EtIndonesia. Ulat memiliki kebiasaan alamiah: ke mana ulat pertama bergerak, ulat-ulat lainnya akan mengikutinya tanpa ragu. Mereka berbaris rapi, satu mengikuti jejak yang lain. Tidak peduli ulat pertama berjalan memutar, berbelok-belok, atau tersesat, yang lain tetap menirunya—tanpa pengecualian.
Hal ini terjadi karena ulat pertama akan mengeluarkan seutas benang tipis sambil berjalan. Ulat kedua menginjak benang itu, lalu mengeluarkan benang lain di atasnya. Begitu seterusnya, benang-benang itu membentuk “jalan raya ulat”. Setiap rombongan selalu memiliki satu “pemimpin”, tetapi posisi pemimpin itu sepenuhnya kebetulan—bukan hasil pemilihan, bukan juga keputusan bersama. Hari ini bisa ulat yang ini, besok bisa ulat yang lain. Tidak ada aturan yang pasti.
Sebuah Percobaan yang Mengerikan
Seorang ahli biologi pernah melakukan percobaan menarik. Dia meletakkan belasan ulat di tepi sebuah pot bunga. Di luar pot terdapat banyak daun sayuran segar, sedangkan di tengah pot tumbuh bunga indah dengan daun yang rimbun.
Ulat-ulat itu kemudian membentuk barisan melingkar—sebuah lingkaran tertutup. Mereka bergerak mengitari tepi pot dengan ritme yang sama, kecepatan yang sama, dan jarak yang sama; tampak seperti sekelompok prajurit terlatih yang berbaris dalam gerak melingkar sempurna.
Satu jam berlalu.
Dua jam berlalu.
Tiga jam berlalu…
Tidak ada satu pun yang keluar dari barisan. Tidak ada yang menyimpang sedikit pun. Kedisiplinan mereka tampak mengagumkan sekaligus mengerikan.
Delapan jam kemudian, mereka mulai melambat karena kelelahan. Udara malam semakin dingin. Lapar dan kehausan, ulat-ulat itu menggulung tubuhnya dan tertidur di tempat.
Keesokan harinya ketika suhu mulai menghangat, mereka bangun kembali, membentuk barisan lagi, dan melanjutkan lingkaran mematikan itu. Hari demi hari mereka terus melakukan hal yang sama—mengikuti jalur yang sudah dibuat—tanpa menyadari bahwa mereka sedang menghukum diri sendiri.
Hingga akhirnya, setelah berhari-hari berjalan tanpa makan dan minum, semua ulat itu mati satu per satu di tepi pot tersebut.
Pesan Penting: Lingkaran Maut Itu Sebenarnya Sangat Mudah Ditembus
Ironisnya, mereka sebenarnya hanya perlu sedikit saja mengubah arah:
- Berbelok ke dalam, mereka akan menemukan daun segar dan bunga yang harum.
- Berbelok ke luar, mereka akan jatuh ke tumpukan sayuran lezat di bawah pot.
Namun mereka tidak melakukannya. Mungkin karena faktor biologis, mungkin karena kemampuan berpikir mereka terbatas—dan itu dapat dimaklumi.
Tetapi ketika manusia—makhluk paling cerdas—mengulang perilaku ulat ini: hanya ikut-ikutan, hanya mengikuti arus, tidak berani keluar dari jalur lama… itulah yang patut membuat kita merenung.
Refleksi untuk Kita Semua
Selama ribuan tahun, sisa-sisa pola pikir feodal telah membatasi cara berpikir masyarakat, membuat banyak orang hanya mengikuti kebiasaan, takut berbeda, dan kurang memiliki jiwa inovasi.
Jika kita ingin membangun bangsa yang maju—berperadaban tinggi, berbudaya tinggi, dan berteknologi tinggi—kita harus:
- mengembangkan produktivitas,
- mendorong inovasi,
- memperkuat kreativitas,
- dan berani menembus pola lama yang mengekang.
Generasi muda terutama harus berani melawan arus, menolak sekadar menjadi pengikut, dan belajar menciptakan jalan baru.
Hanya dengan inovasi dan keberanian keluar dari “lingkaran ulat” itulah masyarakat dapat terus maju—dan bangsa kita dapat berkembang dengan gemilang.(jhn/yn)



:strip_icc()/kly-media-production/medias/5319677/original/085920500_1755570860-Persijap_vs_Persib-3.jpg)
:strip_icc()/kly-media-production/medias/5418750/original/064168400_1763627277-InShot_20251119_190019629.jpg)