FAJAR, MAKASSAR– Pemkot Makassar mulai merangkai mimpi besar yang lama tertunda: menghadirkan stadion modern sebagai rumah permanen PSM Makassar. Rencana pembangunan Stadion Untia—yang diproyeksikan menjadi episentrum baru pengembangan kawasan kota—kini memasuki fase penjajakan serius, seiring menguatnya minat investor dan terbukanya peluang kolaborasi internasional.
Sinyal tersebut menguat dalam kunjungan resmi Kedutaan Besar Inggris bersama Tranmere Rovers Football Club ke Balai Kota Makassar, Selasa, 5 Desember 2025. Delegasi Inggris dipimpin oleh Head of Second Cities and Network British Embassy Jakarta, Farah Chaudry, yang hadir bersama dua pemain Tranmere Rovers FC. Pertemuan itu menjadi lebih dari sekadar kunjungan diplomatik: ia membuka diskusi konkret mengenai kerja sama pengembangan sumber daya manusia, sport industry, hingga pembangunan infrastruktur stadion.
“Kami melihat banyak ruang kolaborasi di Makassar. Kota ini punya potensi besar, baik dari sisi manusia, kreativitas, maupun sepak bolanya,” ujar Farah seusai pertemuan dengan Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin.
Bagi Makassar, sepak bola bukan sekadar olahraga. PSM Makassar adalah identitas, simbol kebanggaan, sekaligus denyut emosional warga kota. Namun, klub tertua di Indonesia itu selama bertahun-tahun hidup tanpa rumah yang benar-benar layak. Stadion Andi Mattalatta—yang dulu menjadi saksi sejarah Juku Eja—kini telah tiada. Sejak itu, PSM harus berpindah-pindah kandang, menjadikan stadion di luar kota sebagai rumah sementara.
Pembangunan Stadion Untia diharapkan mengakhiri masa pengembaraan tersebut.
Dalam pemaparan di hadapan delegasi Inggris, Munafri Arifuddin menjelaskan bahwa stadion ini tidak berdiri sendiri. Ia menjadi bagian dari rencana pengembangan kawasan Untia sebagai kota baru. Stadion akan berfungsi sebagai “trigger development”—pemicu tumbuhnya kawasan berbasis ekonomi kreatif, olahraga, dan ruang publik modern.
“Stadion bukan hanya tempat bertanding. Ia harus hidup, terintegrasi dengan transportasi publik, ruang pejalan kaki yang inklusif, serta menjadi magnet ekonomi,” kata Munafri.
Nilai proyek kawasan Untia, termasuk stadion, disebut masuk dalam skema investasi besar senilai Rp5,1 triliun. Pemerintah kota saat ini terus melakukan penjajakan dengan calon investor, baik dalam negeri maupun luar negeri. Keterlibatan Inggris dinilai strategis, mengingat pengalaman negara tersebut dalam mengelola stadion sebagai pusat aktivitas kota, bukan bangunan yang mati di luar hari pertandingan.
Farah Chaudry menyinggung kemungkinan kontribusi keahlian Inggris, terutama dalam aspek perencanaan kota dan stadion. “Kami punya pengalaman dalam integrasi transportasi di kawasan stadion, pedestrian yang ramah dan inklusif, serta desain yang membuat stadion menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari warga,” ujarnya.
Diskusi juga menyentuh potensi kerja sama olahraga secara langsung. Kunjungan Tranmere Rovers FC dipandang sebagai pintu masuk kolaborasi sepak bola, mulai dari coaching clinic untuk pemain muda Makassar hingga penjajakan sister club dengan PSM Makassar. Bagi PSM, peluang ini bukan hanya soal prestise, tetapi juga transfer pengetahuan, pembinaan usia dini, dan penguatan manajemen klub modern.
Wali Kota Munafri tidak menutup mata terhadap pentingnya ekosistem pendukung. Ia menegaskan bahwa pembangunan stadion harus berjalan beriringan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Karena itu, tawaran kerja sama di bidang pengembangan SDM melalui Makassar Creative Hub (MCH) disambut terbuka.
“MCH ini sejalan dengan kebutuhan kami. Human capital development adalah fondasi. Infrastruktur tanpa SDM yang siap tidak akan optimal,” ujar Munafri.
Untuk memastikan kerja sama tidak berhenti pada wacana, Munafri mengusulkan penyusunan nota kesepahaman (MoU) sebagai langkah awal yang konkret. Pemerintah Kota Makassar, kata dia, siap membuka ruang kolaborasi seluas-luasnya, termasuk dalam skema sister city dengan kota-kota di Inggris yang memiliki kesamaan karakter.
Di sisi lain, publik Makassar masih menanti satu momen simbolik: peletakan batu pertama Stadion Untia. Bagi suporter PSM, itu bukan sekadar seremoni pembangunan, melainkan tanda bahwa klub kebanggaan mereka akhirnya akan pulang ke rumah sendiri.
Jika rencana ini berjalan sesuai jalur, Stadion Untia bukan hanya menjadi markas baru PSM Makassar. Ia berpotensi menjelma sebagai wajah baru kota—tempat olahraga, ekonomi kreatif, dan ruang publik bertemu, sekaligus menandai babak baru perjalanan sepak bola Makassar di panggung nasional dan internasional.



