FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar Hukum Tata Negara Prof. Mahfud MD, menyebut bahwa Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait posisi anggota Polri aktif di jabatan sipil.
Dikatakan Mahfud, Perpol tersebut bertentangan dengan konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri sebagaimana telah dimaknai MK dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
“Itu bertentangan dengan konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang menurut putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 anggota Polri,” ujar Mahfud dikutip pada Sabtu (13/12/2025).
“Jika akan masuk ke institusi sipil harus minta pensiun atau berhenti dari Polri. Tidak ada lagi mekanisme alasan penugasan dari Kapolri,” tambahnya.
Putusan MK yang dirujuk Mahfud tersebut, lanjut dia, secara tegas melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan di luar institusi kepolisian. Putusan itu dibacakan MK pada 14 November 2025.
Tak hanya bertentangan dengan putusan MK, Mahfud yang juga mantan Ketua MK menilai Perpol Nomor 10 Tahun 2025 tidak memiliki kesesuaian dengan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ia menjelaskan, UU ASN mengatur bahwa pengisian jabatan ASN oleh anggota Polri aktif harus merujuk pada ketentuan dalam UU Polri.
Sementara itu, dalam UU Polri sendiri tidak terdapat pengaturan mengenai daftar kementerian atau lembaga yang dapat diisi oleh anggota Polri aktif.
Kata Mahfud, kondisi tersebut berbeda dengan pengaturan dalam Undang-Undang TNI yang secara eksplisit menyebutkan 14 jabatan sipil yang dapat ditempati prajurit TNI.
“Jadi Perpol ini tidak ada dasar hukum dan konstitusionalnya,” Mahfud menegaskan.
Mahfud bilang, meskipun Polri merupakan institusi sipil, status tersebut tidak dapat dijadikan alasan bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan di institusi sipil lainnya.
“Sebab semua harus sesuai dengan bidang tugas dan profesinya. Misalnya, meski sesama dari institusi sipil, dokter tidak bisa jadi jaksa, dosen tidak boleh jadi jaksa, jaksa tidak bisa jadi dokter,” tandasnya.
Sebelumnya, Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 resmi diteken Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo baru-baru ini.
Aturan ini membuka peluang anggota Polri untuk bertugas di luar struktur organisasi kepolisian dan menempati posisi tertentu di 17 kementerian serta lembaga negara.
Dalam beleid tersebut, penugasan personel di luar instansi Polri dijelaskan pada Pasal 1 Ayat (1) sebagai penempatan pada jabatan tertentu di luar struktur Polri dengan melepaskan jabatan yang sebelumnya disandang di internal kepolisian.
Pasal 2 menyebutkan ruang lingkup penugasan bisa dilakukan di dalam maupun luar negeri. Sementara itu, Pasal 3 Ayat (1) mengatur bahwa anggota Polri dapat menduduki posisi di kementerian, lembaga, badan, komisi, organisasi internasional, hingga perwakilan negara asing.
Rincian instansi penerima personel Polri tercatat dalam Ayat (2). Daftarnya meliputi Kemenko Polhukam, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Hukum beserta Imigrasi dan Pemasyarakatan, serta Kementerian Kehutanan.
Ada pula Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Kementerian ATR/BPN, Lembaga Ketahanan Nasional, serta Otoritas Jasa Keuangan.
Penugasan juga bisa dilakukan di PPATK, BNN, BNPT, BIN, BSSN, hingga KPK.
Pada ayat berikutnya ditegaskan bahwa jabatan yang dapat diisi mencakup posisi manajerial maupun non-manajerial.
Adapun penempatan dilakukan berdasarkan permintaan resmi dari kementerian atau lembaga terkait.
(Muhsin/fajar)


:strip_icc()/kly-media-production/medias/5443279/original/032970500_1765652127-1000100970.jpg)


:strip_icc()/kly-media-production/medias/5443016/original/067357400_1765613352-1.jpg)