jpnn.com - Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan menyoroti langkah Kapolres Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Peraturan Kepolisian atau Perpol Nomor 10 Tahun 2025.
Perpol terbaru itu mengatur tentang anggota Polri yang melaksanakan tugas di luar struktur organisasi kepolisian.
BACA JUGA: Konon, Perkap Soal Penempatan Anggota Polri Aktif Melahirkan Kepastian Hukum
Hal yang disorot Chandra, antara lain dasar hukum yang dijadikan alasan penerbitan Perpol 10/2025 tersebut.
Chandra mengatakan di dalam Perpol 10/2025 tersebut mencantumkan MENGINGAT: Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BACA JUGA: Perkap Jenderal Listyo Ini Disebut Tak Berdasar Hukum, Menabrak Konstitusi
Dia menjelaskan bahwa yang dimaksud "Mengingat" atau dikenal sebagai dasar hukum merupakan suatu landasan yang bersifat yuridis bagi pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut, yaitu: dasar kewenangan pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan. Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Menurut Chandra, jika Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri dijadikan sebagai dasar hukum pembentukan Perpol 10/2025, bukankah UU Nomor 2 Tahun 2002 itu telah dilakukan Judicial Review di Mahkamah Konstitusi.
BACA JUGA: Pengamat: Perpol Kapolri Tak Langgar Keputusan MK, Tuduhan Pembangkangan Tidak Berdasar
Dalam putusan, katanya, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri" dalam Penjelasan Pasal 28 Ayat (3) UU Polri bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Demikian Amar Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan Ketua Mahkamah Konstitusi," kata Chandra.
Dia menjelaskan bahwa pertimbangan hukum MK menyebutkan bahwa frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri" sama sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 Ayat (3) UU Polri yang mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan terhadap norma dimaksud.
Terlebih, adanya frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri" telah mengaburkan substansi frasa "setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian" dalam Pasal 28 Ayat (3) UU Polri.
Perumusan yang demikian berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian dan sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berada di luar institusi kepolisian.
Itu sebabnya, kata dia, MK menilai dalil hukum Pemohon yang menyatakan frasa "atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 Ayat (3) UU 2/2002 tersebut, telah menimbulkan kerancuan dan memperluas norma pasal a quo.
Dengan demikian, ketentuan tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana telah dijamin dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
Namun, Chandra berpendapat bahwa putusan MK tersebut masih seperti jalan di tempat. Padahal, putusan itu bersifat seketika. Artinya, begitu putusan itu dibacakan, seketika ia berlaku.
"Perpol ini bukan saja bertolak belakang dengan putusan Mahkamah Konstitusi, tetapi juga bertolak belakang dengan semangat reformasi Polri, di mana Kapolri adalah bagian dari tim reformasinya," ujar Chandra.
Dia menambahkan, apabila dasar hukum Perpol 10/2025 telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, maka dapat dinilai "tidak sah" dan dapat dibatalkan melalui Uji Materiil di Mahkamah Agung.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam



