerima surat dalam sistem Digdaya Persuratan (22/11), penonaktifan sepihak akun [email protected]
dari Super Admin Digdaya (23/11), sabotase surat Nomor 4785 yang ditandatangani oleh KH. Afifuddin Muhajir (25/11), hingga kegagalan operasi penggembosan Rapat Pleno PBNU (9/12) dan kegagalan membuat Rapat Pleno tandingan (11/12) kemarin sore, seharusnya sudah cukup menjadi bukti bahwa "NU ini keramat dan dijaga oleh Gusti Allah".

Membelah Laut Merah

Saat membuka Rapat Pleno PBNU, Selasa (9/12/2025) malam lalu, Kiai Miftah juga menyingkap lagi satu tabir yang sebelumnya tidak pernah disampaikan ke publik, berkaitan dengan upaya penyelundupan klausul yang mengatur AKN NU sebagai syarat menjadi fungsionaris PBNU. Upaya penyelundupan itu gagal karena lebih dulu ketahuan oleh Rais Aam yang mendapatkan julukan sebagai "Syuriyah Karier" itu.

Ironisnya, upaya penyelundupan klausul AKN NU itu terjadi pada 8 Juni 2025. Dua hari sebelumnya, di tengah suasana Idul Adha, digelar Rapat Harian Syuriyah PBNU di Surabaya khusus untuk membahas kekhawatiran beberapa kiai sepuh di jajaran Pengurus Besar Syuriyah melihat banyaknya narasumber yang dikhawatirkan akan memicu masalah di kemudian hari.

Selain upaya penyelundupan klausul AKN NU yang gagal, Kiai Miftah juga mengungkap adanya dua kali transfer dana ke rekening Home of Divine Grace (Bayt Ar-Rahmah), sebuah organisasi nirlaba berbasis di Amerika Serikat yang didirikan oleh Gus Yahya dan Charles Holland Taylor.

Pada 16 Desember 2024, atas permintaan Gus Yahya, nama terakhir itu dimintakan legalitas sebagai Penasihat Khusus Ketua Umum PBNU untuk Urusan Internasional dan ditetapkan dengan Surat Keputusan PBNU Nomor 3137/PB.01/A.II.01.71/99/12/2024. Namun, terhitung mulai 23 November 2025, Kiai Miftah selaku Rais Aam PBNU telah menyatakan mencabut tanda tangan beliau dalam SK PBNU tersebut. Hal itu terungkap dalam Surat Edaran PBNU Nomor 4780/PB.23/A.II.10.71/99/11/2025 yang ditandatangani oleh Kiai Miftah.

Fatalnya, dua kali transfer senilai masing-masing USD 84,333 (total USD 168,666, setara Rp 2,78 miliar) yang dibacakan Kiai Miftah di hadapan Rapat Pleno itu dilakukan jauh sebelum Nota Kesepahaman antara PBNU dengan Center for Shared Civilizational Values (CSCV) terkait pelaksanaan AKN NU ditandatangani. Nota Kesepahaman ditandatangani pada 24 April 2025, tapi transfer dana tersebut telah dilakukan pada 2 Januari dan 25 Maret 2025.

Di luar dua catatan transfer yang dibacakan Kiai Miftah di atas, sebenarnya ada juga transfer senilai USD 84,333 yang belum sempat dibacakan karena keterbatasan waktu. Kali ini, transfer tersebut dijalankan ke rekening LibforAll Foundation, bukan lagi ke rekening Home of Divine Grace seperti sebelumnya. Namun, keterangan transaksinya tetap untuk pembayaran biaya AKN NU. Bukti transaksi menyebutkan keterangan: PBNU CSCV AKN NU Term 3.

Transaksi itu dijalankan pada 19 Agustus 2025, tiga hari setelah Peter Berkowitz menjadi narasumber AKN NU dan lima hari sebelum menjadi narasumber Pengenalan Studi Akademik Universitas (PSAU) Pascasarjana Universitas Indonesia yang menuai kecaman publik.

Dari gambaran itu, menjadi sangat jelas bahwa Syuriyah PBNU sedang menyelamatkan Pendidikan Kaderisasi Nahdlatul Ulama dari telikungan jejaring zionis yang-tanpa disadari banyak pihak-telah mengendalikan jenjang kaderisasi tertinggi Nahdlatul Ulama: AKN NU.

Seorang teman baik yang paham betul karakter Kiai Miftah mengajak penulis membaca isyarat yang disampaikan "Arek Suroboyo" ini saat memberikan taujihat di Malam Mujahadah Hari Pahlawan, Ahad (9/11) lalu. Dalam agenda di depan Markas Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama (HBNO) itu, Rais Aam mengajak hadirin mengingat kisah Nabi Musa AS dan pengikutnya saat lari dari kejaran Fir'aun (lebih lengkapnya, cek kanal YouTube NU Surabaya).

Dalam kondisi terjepit, Nabi Musa AS diberikan mukjizat oleh Allah SWT. Tongkat Musa yang semula dapat berubah menjadi ular lalu memangsa ular siluman para penyihir, kemudian diberikan kekuatan yang mampu membelah Laut Merah.

Setelah mencermati dinamika yang terjadi di PBNU selama dua-tiga pekan terakhir, teman baik itu menyampaikan sebuah kelakar yang terasa sangat pahit: Saya baru sadar, ternyata selama ini banyak sekali ular siluman yang berada di sekitar Rais Aam. Wallāhul Musta'ān!!!

Nur Hidayat, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU (2022-2027), Wakil Sekretaris PWNU Jatim (2007-2018).




(aik/aik)

Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Prabowo Disambut Haru Warga Takengon, Tangis dan Pelukan Warnai Kunjungan di Pengungsian
• 8 jam lalurctiplus.com
thumb
Lirik Mati Hati, Single Dek Ulik Yang Keluar Jelang Akhir Tahun 2025
• 5 jam lalumerahputih.com
thumb
Novita Hardini Dorong Kriya Jadi Kekuatan Ekonomi Strategis Daerah dan Nasional
• 8 jam lalupantau.com
thumb
Link Live Streaming Barcelona Vs Osasuna Dini Hari Nanti, Mulai Jam 00.30 WIB
• 2 jam lalukompas.tv
thumb
Kirim Bantuan Bencana Sumatera Tahap II Via KRI Surabaya, Mentan Amran Ungkap Total dan Rinciannya
• 22 jam lalutvonenews.com
Berhasil disimpan.