Bupati Lampung Tengah Gasak Suap Buat Bayar Kampanye, Cermin Biaya Politik Mahal

kumparan.com
13 jam lalu
Cover Berita

KPK telah menetapkan Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi dari sejumlah proyek di lingkungan Pemkab Lampung Tengah.

Dari hasil penelusuran sementara, Ardito diduga menerima total Rp 5,7 miliar. Uang itu di antaranya digunakan untuk membayar utang biaya kampanye.

Menurut juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kasus macam ini mencerminkan tingginya biaya politik di Indonesia.

"Hal ini menunjukkan masih tingginya biaya politik di Indonesia," kata Budi kepada wartawan, Sabtu (13/12).

"Berakibat pada para kepala daerah terpilih lalu punya beban besar untuk mengembalikan modal politik tersebut, yang sayangnya kemudian dilakukan dengan cara-cara melawan hukum, yaitu korupsi," lanjut dia.

Budi mengatakan, praktik korupsi yang diduga dilakukan Ardito juga membuktikan hipotesa KPK dalam kajian terkait tata kelola partai politik. Kajian tersebut memperlihatkan tingginya kebutuhan dana partai politik.

Apalagi, kata Budi, laporan keuangan partai politik tidak transparan dan akuntabel. Hal ini menyebabkan dana yang mengalir ke partai politik rawan berasal dari sumber yang tidak sah.

"KPK mendorong pentingnya standarisasi dan sistem pelaporan keuangan partai politik, agar mampu mencegah adanya aliran uang yang tidak sah," ujar Budi.

Di sisi lain, KPK juga menyoroti soal lemahnya integrasi antara sistem rekrutmen dan kaderisasi partai politik. Hal ini dinilai memicu banyak hal, mulai dari mahar politik, banyaknya 'kutu loncat', hingga kandidasi berdasarkan kemampuan finansial dan popularitas.

"KPK melalui Direktorat Monitoring masih berproses untuk melengkapi kajian ini, dan nantinya akan menyampaikan rekomendasi perbaikannya kepada para pemangku kepentingan terkait, sebagai upaya pencegahan korupsi," tutur Budi.

Kasus Bupati Lampung Tengah

Dalam kasusnya, Ardito dijerat bersama empat orang lainnya, yakni:

Kasus ini terungkap saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Ardito diduga memerintahkan Ranu, Riki, dan Anton untuk mengkondisikan sejumlah proyek pengadaan di lingkungan Pemkab Lampung Tengah.

Ardito diduga meminta agar perusahaan yang dimenangkan dalam pengadaan merupakan perusahaan milik keluarga atau tim pemenangan yang mendukungnya dalam Pilkada 2024 lalu.

Dari hasil penelusuran sementara, Ardito diduga menerima Rp 5,7 miliar. Uang itu diduga berasal dari sejumlah fee proyek yang ada di lingkungan Pemkab Lampung.

Uang digunakan untuk dana operasional Bupati sebesar Rp500 juta. Kemudian pelunasan pinjaman bank yang digunakan untuk kebutuhan kampanye di tahun 2024 sebesar Rp5,25 miliar.

Sebagai pihak penerima suap, Ardito, Riki, Ranu, Anton, dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara, Lukman selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Momen Prabowo Tegur Paspampres Saat Warga Ingin Berfoto di Aceh Tamiang: Jangan Didorong
• 16 jam laluliputan6.com
thumb
Nanjung Sari dan Secangkir Kopi di Belakangnya
• 6 jam lalukumparan.com
thumb
Menag Nasaruddin: KUA Cermin Kehadiran Negara dalam Pembentukan Keluarga
• 17 jam laluokezone.com
thumb
Pedasnya Bukan Main! Harga Cabai Rawit Merah Tembus Rp90 Ribu per Kg Jelang Nataru
• 2 menit laludisway.id
thumb
Cek Fakta, Soal Peringatan BMKG Akan Ada Badai Siklon 97S yang Kepung Pulau Jawa
• 3 jam lalutvonenews.com
Berhasil disimpan.