Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menolak banding yang diajukan oleh eks Direktur Utama PT Taspen (Persero), Antonius Nicholas Stephanus (ANS) Kosasih.
Dengan begitu, Kosasih tetap dihukum dengan pidana 10 tahun penjara terkait kasus dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen (Persero) yang merugikan keuangan negara mencapai Rp1 triliun.
Adapun putusan banding itu teregister dengan nomor perkara 60/PID.SUS-TPK/2025/PT DKI. Putusan itu diketok pada Selasa (9/12) lalu oleh Teguh Harianto selaku Ketua Majelis Hakim, serta hakim anggota yakni Budi Susilo dan Hotma Maya Marbun.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun," ujar Hakim Teguh Harianto membacakan amar putusannya, dikutip Minggu (14/12).
Selain itu, Majelis Hakim tingkat banding juga tetap menghukum Kosasih dengan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dalam putusan itu, hakim tingkat banding mengubah lamanya subsider hukuman pidana kurungan apabila Kosasih tak membayar uang pengganti yang dibebankan terhadapnya.
"Mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 53/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt Pst tanggal 6 Oktober 2025, yang dimintakan banding tersebut sekadar mengenai lamanya pidana pengganti apabila Terdakwa tidak memenuhi kewajibannya membayar uang pengganti dan status barang bukti," ucap hakim.
Adapun rincian uang pengganti yang dibebankan terhadap Kosasih yakni:
Rp29.152.914.623 atau Rp 29,1 miliar;
USD 127.057 atau setara kurang lebih Rp 2,1 miliar;
SGD 283.002 atau setara kurang lebih Rp 3,6 miliar;
10 ribu euro atau sekitar kurang lebih Rp 194 juta;
1.470 baht Thailand atau senilai kurang lebih Rp 757 ribu;
30 poundsterling atau setara kurang lebih Rp 672 ribu;
128 ribu yen Jepang atau senilai kurang lebih Rp 14,2 juta;
500 dolar Hong Kong atau sejumlah kurang lebih Rp 1 juta; dan
Rp2.877.000 atau Rp 2,87 juta.
Jika ditotal, nilai uang pengganti yang harus dibayarkan oleh Kosasih yakni sebesar kurang lebih Rp 35 miliar. Majelis Hakim tingkat banding mengubah subsider pembayaran uang pengganti tersebut dari 3 tahun menjadi 5 tahun.
"Jika Terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika tidak mencukupi, maka dipidana penjara selama 5 tahun," tutur hakim.
Kata KPKDalam kesempatan terpisah, juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengapresiasi putusan hakim tingkat banding dalam perkara Kosasih tersebut.
"KPK menyampaikan apresiasi atas putusan majelis hakim PT DKI Jakarta, yang telah menolak upaya hukum banding Antonius NS Kosasih," ujar Budi kepada wartawan.
Budi menyebut, putusan tersebut menunjukkan bahwa pembuktian yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terhadap Kosasih sudah tepat.
"Di mana majelis hakim menyatakan terdakwa Antonius NS Kosasih telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," tutur Budi.
"Selain hukuman pidana pokok, terdakwa juga dijatuhi pidana tambahan untuk membayar uang pengganti," imbuhnya.
Nantinya, kata Budi, pembayaran uang pengganti itu akan melengkapi upaya pemulihan aset dalam perkara tersebut.
"Jika perkara ini nanti inkracht atau telah berkekuatan hukum tetap, maka pembayaran uang pengganti tersebut sekaligus untuk melengkapi asset recovery yang eksekusinya sudah dilakukan terhadap narapidana Ekiawan Heri Primaryanto, Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM)," pungkasnya.
Kasus KosasihDalam kasusnya, Antonius NS Kosasih terlibat kasus dugaan korupsi investasi fiktif. Perbuatannya disebut telah merugikan keuangan negara hingga Rp 1 triliun. Kosasih melakukan korupsi bersama-sama dengan Direktur Utama PT Insight Investment Management (IIM), Ekiawan Heri Primaryanto.
Pada saat dakwaan, jaksa menuturkan Kosasih diduga menempatkan investasi pada reksadana I-Next G2 untuk mengeluarkan sukuk ijarah TPS Food II (SIA-ISA 02) dari portofolio PT Taspen, tanpa didukung rekomendasi hasil analisis investasi.
Selain itu, Kosasih juga diduga merevisi dan menyetujui peraturan tentang kebijakan investasi. Aturan ini dibuat untuk mendukung langkah Kosasih yang akan melepas sukuk SIA-ISA 02 dan menginvestasikannya pada reksadana I-Next G2. Hal tersebut membuat negara rugi.
Akibat perbuatannya itu, Kosasih terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
Di pengadilan tingkat pertama, Kosasih divonis pidana 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Ia juga dihukum pembayaran uang pengganti senilai kurang lebih Rp 35 miliar subsider 3 tahun. Kini, pengadilan tingkat banding mengubah subsider pidana kurungan tersebut menjadi 5 tahun.
Sementara Ekiawan Heri Primaryanto divonis 9 tahun penjara dan pidana denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar USD 253.660 subsider 2 tahun kurungan.
Hukuman itu pun diterima oleh Ekiawan. Sehingga, perkaranya telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.



