Ketua KPPU Tegaskan Reformasi Hukum Persaingan Jadi Keharusan di Era Kuasa Algoritma

erabaru.net
18 jam lalu
Cover Berita

Jakarta, 11 Desember 2025 – Dua puluh lima tahun membangun fondasi hukum persaingan usaha di Indonesia kini menghadapi ujian paling berat: merespons struktur pasar yang direkayasa oleh teknologi digital dan algoritma. Dalam pembukaan The 3rd Jakarta International Competition Forum (3JICF) yang digelar di Danareksa Tower, Jakarta, pada Kamis (11/12), Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Fanshurullah Asa, menegaskan urgensi untuk menata ulang paradigma hukum persaingan. Forum bertema “Legal Reform, International Alignment & Enforcement Evolution” ini menjadi panggung strategis bagi regulator, pelaku usaha, akademisi, dan praktisi global untuk membedah tantangan baru yang tidak kasat mata namun sangat menentukan masa depan ekonomi nasional.

Tantangan Baru: Tembok Tak Kasat Mata Bernama Data dan Algoritma

Dalam pidato pembukaannya, Ketua KPPU menggambarkan transformasi lanskap ekonomi yang telah meruntuhkan logika pasar tradisional. “Tantangan terbesar saat ini adalah tembok tak kasat mata. Kekuatan jaringan (network effects), akumulasi data raksasa, dan pengambilan keputusan berbasis algoritma telah menciptakan hambatan masuk (entry barriers) yang sulit ditembus oleh pesaing baru, terutama UMKM,” tegas Asa.

Pernyataan tersebut menyasar realitas di mana dominasi pasar tidak lagi semata-mata diukur dari pangsa pasar fisik atau kapasitas produksi, melainkan dari kontrol atas data pengguna, kekuatan platform, dan algoritma yang dapat mengatur preferensi konsumen serta harga secara otomatis. Praktik seperti self-preferencing (platform mengutamakan produk atau layanannya sendiri) dan algorithmic tacit collusion (mesin-mesin dari perusahaan berbeda secara diam-diam menyepakati harga) menjadi contoh bentuk monopoli baru yang sulit dideteksi dengan alat hukum konvensional.

Tiga Pilar Strategis Menghadapi Disrupsi Digital

Menghadapi realitas ini, KPPU melalui 3JICF mengusung tiga pilar reformasi strategis agar tetap relevan sebagai regulator.

Pertama, Reformasi Hukum yang Proaktif. KPPU menyerukan pergeseran dari pendekatan reaktif case-by-case menuju pendekatan proaktif berbasis risiko (risk-based standard). Regulasi dan Undang-Undang Persaingan Usaha harus mampu mendeteksi potensi distorsi pasar dan praktik anti-persaingan sejak dini, sebelum merugikan konsumen dan menghambat inovasi. Hal ini menuntut kemampuan analisis yang lebih canggih untuk memahami dinamika pasar digital.

Kedua, Penyelarasan Internasional. Mengingat sifat pasar digital yang borderless, Indonesia tidak bisa berjalan sendiri. Sebagai negara yang sedang dalam proses aksesi OECD dan anggota baru BRICS, Indonesia perlu menyelaraskan standar regulasinya dengan komunitas global. Mulai dari interoperabilitas sistem hingga rezim notifikasi merger lintas negara, penyelarasan ini dimaksudkan agar Indonesia dapat langsung mengadopsi praktik terbaik global dan tidak tertinggal. Kehadiran pakar internasional seperti Andrey Tsyganov dari FAS Rusia dan Guru Besar Prof. Rhenald Kasali dalam forum ini menegaskan pentingnya perspektif global.

Ketiga, Evolusi Penegakan Hukum Berbasis Teknologi. KPPU menyadari bahwa kebijakan tanpa penegakan yang efektif hanyalah retorika. Memasuki usia ke-25, KPPU berkomitmen untuk mempertajam alat kerjanya dengan memanfaatkan teknologi. Penggunaan forensik digital dan kecerdasan buatan untuk mendeteksi persekongkolan tender (bid-rigging) dalam pengadaan publik, serta perlindungan UMKM dari klausul kontrak yang tidak seimbang di ekosistem platform digital, menjadi prioritas penegakan yang tidak bisa ditawar. Penegakan hukum harus setajam dan secepat perkembangan teknologi itu sendiri.

Visi Pasar yang Dapat Diperebutkan dan Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Tujuan akhir dari seluruh upaya reformasi ini, menurut KPPU, adalah menciptakan pasar yang dapat diperebutkan (contestable market). Pasar yang terbuka bagi inovasi dan investasi baru, minim bottleneck (sumbatan), dan adil bagi semua pelaku, dari korporasi raksasa hingga UMKM. “Tanpa pasar yang terbuka bagi investasi baru dan minim sumbatan pasar, visi nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen akan jauh dari jangkauan,” imbuh Ketua KPPU.

Melalui 3JICF, KPPU tidak hanya ingin menjadi ruang diskusi, tetapi juga menghasilkan catatan kebijakan yang dapat ditindaklanjuti (actionable policy notes). Forum ini menjadi ajang untuk mengonsolidasikan pandangan semua pemangku kepentingan—pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat—untuk bersama-sama merancang sistem ekonomi Indonesia yang tetap adil, transparan, dan memberikan kesempatan setara bagi setiap pelaku usaha untuk tumbuh.

Pesan yang disampaikan KPPU dalam 3JICF 2025 jelas: di era di mana algoritma bisa menjadi tiran baru yang mengendalikan pasar, hukum persaingan tidak boleh lengah. Reformasi yang berani, cepat, dan berbasis kolaborasi global bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan untuk memastikan demokrasi ekonomi tetap hidup di tengah gelombang disrupsi digital. Masa depan persaingan usaha Indonesia akan ditentukan oleh sejauh mana kita mampu membangun hukum yang tidak hanya mengawasi manusia, tetapi juga mampu menjinakkan logika mesin


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Kamboja: Pengungsi akibat konflik dengan Thailand tembus 300.000 orang
• 13 jam laluantaranews.com
thumb
Harga Emas Antam Naik Empat Hari Beruntun, Tembus Rp2,462 Juta per Gram pada Sabtu Pagi
• 22 jam lalupantau.com
thumb
Parenting Ala Raditya Dika, Tips Mengurangi Screen Time pada Anak Lewat Permainan Seru
• 15 jam laluviva.co.id
thumb
ASDP Kerahkan KMP Jatra I untuk Dukung Pemulihan Pascabencana Sumatera
• 15 jam laluwartaekonomi.co.id
thumb
Imigrasi Deportasi Bintang Porno Inggris Bonnie Blue dari Bali
• 19 jam lalurepublika.co.id
Berhasil disimpan.