JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kebudayaan, Fadli Zon meluncurkan buku berjudul "Sejarah Indonesia: Dinamika Kebangsaan dalam Arus Global" di Kompleks Kemendikdasmen, Jakarta, Minggu (14/12/2025).
Dalam sambutannya, Fadli Zon menegaskan bahwa penulisan sejarah nasional merupakan bagian penting dari upaya negara merawat memori kolektif bangsa dan memperkuat jati diri Indonesia di tengah arus globalisasi.
“Jadi memang (buku) ini ditulis oleh para ahlinya, yaitu sejarawan se-Indonesia. Yang tadi telah disebutkan, ada 123 penulis dari 34 perguruan tinggi se-Indonesia," kata Fadli dalam sambutannya, Minggu.
Fadli mengungkapkan bahwa pemerintah memfasilitasi para sejarawan untuk menulis buku sejarah.
Baca juga: Penulisan Ulang Buku Sejarah Indonesia: Dari Pro-Kontra hingga Rencana Rilis 2025
"Kalau sejarawan tidak menulis sejarah, lantas bagaimana kita merawat memori kolektif bangsa kita?" ujar dia.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=Fadli Zon, Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia, Buku sejarah Indonesia, fadli zon luncurkan buku sejarah indonesia&post-url=aHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8xNC8xNjM3NTgxMS9mYWRsaS16b24tbHVuY3Vya2FuLWJ1a3Utc2VqYXJhaC1pbmRvbmVzaWEtbWVza2ktc2ViZWx1bW55YS1tZW51YWktcHJv&q=Fadli Zon Luncurkan Buku Sejarah Indonesia, Meski Sebelumnya Menuai Pro-Kontra§ion=Nasional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Menurut Fadli, hadirnya buku ini tidak terlepas dari dihidupkannya kembali Direktorat Sejarah di bawah Kementerian Kebudayaan, yang sebelumnya sempat tidak ada.
Ia mengakui bahwa pembentukan kembali Direktorat Sejarah merupakan bagian dari perjuangan internal pemerintah saat pembentukan Kementerian Kebudayaan di era Presiden Prabowo Subianto.
“Saya kira inilah tugas dari Direktorat Sejarah untuk melahirkan buku-buku sejarah. Jadi sejarawan banyak kerjaannya ini selama ada Direktorat Sejarah ini," ungkap politikus Partai Gerindra ini.
Baca juga: Menbud Fadli Zon Sebut Buku Sejarah Indonesia Versi Baru Sedang Tahap Editing
Sepuluh jilid buku sejarah tersebut mencakup perjalanan panjang Indonesia, mulai dari akar peradaban Nusantara, interaksi global, masa kolonial, pergerakan kebangsaan, hingga era Reformasi dan konsolidasi demokrasi sampai 2024.
Fadli menegaskan bahwa buku sejarah ini bukan karya yang sempurna dan terbuka terhadap masukan serta kritik publik.
Ia menilai hal itu wajar sebagai perbedaan pendapat dalam negara demokrasi.
"Seringkali di mana berbagai tempat kita mengatakan sejarah itu penting, tetapi kita tahu di dalam proses penulisan ini cukup baik juga polemik. Ada yang minta juga menghentikan penulisan sejarah. Saya kira ini juga pendapat yang di era demokrasi ini wajar-wajar saja," kata Fadli.
Diberitakan sebelumnya, Fadli Zon menyebut, penulisan ulang sejarah dibutuhkan karena yang sudah ada, belum memuat tentang perjalanan bangsa termasuk buku-buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI).
Baca juga: Fadli Zon Klaim Belum Lihat Buku Sejarah Versi Baru: Tim Kerja Independen
Meski demikian, dia mengatakan, proyek yang tengah dikerjakannya tetap mengambil bahan dari buku-buku SNI, seperti yang ditulis oleh Nugroho Notosusanto dan Sartono Kartodirjo yang mulai terbit tahun 1974 dan terakhir terbit tahun 1984 dan dimutakhirkan datanya pada tahun 2008.
"Selama 26 tahun ini, Indonesia tidak pernah menulis sejarah tentang perjalanan bangsa. Proyek penulisan sejarah 10 jilid ini dimulai dari prasejarah hingga awal pelantikan Presiden Prabowo Subianto. Tapi, kami tidak menulis sejarah dari nol, namun melanjutkan apa yang tidak ditulis," ujarnya, Selasa (24/6/2025).
Bersamaan dengan itu, Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) menolak penulisan ulang sejarah yang digagas pemerintah.
Alasannya, AKSI menilai proyek itu adalah sarana untuk merekayasa masa lalu dengan menggunakan tafsir tunggal dari pemerintah.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

:strip_icc()/kly-media-production/medias/5421481/original/068027300_1763908715-InShot_20251123_213621046.jpg)


