FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial, Herwin Sudikta, mendadak bicara terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dugaan 4.531 kuota haji siluman pada era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Seperti diketahui, kuota haji siluman itu disebut menyebabkan kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah.
Herwin mempertanyakan lambannya proses penegakan hukum dalam kasus tersebut.
Ia menilai, meski nilai kerugian negara yang ditemukan BPK mencapai Rp596 miliar, hingga kini belum ada kejelasan status hukum terhadap pihak yang bertanggung jawab.
“Kerugian negara temuan BPK tembus ratusan miliar akibat 4.531 kuota haji siluman, tapi Yaqut masih belum juga berstatus tersangka,” ujar Herwin kepada fajar.co.id, Sabtu (13/12/2025).
Ia kemudian mengaitkan kondisi tersebut dengan ungkapan klasik yang kerap muncul di tengah masyarakat terkait ketimpangan penegakan hukum.
“Ada yang bilang hukum itu tajam ke bawah, tumpul ke atas,” katanya.
Namun menurut Herwin, kasus dugaan kuota haji siluman ini justru menunjukkan situasi yang lebih mengkhawatirkan.
Ia menilai, hukum seolah tidak menunjukkan upaya berarti untuk menyentuh persoalan tersebut.
“Tapi di kasus ini, sepertinya hukum bahkan tak berniat mengeluarkan pisau sama sekali,” ucapnya.
Dengan nada satir, Herwin memberikan perumpamaan yang menyindir kuatnya posisi kekuasaan dalam kasus tersebut.
“Sakti juga ya. Bahkan Thanos saja harus sembah sujud kalau lihat model begini,” tandasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan fakta baru dalam penyidikan dugaan korupsi pengelolaan kuota haji tambahan tahun 2023-2024.
Temuan itu mengungkap adanya penyalahgunaan jatah kuota yang seharusnya diperuntukkan bagi petugas penyelenggara ibadah haji.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan hasil penyidikan menunjukkan adanya praktik penyimpangan dalam penggunaan kuota petugas.
Padahal, jatah tersebut mestinya diberikan kepada petugas yang benar-benar bertugas melayani jamaah di Tanah Suci.
“Jadi memang kalau kita melihat penyelenggaraan ibadah haji itu kan memang ada slot untuk petugas yang memang betul-betul bertugas untuk memberikan pelayanan kepada para jamaah haji,” ujar Budi dikutip dari Jawapos.com (20/10/2025).
Dikatakan Budi, petugas haji merupakan bagian penting dari sistem penyelenggaraan haji yang aman dan tertib, baik untuk jamaah reguler maupun jamaah haji khusus.
Namun, penyidik menemukan indikasi kuat bahwa sebagian kuota petugas tidak digunakan sebagaimana mestinya.
“Jadi petugas ini tidak hanya khusus tapi di reguler juga ada. Tapi kita dalam perkara ini menemukan adanya fakta-fakta bahwa kuota haji khusus yang dikelola oleh PIHK kan seharusnya ada slot juga untuk petugas,” Budi menuturkan.
“Nah slot untuk petugas ini tidak digunakan sebagaimana mestinya. Artinya tidak digunakan betul-betul untuk petugas,” tambahnya.
Lebih jauh, Budi menyebut jatah petugas justru dijual kepada calon jamaah oleh pihak-pihak tertentu.
Praktik tersebut, kata dia, tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga merusak sistem penyelenggaraan haji yang selama ini dikontrol ketat oleh pemerintah.
“Tapi kemudian diperjualbelikan kepada calon jamaah haji. Nah itu ada temuan. Oleh karena itu penyidik masih terus mendalami,” tukasnya.
KPK kini menelusuri keterlibatan sejumlah Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Beberapa pihak dari unsur biro travel maupun pejabat terkait sudah mulai diperiksa.
“Karena memang penyelenggaraan ibadah haji khusus ini kan banyak sekali. PIHK yang mengelola kuota haji khusus ini kan banyak. Sehingga didalami praktik-praktik yang dilakukan,” kata Budi.
KPK juga menemukan perbedaan mencolok dari sisi nilai dan mekanisme pengelolaan kuota antar PIHK.
Bahkan ada biro travel yang belum memiliki izin resmi, namun tetap menjual kuota haji kepada masyarakat.
Selain itu, penyidik turut menemukan praktik jual beli kuota antaragen travel, yang kini menjadi pintu masuk bagi KPK untuk mengungkap jaringan penyalahgunaan kuota haji yang lebih luas.
(Muhsin/fajar)




