BATANG TORU, KOMPAS — Tim pencari dan penyelamat atau SAR gabungan menemukan mayat seekor orangutan tapanuli ketika menyisir Sungai Garoga di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, pada 3 Desember 2025. Aparat penegak hukum sedang melacak pelaku yang menggunduli hutan di sekitar daerah aliran Sungai Garoga.
Salah satu relawan yang ikut dalam Tim SAR gabungan yang menemukan mayat orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) itu adalah Decky Chandrawan (37) dari Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Tapanuli Selatan. Ia mengatakan, awalnya mendapat laporan dari warga yang menduga ada temuan jenazah manusia di hilir Sungai Garoga, Desa Pulau Pakkat, Kecamatan Sukabangun, Tapanuli Tengah.
"Setelah kami sampai lokasi, yang keliatan (telapak) tangan saja, menyembul dari tumpukan gelondongan kayu yang terbawa banjir bandang. Wajar kalau awalnya warga mengira itu mayat manusia," kata Decky saat ditemui, Jumat (12/12/2025) malam.
Tim SAR gabungan lalu mengangkat tumpukan kayu dan melihat mayat orangutan tapanuli itu sudah mulai membusuk. Menurut Decky, di punggung hewan itu masih tersisa bulu warna oranye yang membuat Tim SAR amat yakin itu adalah satwa langka orangutan tapanuli yang kini jumlahnya kurang dari 800 ekor dan berstatus terancam punah (critically endangered).
"Saya menduga, bukan satu (orangutan) ini saja korbannya. Pasti lebih dari satu, karena di hulu itu, hutannya masih lebat dan memang itu habitatnya orangutan," ujar Decky.
Setelah Tim SAR gabungan yakin itu bukan jenzah manusia, mereka langsung meninggalkan lokasi tersebut untuk melanjutkan pencarian korban. Mereka harus segera beranjak karena ada informasi temuan lain diduga jenazah manusia tak jauh dari lokasi ditemukannya mayat orangutan tersebut.
"Temuan mayat orangutan ini sempat kami rahasiakan dari publik, agar semua pihak fokus lebih dulu ke pencarian (manusia) yang menjadi korban jiwa akibat banjir bandang," ucap Decky.
Banjir bandang akibat meluapnya Sungai Garoga menyebabkan 47 orang tewas di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan. Relawan seperti Decky dan Badan SAR Nasional hingga saat ini masih berupaya menyisir Sungai Garoga ke arah hilir untuk mencari 27 korban lain yang belum ditemukan.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut, Rianda Purba, Senin (08/12/2025), mengatakan, wilayah ekosistem Hutan Batang Toru terdiri dari blok barat dan timur. Blok barat merupakan habitat orangutan tapanuli dan harimau sumatera dan juga merupakan wilayah hulu sejumlah sungai yang meluap dan mengakibatkan banjir bandang.
"Namun, blok barat ekosistem Batang Toru justru paling banyak diintervensi. Sekitar 60.000 hektar hutan di sana berkurang karena tambang emas, perkebunan sawit, pembangkit listrik tenaga air, dan kebun eucalyptus (tumbuhan untuk bahan baku membuat kertas)," kata Rianda.
Pada 10 Desember lalu, Kepala Subdirektorat Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Direktorat Perencanaan dan Pengawasan Pengelolaan DAS Kemenhut Catur Basuki Setyawan mengatakan, ada 92 titik banjir dari 13 DAS di 11 kabupaten/kota di Sumut. Dibandingkan tahun 2019, tutupan lahan di 13 DAS di Sumut itu berkurang 9.424 hektar.
Menurut Catur, lahan kritis atau lahan tanpa tutupan hutan di DAS Garoga luasnya 7.921 hektar atau 17,8 persen dari total luas DAS 44.610 hektar. Tak jauh dari Sungai Garoga, ada pula DAS Batang Toru yang kini lahan kritisnya telah mencapai 10,2 persen dari luas total atau 35.092 hektar.
Ia menyebut, DAS Garoga termasuk sungai pendek karena panjangnya dari hulu sampai ke laut hanya sekitar 58 kilometer. Selain itu, DAS Garoga juga terletak di sekitar lereng-lereng bukit yang amat curam.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Mohammad Irhamni di Batang Toru, mengatakan, tumpukan gelondongan kayu menutup dua jembatan di kedua aliran Sungai Garoga sehingga air meluap ke Desa Garoga dan sekitarnya.
"Dampaknya sangat fatal, banjir menyapu seluruh perumahan yang diapit kedua sungai serta permukiman di kiri dan kanan sungai," kata Irhamni.
Berdasarkan citra satelit, ada 110 titik pembukaan lahan di DAS Garoga. Tim telah mendatangi empat titik di antaranya dan menemukan pembukaan lahan seluas 6-30 hektar. Empat titik itu berada di lereng bukit yang amat curam sehingga ketika hujan lebat material lumpur dan kayu langsung terbawa aliran air ke badan sungai.
"Di kilometer 8, kami menemukan alat berat, dua ekskavator dan satu buldoser. Kami sudah menemukan dua alat bukti adanya pidana, maka ini akan kami formalkan menjadi penyidikan untuk mencari siapa pelaku yang harus bertanggung jawab," tuturnya.
Ia menyebut, pembukaan lahan di empat titik di DAS Garoga dilakukan perusahaan sawit PT TBS. Ia menegaskan, aparat tidak akan berhenti untuk mengusut 106 titik penggundulan lahan lain sesuai pantauan lewat citra satelit.


:strip_icc()/kly-media-production/medias/5443021/original/059641700_1765613354-4.jpg)


