Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memandang Indonesia harus memiliki skema asuransi wajib bencana karena memiliki eksposur risiko bencana yang sangat tinggi.
Untuk diketahui, menjelang akhir 2025 ini Indonesia dilanda bencana alam seperti banjir besar di Bali hingga banjir serta tanah longsor yang terjadi di wilayah Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
“Indonesia tentunya membutuhkan skema asuransi wajib bencana, karena eksposur risiko bencana di Indonesia sangat tinggi dengan kondisi geografis yang berada di ring of fire,” kata Kepala Eksekutif Pengawas PPDP OJK Ogi Prastomiyono dalam konferensi pers daring RDKB November 2025, Kamis (11/12/2025).
Ogi menjelaskan, sebenarnya ketentuan mengenai asuransi wajib untuk bencana alam telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
“Pada penjelasan pasal 39A disebutkan salah satu asuransi wajib yang dapat dilaksanakan adalah asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana. Namun demikian implementasinya memerlukan pengaturan teknis lebih lanjut,” jelasnya.
Menilik Pasal 39A UU P2SK pada ayat (1) disebutkan pemerintah dapat membentuk program asuransi wajib sesuai dengan kebutuhan. Program asuransi wajib di antaranya mencakup asuransi tanggung jawab hukum pihak ketiga (third party liability) terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana.
Baca Juga
- OJK: Potensi Klaim Asuransi akibat Banjir Sumatra Hampir Rp1 Triliun
- AAJI Minta Perusahaan Asuransi Proaktif Bantu Korban Banjir Sumatra Ajukan Klaim
Kemudian, pada ayat (2) pemerintah dapat mewajibkan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat untuk ikut serta dalam program asuransi wajib. Ayat (3) memuat pemerintah dapat mewajibkan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat untuk membayar premi atau kontribusi keikutsertaan sebagai salah satu sumber pendanaan program asuransi wajib.
Terakhir, ayat (4) berisikan ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan program asuransi wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah setelah mendapatkan persetujuan dari DPR.
Adapun, Ogi mengemukakan bencana alam atau natural catastrophe (NatCat) cakupannya sangat luas. Secara perlindungan risiko, di Indonesia ada kelompok asuransi yang mencakup earthquake, volcanic eruption dan tsunami, typhoon, storm flood water damage, wildfire atau kebakaran yang liar atau bencana alam lainnya.
“OJK sangat mendukung penyelenggaraan asuransi wajib bagi langkah perlindungan masyarakat sekaligus memperkuat pembiayaan penanganan bencana,” pungkas Ogi.
Dalam catatan Bisnis pada 2024, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengungkap kemungkinan asuransi bencana menjadi program asuransi wajib di Indonesia.
Direktur Eksekutif AAUI saat itu yakni Bern Dwiyanto mengungkap program asuransi wajib diatur dalam pasal 39A ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, di mana pemerintah dapat membentuk program asuransi wajib sesuai dengan kebutuhan.
“Kalau kita buka keterangannya disebutkan bahwa program asuransi wajib di antaranya mencakup asuransi tanggung jawab hukum pihak ketiga [third party liability] terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana,” kata Bern saat dihubungi Bisnis pada Jumat (26/7/2024).
Bern melanjutkan apabila dilihat dari beleid tersebut sudah jelas asuransi bencana bisa diwajibkan. Namun, memang tinggal bagaimana nanti mekanisme akan dikaji dan dibahas lebih detail. “Supaya penerapannya dapat berjalan dengan baik,” katanya.




:strip_icc()/kly-media-production/medias/5442650/original/014883100_1765550561-20251212BL_Timnas_Indonesia_U-22_Vs_Myanmar_SEA_Games_2025-56.jpg)
