Washington: Dua tentara Amerika Serikat dan seorang penerjemah sipil asal AS tewas dalam sebuah penyergapan oleh seorang pria bersenjata dari kelompok Islamic State (IS) di Suriah, demikian disampaikan Komando Pusat Amerika Serikat (CENTCOM).
Dalam pernyataannya, CENTCOM menyebutkan tiga personel militer AS lainnya mengalami luka-luka dalam serangan tersebut. Pelaku penyerangan dilaporkan berhasil “dilibatkan dan ditembak mati” di lokasi kejadian.
Dikutip dari BBC, Minggu, 14 Desember 2025, Presiden AS Donald Trump menulis di media sosial bahwa insiden tersebut merupakan “serangan ISIS” terhadap Amerika Serikat dan Suriah, serta menegaskan akan ada “pembalasan yang sangat serius." Pemerintah Suriah juga telah mengeluarkan pernyataan resmi yang mengecam serangan itu.
Identitas para korban tewas untuk sementara tidak diungkapkan selama 24 jam hingga keluarga terdekat mereka diberi tahu, menurut CENTCOM.
Dalam unggahan di platform X, CENTCOM, yang mengoordinasikan operasi militer AS di Eropa, Afrika, dan Indo-Pasifik, menyatakan serangan tersebut merupakan “hasil penyergapan oleh seorang penyerang ISIS tunggal." Seorang pejabat Pentagon menambahkan bahwa penilaian awal menunjukkan serangan itu “kemungkinan besar” dilakukan oleh kelompok Islamic State.
Namun, kelompok Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) yang berbasis di Inggris menyebutkan bahwa pelaku serangan merupakan anggota pasukan keamanan Suriah. Hingga kini, belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut, dan identitas pelaku juga belum diumumkan secara resmi.
Penyergapan terjadi di Palmyra, wilayah di bagian tengah Suriah, saat para tentara AS sedang “melakukan pertemuan dengan tokoh kunci”, menurut juru bicara Pentagon, Sean Parnell. Ia menambahkan bahwa insiden tersebut masih dalam penyelidikan.
Seorang pejabat Pentagon mengatakan, “Serangan ini terjadi di wilayah yang tidak berada di bawah kendali Presiden Suriah.”
Trump juga menyampaikan bahwa tiga tentara AS yang terluka berada dalam kondisi “baik-baik saja." Media pemerintah Suriah melaporkan bahwa dua personel keamanan Suriah turut mengalami luka-luka dalam insiden tersebut. Koalisi Melawan ISIS Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth menegaskan bahwa Amerika Serikat akan merespons keras serangan terhadap warganya.
“Perlu diketahui, jika Anda menargetkan warga Amerika, di mana pun di dunia, Anda akan menghabiskan sisa hidup Anda yang singkat dan penuh kecemasan karena Amerika Serikat akan memburu Anda, menemukan Anda, dan membunuh Anda tanpa ampun,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Suriah Asaad al-Shaibani dalam unggahan di X menyatakan negaranya mengecam serangan tersebut dan menyampaikan belasungkawa kepada keluarga para korban.
Duta Besar AS untuk Turki sekaligus utusan khusus AS untuk Suriah, Tom Barrack, mengatakan, “Saya dengan keras mengecam penyergapan teroris pengecut yang menargetkan patroli gabungan pemerintah AS–Suriah di Suriah tengah. Kami tetap berkomitmen untuk mengalahkan terorisme bersama mitra-mitra Suriah kami.”
Bulan lalu, Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa bertemu dengan Donald Trump di Gedung Putih. Kunjungan tersebut disebut Sharaa sebagai bagian dari “era baru” hubungan kedua negara.
Suriah baru-baru ini bergabung dengan koalisi internasional untuk memerangi ISIS dan berjanji bekerja sama dengan Amerika Serikat. Koalisi global tersebut bertujuan melenyapkan sisa-sisa kekuatan Islamic State dan membendung arus militan asing ke Timur Tengah.
Pada 2019, aliansi pejuang Suriah yang didukung AS mengumumkan bahwa ISIS telah kehilangan wilayah terakhir yang dikuasainya di Suriah. Meski demikian, kelompok jihad tersebut masih terus melancarkan sejumlah serangan sejak saat itu.
Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan ISIS masih memiliki antara 5.000 hingga 7.000 pejuang di Suriah dan Irak. Pasukan AS sendiri telah mempertahankan kehadiran militernya di Suriah sejak 2015 untuk melatih pasukan lain sebagai bagian dari kampanye melawan ISIS.
Baca juga: Anggota Senior ISIS Ditangkap di Suriah oleh Koalisi Pimpinan AS



