Perkap Nomor 10 Tahun 2025, Pengamat Intelijen Yakin Sudah Dikonsultasikan ke Presiden

fajar.co.id
6 jam lalu
Cover Berita

FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Peraturan Kepolisian (Perkap) Nomor 10 Tahun 2025 yang dikeluarkan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang mengatur penempatan polisi menduduki jabatan sipil menimbulkan perdebatan baru.

Bahkan, ada pihak yang menilai bahwa peraturan tersebut sebagai bentuk pembangkangan terhadap aturan yang ada. Betapa tidak, perkab tersebut diterbitkan setelah munculnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota polri menduduki jabatan sipil jika tidak mengundurkan diri atau pensiun dini.

Merespons hal itu, pengamat intelijen dan geopolitik, Amir Hamzah menilai Peraturan Kepolisian (Perkap) Nomor 10 Tahun 2025 tidak melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dia menilai Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah berkonsultasi dengan DPR serta melaporkan secara resmi kepada Presiden Prabowo sebelum regulasi itu diberlakukan.

“Informasi yang saya dapatkan, Perkap Nomor 10 Tahun 2025 itu sudah melalui konsultasi dengan DPR dan dilaporkan ke Presiden. Jadi sangat keliru jika disebut sebagai bentuk perlawanan Kapolri terhadap Presiden Prabowo,” ujar Amir dalam keterangan persnya, Sabtu (13/12).

Amir menilai perkap tersebut tidak melanggar konstitusi atau menabrak putusan MK. Ia menganggap tuduhan-tuduhan tersebut lebih banyak didorong oleh narasi politis ketimbang analisis hukum yang utuh.

Menurutnya, Perkap Nomor 10 Tahun 2025 tidak bertentangan dengan Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Putusan MK tersebut, kata Amir, harus dibaca secara kontekstual dan sistematis, bukan dipotong secara parsial.

“Putusan MK mengatur prinsip-prinsip dasar profesionalisme dan netralitas Polri. Perkap ini justru hadir sebagai instrumen teknis internal untuk memastikan penugasan anggota Polri tetap berada dalam koridor hukum dan pengawasan negara,” imbuhnya.

Dia menambahkan dalam praktik ketatanegaraan modern, regulasi internal lembaga penegak hukum merupakan hal yang lazim, selama tidak mengubah norma undang-undang dan tidak menabrak prinsip konstitusional.

Amir menyebut framing yang menyebut Perkap ini sebagai ‘pembangkangan Kapolri’ terhadap Presiden Prabowo merupakan narasi yang dipaksakan dan berpotensi menyesatkan publik.

Amir menekankan dalam sistem presidensial, Kapolri tidak berada di luar kendali Presiden. “Kapolri adalah pembantu Presiden di bidang keamanan. Secara struktural dan politik, mustahil Kapolri mengeluarkan kebijakan strategis tanpa sepengetahuan Presiden,” kata Amir.

Dia menilai isu ini sengaja digulirkan untuk menciptakan kesan adanya retak hubungan antara Presiden dan Kapolri, sesuatu yang menurutnya tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Polemik Perkap Nomor 10 Tahun 2025 sejatinya mencerminkan kontestasi tafsir hukum dan politik yang lebih luas.

Di satu sisi, ada kekhawatiran publik terhadap potensi kembalinya dwifungsi aparat keamanan. Di sisi lain, negara membutuhkan fleksibilitas administratif untuk mengelola sumber daya aparat secara efektif.

Dalam konteks ini, Perkap menjadi titik temu sekaligus titik benturan. Kritik yang muncul sebagian berangkat dari trauma sejarah dan kehati-hatian terhadap kekuasaan aparat. Namun, tanpa membaca secara utuh substansi dan mekanisme pengawasannya, kritik tersebut berisiko berubah menjadi opini normatif yang tidak berbasis fakta hukum.

Amir mengingatkan publik agar tidak terjebak pada narasi emosional dan politis semata. Dia mendorong diskursus publik tetap berpijak pada data, mekanisme konstitusional, dan prinsip checks and balances.

“Kritik itu penting dalam demokrasi, tapi kritik harus adil dan berbasis fakta. Jangan sampai kita merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara hanya karena salah membaca konteks,” kata dia.

Sebelumnya, Kapolri meneken Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan peraturan tersebut mengatur mekanisme pengalihan jabatan anggota Polri aktif dari organisasi dan tata kerja Polri ke jabatan organisasi dan tata kerja kementerian/lembaga.

Dia menyebut pengalihan jabatan anggota Polri tersebut telah dilandasi berdasarkan beberapa regulasi. Salah satunya, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.

“Terdapat regulasi pada UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri pada Pasal 28 ayat (3) beserta penjelasannya yang masih memiliki kekuatan hukum mengikat setelah amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025,” kata Trunoyudo kepada wartawan, Sabtu (13/12/2025).

Berdasarkan regulasi tersebut, jelas Trunoyudo, Polri mengatur mekanisme pengalihan jabatan melalui penerbitan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2025. (fajar)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Batas Akhir Pelunasan Tahap 1 Biaya Haji Reguler dan Khusus 2026, Cek Waktunya
• 7 jam laluidntimes.com
thumb
Update Bencana Sumatera, 1.016 Orang Meninggal dan 212 Hilang
• 4 jam lalurctiplus.com
thumb
Prakiraan Cuaca Jabodetabek Hari Ini: Waspada Bogor Dilanda Hujan Disertai Angin Kencang!
• 16 jam laluokezone.com
thumb
Penembakan Massal di Pantai Bondi Sydney Tewaskan 9 Orang, Belasan Terluka
• 5 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Menko Polkam Serahkan Mobil Penjernih Air Dorong Pemulihan Bencana di Aceh
• 20 jam lalueranasional.com
Berhasil disimpan.