PADANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sumatera Barat meminta kabupaten/kota yang terdampak banjir bandang dan longsor segera menyediakan lahan untuk hunian sementara atau huntara bagi para penyintas bencana. Lokasi lahan untuk huntara mesti dipastikan di luar zona merah.
Gubernur Sumbar Mahyeldi mengatakan, pembangunan huntara menjadi kebutuhan mendesak penyintas bencana sehingga mesti dipercepat. Tujuannya agar mereka dapat segera tinggal di tempat yang lebih layak dan aman sembari menunggu proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
“Saya minta bupati dan wali kota segera menyiapkan lahannya, tentu dengan memastikan lokasinya tidak berada di kawasan rawan bencana,” kata Mahyeldi, dalam siaran pers, Minggu (14/12/2025).
Lokasi huntara di luar zona merah sangat penting agar penyintas tidak menjadi korban bencana berulang. Kompas.id (30/11/2025) melaporkan, ada penyintas bencana di sekitar Jembatan Kembar, perbatasan Kota Padang Panjang dan Kabupaten Tanah Datar, yang menjadi korban banjir bandang atau galodo dua kali.
Salah satu penyintas bencana adalah Ratnawati (32), warga Nagari Singgalang, Tanah Datar. Ibu empat anak ini menjadi korban galodo dari Gunung Marapi di sekitar Jembatan Kembar pada 11 Mei 2024.
Pada 27 November 2025, huntara mereka di sekitar Jembatan Kembar kembali disapu galodo. Pada kejadian kedua, Ratnawati kehilangan suami.
Mahyeldi melanjutkan, biaya pembangunan huntara akan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah pusat melalui BNPB. Adapun pemerintah daerah bertanggung jawab memfasilitasi data rumah terdampak dan penyediaan lahan.
Hingga kini, kata Mahyeldi, baru empat kabupaten melaporkan kesiapan lahan untuk pembangunan huntara, yaitu Pesisir Selatan, Agam, Limapuluh Kota, dan Padang Pariaman.
“Kami berharap daerah lain segera menyusul agar penanganan pascabencana bisa berjalan serentak,” kata Mahyeldi.
Mahyeldi menekankan pula pentingnya percepatan pendataan di lapangan. Data akurat penting agar proses rehabilitasi dan rekonstruksi dapat segera dimulai setelah masa tanggap darurat. Masa tanggap darurat Sumbar berakhir pada 22 Desember 2025.
Menurut Mahyeldi, ada dua skema bantuan pemerintah bagi masyarakat yang rumahnya hancur atau rusak berat akibat bencana. Pertama, skema dana tunggu hunian, yang diperuntukkan bagi warga yang relokasi mandiri. Kedua, skema huntara dan huntap (hunian tetap), yang diperuntukkan bagi relokasi yang difasilitasi pemerintah.
Bupati Agam Benni Warlis, dalam keterangannya, mengatakan, pemkab telah menyiapkan lokasi huntara di sejumlah lokasi, salah satunya di lapangan sepakbola SD 05 Kayu Pasak, Nagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan. Lahan itu milik pemerintah daerah ataupun pemerintah nagari.
“Lokasinya tidak terancam longsor, banjir, dan lainnya. Jadi, betul-betul aman,” kata Benni.
Untuk jangka panjang, kata Benni, pemkab menyiapkan dua lokasi untuk huntap, yaitu di dekat Balai Benih Ikan di Jorong Gumarang, Nagari Tigo Koto Silungkang, Kecamatan Palembayan serta di Dama Gadang, Kecamatan Tanjung Raya.
Sementara itu, Pemerintah Kota Padang Panjang memfasilitasi rusunawa dan kontrakan sebagai huntara bagi 26 keluarga yang rumahnya hancur dalam banjir bandang di sekitar Jembatan Kembar. Ada 10 keluarga tinggal di rusunawa, 14 keluarga di kontrakan, dan 2 keluarga di rumah keluarga.
“Pengungsi yang rumahnya hanyut dan rusak berat kami relokasi ke rusunawa dan rumah warga yang kami sewa. Mudah-mudahan mereka bisa tinggal lebih layak dan kehidupan mereka cepat pulih,” kata Sekretaris Daerah Kota Padang Panjang Sonny Budaya Putra.
Adapun untuk huntap, Sonny menyebut, pemkot telah menyiapkan dan mengusulkan calon lokasi di depan rusunawa di Kelurahan Tanah Hitam, Kecamatan Padang Panjang Barat. Lahan yang tersedia seluas 4.900 meter persegi.
Hujan berturut-turut lebih dari sepekan memicu banjir, banjir bandang, dan longsor yang terjadi di berbagai daerah di Sumbar pada pekan terakhir November 2025. Ada 16 dari 19 kabupaten/kota di Sumbar dilanda bencana, kecuali Sawahlunto, Sijunjung, dan Dharmasraya.
Laman gis.bnpb.go.id mencatat, hingga Minggu pukul 17.00, jumlah korban jiwa dalam banjir bandang dan longsor di Sumbar mencapai 242 orang. Selain itu, juga ada 92 korban hilang dan 382 korban luka-luka.
Dari total 242 korban jiwa, lebih dari tiga perempat korban berasal dari banjir bandang dan longsor di Agam, yaitu 184 orang. Selebihnya, korban berasal dari bencana di Padang Panjang (19 orang), Padang Pariaman (24 orang), Padang (11 orang), dan Pasaman (4 orang).
Selain korban jiwa, hilang, dan luka-luka, banjir bandang dan longsor menyebabkan sekitar 8.100 rumah rusak dan belasan ribu warga mengungsi. Bencana juga merusak ribuan fasilitas umum dan sarana-prasarana lainnya.





